Saat ketika orang Babilonia menggunakan angka 12 dan 60 sebagai dasar sistem perhitungan mereka, adalah masa ketika manusia masih menyelaraskan semua aspek kehidupannya dengan semua kemungkinan yang muncul di dunia atas kehendak langit.
Pada masa itu, hitungan bukan saja digunakan dalam kegiatan perdagangan, tetapi juga, terutama, untuk menuntun aspek spiritualistik manusia agar tetap sinkron dengan "siklus waktu dan peristiwa yang menyertai", yang dipercaya, merupakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa untuk terjadi di sepanjang rentang waktu kehidupan di dunia.
Ini adalah landasan moral yang mengiringi perkembangan kebijaksanaan dunia kuno - yang diwariskan turun temurun dari sejak masa yang paling primordial, yaitu sejak utusan langit yang pertama hadir di muka bumi.
"Siklus waktu dan peristiwa yang menyertai" dapat dikatakan merupakan ritme "pola penciptaan" dunia beserta isinya. Sinkronisasi manusia dengan pola tersebut adalah berarti upaya mereka menjaga persepsi tetap fokus pada aspek "esensi diri" dan "peran keberadaannya di dunia".
Pada masa sekarang, kita masih dapat menyaksikan ada banyak jejak kebijaksanaan dunia kuno tentang sinkronisasi waktu dunia dengan waktu akhirat yang bekas-bekasnya terserak, baik di dalam tradisi keagamaan maupun tradisi budaya suatu suku bangsa.
Sayangnya, kita tidak mengetahui lagi makna jejak tersebut sebagaimana mestinya. Seakan-akan, ada titik persimpangan dalam perjalanan sejarah di mana manusia secara begitu saja melupakan kebijaksanaan kuno tersebut.
Ada kemungkinan bahwa titik persimpangan tersebut adalah, saat di mana manusia telah cukup maju dalam hal perhitungan, sehingga, konsep hitung yang dimunculkan pada masa itu dapat kemudian menjadi landasan ideal berkembangan ilmu hitung ribuan tahun selanjutnya.
Tetapi, di sisi lain, aspek spiritual tetang sinkronisasi waktu dunia dengan waktu akhirat telah terlupakan. Mungkin orang-orang di masa itu telah mulai melihat hal tersebut sebagai hal yang tidak relevan lagi untuk menjadi fokus perhatian. Mereka menepikan realitas yang esensi lalu memulai menyelami lautan ilusi dunia.
Mereka tidak menganggap tindakan itu sebagai suatu kekeliruan yang fatal. Malah sebaliknya, mereka melihat dirinya sebagai golongan reformis visioner yang secara signifikan telah berjasa memberi perbaikan dalam perjalanan peradaban umat manusia.
Jenis golongan ini yang mungkin disebutkan Allah dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 11-12: Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Janganlah berbuat kerusakan di bumi!" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan." - Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.