Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fakta Ratu Sima sebagai Penguasa Dunia yang Diramalkan Sang Buddha

26 Januari 2020   14:02 Diperbarui: 30 Januari 2020   16:06 1826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spring Outing of the Tang Court, karya seniman era Xuanzong, Zhang Xuan , asli abad ke-8 (sumber: sutori.com)

Dalam tulisan sebelumnya, telah saya ungkap mengenai suatu ramalan yang diucapkan Buddha Sakyamuni (Siddhartha Gautama), bahwa akan hadir seorang Chakravartin perempuan yang akan memerintah Jambudvipa sebagai reinkarnasi Vimalaprabha. 

Ramalan tersebut terekam dalam Mahameghasutra (di Cina dikenal sebagai "Dayun jing", dan oleh sejarawan hari ini dikenal dengan sebutan "The Great Cloud Sutra"). 

Ucapan Buddha bahwa Chakravartin perempuan tersebut akan hadir sekitar seribu tahun setelah ia parinirvana (kematiannya), menjadi acuan bahwa masa kedatangan Chakravartin perempuan tersebut berada di sekitar abad ke 6 M, oleh karena kisaran tahun kematian Buddha menurut negara-negara Theravada adalah 544 atau 545 SM. Lalu dalam tradisi Buddhis Burma, tanggal kematian Buddha adalah 13 Mei 544 SM, sedangkan dalam tradisi Thailand adalah 11 Maret 545 SM. (Eade, JC:  The Calendrical Systems of Mainland South-East Asia, 1995) 

Sayangnya, disekitar masa itu (abad ke 6 hingga abad ke 7), ada permaisuri Wu Zetian yang mengklaim dirinya sebagai sosok Chakravartin yang diramalkan sang Buddha. Namun dengan mencermati Track record Wu Zeitan yang dipenuhi intrik dan tindakan-tindakan keji selama hidupnya, maka saya pikir sangat tidak mungkin untuk menganggap Wu Zetian sebagai sosok Chakravartin sekaligus Bodhisattva yang dimaksudkan Buddha Sakyamuni.

Karena Bodhisattva sesungguhnya adalah seorang yang suci. Dikenal memiliki sifat welas asih dan sifat tidak mementingkan diri sendiri dan rela berkorban. Ia mendedikasikan dirinya demi kebahagiaan makhluk selain dirinya di alam semesta. Ia dapat juga diartikan "calon Buddha".

Silahkan baca pembahasan mengenai ramalan Buddha Sakyamuni dan intrik Wu Zetian di tulisan sebelumnya: Mengungkap Sosok Chakravartin (Penguasa Dunia) yang Diramalkan Sang Buddha.

Sebagai sosok alternatif untuk figur Chakravartin sekaligus Bodhisattva yang dimaksudkan Buddha Sakyamuni dalam ramalannya, saya mengajukan sosok Ratu Sima yang juga merupakan pemimpin wanita yang hebat Di masa itu. Ratu Sima dari kerajaan Holing, oleh para sejarawan dianggap sebagai cikal bakal berdirinya dinasti Sailendra, yang menguasainya Nusantara hingga sebagian wilayah Indocina. 

Penobatan Ratu Sima sebagai raja di kerjaan Holing terekam dalam kronik Cina. Disebutkan bahwa pada tahun 674 M rakyat kerajaan Holing menobatkan seorang perempuan sebagai ratu yaitu ratu Hzi-mo [Sima]. Dalam saat yang sama, di Cina yang berkuasa saat ini adalah Kaisar Gaozong (Dinasty Tang).

Yang menarik karena ada banyak silang pendapat di antara para sejarawan mengenai asal usul Ratu Sima sebagai Ratu kerajaan Holing yang disebut dalam kronik Cina. Karena rupa-rupanya asal muasal Ratu Sima sulit terlacak.

Ada yang menyebutkan Sima adalah putri seorang pendeta di wilayah kerajaan Sriwijaya. Dilahirkan pada tahun 611 M di sekitar wilayah yang disebut banyuasin. Yang ketika beranjak dewasa kemudian menyeberangi laut jawa, melewati pantai utara jepara, hingga menetap di daerah yang dikenal sebagai wilayah Adi Hyang (Leluhur Agung), atau dieng sekarang. Ada juga pendapat lain yang menduga bahwa Ratu Shima berasal dari kerajaan Kalingga di India.

Dalam pandangan saya, hal yang perlu mendapat perhatian khusus terkait kronik Cina tentang Ratu Sima, adalah mengenai Pengangkatan Sima sebagai raja oleh rakyat kerajaan Holing. Ini mesti dipandang sebagai suatu hal yang unik, karena umumnya seorang raja diangkat berdasarkan pewarisan tahta secara turun temurun.

Namun yang menarik karena kejadian serupa sebenarnya pernah terjadi di kedatuan Luwu dan terekam dalam banyak catatan Lontara. Pada saat itu, yang diangkat pun juga seorang perempuan, dan namanya bisa dikatakan memiliki kesamaan dengan Sima, yaitu simapurusiang (pada hari ini orang-orang di Sulawesi selatan biasanya menyebut datu simpurusiang).

Terlebih lagi dalam catatan Lontara,  Simapurusiang biasa juga disebut sebagai "Datu Cina", gelar lengkapnya:  Simapurusiang Manurungnge Ri Lompo, Datu Cina.

Dalam berbagai catatan lontara, juga dikisahkan bahwa Simpurusiang adalah sosok to manurung yang tidak diketahui asal muasalnya. Sosoknya yang kharismatik serta berilmu Pengetahuan menjadi pilihan alternatif sebagai pemimpin utama bagi sekalian anang (rumpun keluarga, atau bisa juga kerajaan-kerajaan kecil di tana Luwu dan sekitarnya) yang pada akhirnya lelah juga saling berperang.

Situasi pengangkatan Simpurusiang sebagai Datu di Luwu yang dideklarasi para bangsawan yang memimpin masing-masing anang dapat dikatakan sebagai hasil pertimbangan primus inter pares (yang utama dari yang sederajat). Bahwa para bangsawasan tersebut melihat simpurusiang pada dasarnya merupakan bangsawan yang sederajat dengan mereka. Penampilan Simpurusiang yang kharismatik dan berilmu pengetahuan merupakan keunggulan tersendiri yang kemudian pada akhirnya menjadi pertimbangan utama untuk mengangkatnya sebagai pemimpin.

Situasi pengangkatan simpurusiang sebagai datu Luwu yang berasaskan primus inter pares, identik dengan pandangan Herman Kulke terhadap pengangkatan Ratu Sima di kerajaan holing yang menurutnya berasaskan primus inter pares juga. Karena sesungguhnya yang mendeklarasi Sima sebagai raja Holing atau She po, adalah para bangsawan penguasa 28 kerajaan kecil yang berada disekitarnya.

Hal ini sebagaimana yang dikutip W. P. Groeneveldt dalam Historical Notes : Di sekeliling She-po [holing] ada 28 kerajaan kecil, dan tidak ada diantaranya yang tidak tunduk. Ada 32 pejabat tinggi kerajaan, dan yang terutama di antara mereka ialah ta-tso-kan-hsiung (W. P. Groeneveldt, Historical Notes, hlm. 12-15).

Demikianlah, bagian depan nama Simapurusiang yang persis sama dengan nama Sima, serta salah satu gelar penyebutannya adalah "Datu Cina" menguatkan dugaan saya jika Simapurusiang dan Ratu Sima adalah orang yang sama, dan bahwa ia sesungguhnya berasal dari negeri Cina serta juga merupakan seorang keturunan bangsawan tinggi.

Lalu jika Simapurusiang atau Ratu Sima memang berasal dari Cina, dapatkah ia ditelusuri asal usulnya? jawabannya: Iya.

Tapi sebelumnya, Saya akan sedikit memberikan komentar tentang literasi sejarah Cina. Saya bisa katakan bahwa rasa-rasanya tidak ada pencatatan sejarah yang lebih baik dari yang ada di Cina. mereka memiliki catatan sejarah yang rapi, detail, dan tersimpan dengan baik.

Catatan dari periode mitologi, periode musim semi dan musim gugur, periode Negara perang, hingga periode-periode selanjutnya, terinci dengan sangat baik.

Shiji (catatan sejarah agung) Karya besar Sima Qian, yang mencakup lebih dari dua ribu tahun, mulai dari Kaisar Kuning hingga dinasty Han, sangat berpengaruh besar dalam hal ini. Shiji dikatakan memiliki banyak pengaruh selama berabad-abad setelah itu, pada penulisan sejarah, tidak hanya di Cina, tetapi di Korea, Jepang dan Vietnam juga.

Sejarawan besar Cina selanjutnya adalah Sima Guang (17 November 1019 - 11 Oktober 1086), yang menulis buku sejarah monumental Zizhi Tongjian. Ini adalah sebuah karya perintis yang menjadi acuan dalam pengerjaan historiografi Cina selanjutnya. Diterbitkan pada tahun 1084 M.

Penyusunan karya ini dimulai pada tahun 1065 M, ketika Kaisar YingZong memerintahkan sejarawan besar Sima Guang untuk memimpin para sarjana lainnya untuk menyusun sebuah kompilasi sejarah universal dari Cina.

Tugas tersebut membutuhkan waktu 19 tahun untuk dapat diselesaikan. The Zizhi Tongjian mencatat sejarah Cina dari tahun 403 SM sampai tahun 959 Masehi, yang meliputi 16 dinasti dan mencakup hampir 1.400 tahun. Mengandung 294 volume dan sekitar 3 juta karakter Cina.

