Dalam pengamatan makna toponim "Se-ren-di-p" menggunakan aksara Hanzi, kita mendapatkan hasil bahwa:Â
- suku kata se- merujuk pada karakter "se" yang bermakna: warna
- suku kata -ren- Â merujuk pada karakter "ren" yang bermakna: orangÂ
- suku kata -di- merujuk pada karakter "de" yang bermakna: tanah
- suku kata -p merujuk pada karakter "pan" yang bermakna: piring
Sebagaimana yang telah saya jelaskan dalam tulisan sebelumnya (Sosok Nabi Idris di Berbagai Tradisi Agama dan Mitologi, serta Rahasia yang Meliputinya) bahwa mengartikan sebuah nama menggunakan aksara Hanzi harus melalui proses "menerjemahkan" lalu  kemudian "menafsirkan".
Dari penerjemahan toponim "Serendip" kita menemukan hasil: warna - orang - tanah - piring. Pekerjaan selanjutnya, dan merupakan bagian yang paling sulit, adalah menafsirkan makna dari keempat kata tersebut.
Secara pribadi, saya melihat jika makna untuk kata "warna" dan "orang", besar kemungkinan merujuk pada istilah rasis POC "person of color " yang artinya "orang kulit berwarna ". Istilah ini umum digunakan di Amerika Serikat untuk menggambarkan siapa saja yang dianggap bukan kulit putih.Â
Sementara itu makna untuk kata "tanah" dan "piring", besar kemungkinan maksudnya adalah negeri atau wilayah yang menggunakan sebutan "piring".
Jadi, hasil penafsiran untuk empat kata  "warna - orang - tanah - piring", kurang lebih berbunyi: negeri piring tempat tinggal "orang kulit berwarna".Â
Tapi, dimanakah "negeri piring" itu?
Sebagaimana yang telah saya bahas dalam tulisan sebelumnya ( "Piring", Makna dan Riwayatnya yang Terlupakan ), bahwa di masa lalu, pulau sulawesi pernah disebut "sempena" yang dapat bermakan "piringnya" (dalam bahasa tradisional di Sulawesi Selatan "sempe" artinya: piring).Â
Tapi di sisi lain, kata "sempe" kemungkinan juga merupakan kata dasar dari istilah pa sompe' yang berarti "pelaut" dalam bahasa Bugis.
Hal tersebut dapat dipahami, karena dalam bahasa masyarakat Bugis (terutama yang menetap di wilayah Luwu), terdapat kata yang bisa bermakna 'piring' dan bisa juga bermakna 'perahu', yaitu  kata "baku" atau "baku-baku" - Ini adalah sebutan perahu yang sangat kuno (dalam bahasa tae' atau bugis kuno).Â
Dari hasil penerjemahan dan penafsiran toponim "Serendip" berdasarkan aksara Hanzi, muncul dugaan apakah mungkin pulau Serendip yang dimaksudkan beberapa riwayat kuno sebagai tempat awal Nabi Adam di bumi adalah sesungguhnya pulau Sulawesi? lalu bagaimana dengan jejak penyebutan serendip yang jelas dialamatkan orang Arab dan Eropa untuk pulau Ceylon?
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya lebih memilih untuk mengatakan bahwa pada masa lalu, pulau Sulawesi dan pulau Sri Lanka besar kemungkinan menjadi tempat tinggal orang-orang yang memiliki garis keturunan yang sama, atau satu suku bangsa.Â