Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gua Kuno di Latimojong dan Kaitannya dengan Tanah Suci "Shambala"

22 Mei 2020   10:48 Diperbarui: 23 Mei 2020   02:07 1748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: extremesportsx.com)  

Berikut ini penjelasan toponim tersebut...

Bubun Dirangkang dan Lokko' Susu

"Bubun Dirangkang" adalah sebutan tradisional masyarakat lokal untuk Puncak Nenemori, yaitu puncak kedua tertinggi di pegunungan Latimojong.
Makna harafiah "Bubun Dirakang" adalah: "sumur dikurung" atau "sumur ditutup."

Menurut seorang sesepuh yang telah berusia 92 tahun yang tinggal di kaki gunung Latimojong, yang kediamannya tempat saya nginap sewaktu survei jalur pendakian 2019 lalu: "memang ada sumur di atas sana yang menurut cerita orang dulu, ditutup oleh seorang Wali." 

Beliau menjelaskan ini ketika saya tanya, apa mungkin makna nama "bubun dirangkang" artinya "sumur yang ditutup?".

Apa yang disebut sebagai 'bubun' atau sumur oleh masyarakat lokal, dalam pandangan saya, dapat dimaknai sebagai sebuah gua vertikal, yakni gua yang cara memasukinya menggunakan teknik "rappelling" atau merambat turun secara vertikal.

Jika mendaki melalui jalur timur Latimjong (dari arah Kabupaten Luwu), untuk mencapai puncak Nenemori atau Bubun Dirangkang, kita mesti melewati buntu (gunung) 'Katapu'.

Buntu Katapu ini kami gelari "jembatan langit" oleh karena bentuknya berupa punggungan sempit dengan lebar antara 1-2 meter, memanjang sekitar 2-3 Kilometer. 

Di kiri kanannya adalah lembah dengan jurang yang menganga. Ketika kami melewatinya pertama kali, saat itu lembah di kiri kanan buntu Katapu terisi kabut tebal sehingga buntu Katapu terlihat seperti bentangan jembatan panjang yang membelah awan. Inilah alasan kami menyebutnya "Jembatan Langit".

Nama 'Katapu' dapat diperkirakan berasal dari kata dasar "tapu" atau "tabu", yang artinya: terlarang, Sakral, suci. Dalam bahasa orang Maori kata 'tapu' bermakna sakral atau suci. 

Saya pikir, pada awalnya kita pun di Nusantara memaknai kata 'tabu' sebagai sakral ataupun suci, hanya saja dalam perkembangannya yang tersisi... kata 'tabu' lebih umum dimaknai "terlarang".

Sementara itu, Suku kata "ka-" di depan ka-tapu, sinonim dengan bentuk "ke" dalam baha Indonesia. Jadi, 'Katapu' dapat dimaknai: menuju tempat terlarang, sakral atau suci. Fakta ini pada gilirannya sejalan dengan julukan Shambala sebagai "tanah terlarang".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun