Mohon tunggu...
Fadzul Haka
Fadzul Haka Mohon Tunggu... Wiraswasta - Follow Thyself!

Wirausahawan yang menyamar jadi penulis. Di samping tulis-menulis dan berdagang, saya mengaktualisasikan gelar Sarjana psikologi dengan merintis riset mengenai dramatherapy dan poetry therapy secara otodidak. Nantikan tulisan saya lainnya: Cerpen dan Cerbung Jum'at; Puisi Sabtu; dan Esai Minggu. Saya senang jika ada kawan diskusi, jadi jangan sungkan-sungkan menghubungi saya: email: moch.fariz.dz13@gmail.com WA: 081572023014

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Panggilan Beringin

2 Oktober 2020   15:28 Diperbarui: 2 Oktober 2020   15:40 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seketika Engkos terbangun. Burung hincuing dari pohon cengkih bersiulan seakan menyambut kedatangan hantu. Selagi merenungkan mimpi tadi, diusapnya air mata yang menggenang entah mengapa.

***

Engkos dan Dewi sudah janji untuk saling temu lagi pada minggu pagi ketika udara segar memberi semangat buat jogging. Keduanya berpapasan di depan gerbang perumahaman kemudian mengikuti lari-lari kecil beberapa warga lainnya. Sembari menyelesaikan jogging sampai tiga putaran kompleks, keduanya kompak mencari-cari wajah kawan lama yang tak bisa dilacak di media sosial.

Mereka beristirahat sejenak di depan bunderan yang memajang salah satu karya Nyoman Nuarta. Sebuah patung yang dirakit dari logam, berbentuk telapak tangan yang berdiri dengan bertumpu pada kelingking sampai jari tengah, dan pada telapak tangan itu sesosok wanita berselendang dengan rambut tersibak angin tengah berbaring.

Engkos memandangi patung itu seakan-akan baru pertama kalinya. Namun perasaan takjub itu berubah ketika dia merasa mengingat sesuatu, barangkali dia merasa memorinya menyimpan sebuah foto yang blur sampai gambarnya terhapus. Misteri itu mesti tertahan sejenak sebab Dewi menyatakan sesuatu yang mengganggu pikirannya.

"Dalam mimpiku kulihat anak-anak masuk ke dalam pohon beringin."

Engkos terdiam. Keramaian tiba-tiba surut. Keringat dingin menyusul keringat lain di kening dan pelipisnya. Dari air muka Engkos, Dewi menebak kalau temannya mendapat mimpi yang sama. Engkos pun tahu, dia tak punya kata-kata selain anggukan.

"Karena aku yang kejatuhan daunnya, kutemukan pesan." Engkos menghela nafas dan sejurus kemudian mengusap keringat yang melucur dari alis, lanjutnya, "Jangan lupakan aku. Aku tak habis pikir siapa yang kita lupakan, untuk tahu ini kita harus mengadakan reuni."

Dewi mengangguk lesu, tambahnya, "Sayangnya, kontak teman-teman yang kupunya adalah mereka yang sudah menyebar ke berbagai provinsi. Entah dengan sisanya."

"Bagaimana kalau pulang dari sini kita kunjungi langsung rumah kawan-kawan sekitar sini, masih ingatkan?"

Dewi tampak mengingat-ngingat lagi, selang sesaat kemudian mengangguk. Mekanis. Mungkin dalam benaknya terlintas keragu-raguan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun