Demikianlah, dari beberapa uraian identifikasi mengenai dewa Varuna di atas, saya pikir telah cukup memberi kita gambaran mengapa dewa Varuna dalam mitologi India tercatat sebagai dewa yang mengalami pergeseran posisi dari dewa langit menjadi dewa air.
Hal ini menarik, karena hanya pada sosok Varuna saja hal ini terjadi.Â
Mengenai posisi awal Varuna sebagai dewa langit, dapat dilihat sebagai wujud metafora pencapaian Henokh (Nabi Idris) dalam menguasai ilmu perbintangan (astronomi).
Makanya dalam Rigveda ada ungkapan seperti: "Varuna menyiapkan Jalur matahari bagi dewa Surya (atau Mitra)" ; "Varuna tahu jejak burung-burung di langit, begitu juga perjalanan bulan dan angin".
Tugas Varuna yang kemudian beralih dari dewa langit menjadi dewa laut, merupakan metafora pencapaian Henokh selanjutnya, yang dapat mengimplementasikan ilmu astronominya sebagai petunjuk navigasi dalam pelayaran laut. Karenanya ada ungkapan seperti: Varuna tahu jalur kapal di lautan.
Hal yang senada dapat kita temukan dalam atribut Hermes yang dianggap sebagai pelindung orang yang melakukan perjalanan (musafir).
Dalam hal ini mesti dipahami bahwa ilmu perbintangan bukan saja digunakan untuk navigasi pelayaran laut, tapi juga digunakan orang-orang di masa kuno sebagai penuntun dalam perjalanan di darat.
Dalam tradisi Cina
Dalam Legenda Cina, diriwayatkan bahwa tak lama setelah menyatukan Cina, Kaisar Kuning (Huang Di) yang tidak puas dengan metode "ikatan simpul" (Quipu0), Â ia merasa bahwa menggunakan simpul untuk membuat catatan, jauh dari memenuhi persyaratan.
Ia kemudian memerintahkan sejarawannya, Cangjie, (dalam literatur lain disebut sebagai Menteri Huang Di) untuk menemukan cara membuat kata-kata. Saya melihat, di sisi lain, ini bisa dikatakan kisah yang meriwayatkan saat di mana manusia mulai berpikir cara untuk menggambar bunyi, karena pada dasarnya aksara adalah "cara kita menggambar bunyi".