Saya pikir, mencari "sosok asal" Simpurusiang atau Ratu Shima (jika mereka memang ada keterkaitan) dalam literature Cina menjadi lebih mudah berkat pekerjaan monumental dari Sima Qian dan Sima Guang.

Dan demikianlah adanya. Terasa sangat mudah merunut penguasa di Cina dari Dinasti demi Dinasti di sepanjang rentang abad ke 5 hingga abad ke 6 yang merupakan masa hidup Ratu Sima atau pun Simpurusiang.

Direntang abad tersebut terdapat Sima Lingji yang kuat dugaan saya sebagai sosok Ratu Sima atau pun Simpurusiang di masa kecil. Sima Lingji  adalah seorang permaisuri dari Dinasti Zhou Utara. Suaminya Kaisar Jing, adalah Kaisar terakhir dari dinasti tersebut.

Sima Lingji adalah putri Jendral Zhou Utara, Sima Xiaonan (yang juga merupakan Adipati Yingyang) dan Lady Yuchi (putri Jenderal Yuchi Jiong). 

Pada tahun 579 M, Kaisar Xuan memilih Sima Lingji menjadi istri anaknya, Kaisar Jing. Adalah lumrah dalam tradisi orang Xianbei (orang Mongolia) menjodohkan anak mereka di usia kanak-kanak. 

Hal yang sama dapat kita lihat pada perjodohan Temujin (genghis Khan) dengan borte istrinya yang terjadi pada saat mereka bahkan belum mencapai usia belasan.

Usia Sima Lingji saat itu tidak tercatat dalam sejarah, tapi Kaisar Jing berusia enam tahun saat itu. Menurut literatur, 5 bulan sebelum perjodohan itu, Kaisar Xuan (ayah Kaisar Jing) yang baru berusia 21 tahun pada saat itu, menjelaskan inisiatifnya untuk turun tahta dan menunjuk putranya (Kaisar Jing) sebagai penggantinya. (untuk hal ini sejarawan menyebut inisiatif Kaisar Xuan sebagai sebuah "pensiun dini")

Kaisar Xuan meninggal pada musim panas 580 atau setahun setelah perjodohan antara Sima Lingji dan Kaisar Jing dilakukan. Setelah kematian Kaisar Xuan, Pejabat Yang Jian, yang merupakan ayah dari istri Kaisar Xuan (Permaisuri Yang Lihua), merebut kekuasaan sebagai bupati.

Jenderal Yuchi Jiong (paman Sima Lingji) yang curiga bangkit melawan Yang Jian. Jenderal Sima Xiaonan (Ayah Sima Lingji) dan seorang jenderal lainnya, Wang Qian, turut bangkit mendukungnya.

Sima Xiaonan, yang saat itu menjabat sebagai gubernur Provinsi Xun, juga ditawarkan untuk tunduk, bersama sembilan provinsi yang dikuasainya. Ketika akhirnya perlawanan Jenderal Yuchi Jiong dan Jenderal Sima Xiaonan dipatahkan. Sima Lingji yang masih kanak-kanak melarikan diri ke Chen.

Yang Jian kemudian mengakhiri status Sima Lingji sebagai Ratu dan menurunkan statusnya sebagai warga sipil biasa.

Pada tahun 581, Yang Jian menyuruh Kaisar Jing (suami Sima Lingji yang masih kanak-kanak) untuk menyerahkan takhta kepadanya, mengakhiri Dinasty Zhou Utara dan membangun dinasti Sui (Yang Jian kemudian dikenal sebagai Kaisar Wen dari Sui).

Setelah itu, Yang Jian segera meminta Kaisar Jing dan anggota klan Yuwen Kaisar Zhou Utara lainnya dihukum mati. Sima Lingji tidak dihukum mati, namun, sejak kematian ayahnya Ratu Sima Lingji menjadi warga biasa.

Pada tanggal yang tidak diketahui kemudian, Sima Lingji menikah dengan gubernur provinsi Li Dan. Setelah itu, tidak ada catatan lebih jauh tentang Sima Lingji, selain dia dikatakan masih hidup pada masa pemerintahan Kaisar kedua dari dinasti Tang berikutnya, Kaisar Taizong dari Tang (tahun 626-649).

Sampai di sini, saya pikir pembaca dapat memahami bagaimana penuh duka kehidupan Sima Lingji sejak masa kecil. Dari Seorang Putri Bangsawan tinggi sekaligus menyandang gelar sebagai Permaisuri Kaisar, lalu dalam waktu singkat menjadi terlunta-lunta menjadi orang biasa dalam keadaan yatim piatu.

Jika menurut catatan sejarah, Sima Lingji terlahir di Wenxian, Provinsi Henan sekarang. (sumber di sini) Sementara itu, mengenai berita terakhir bahwa ia kemudian menikah dengan gubernur provinsi Li Dan, dan setelah saya telusuri di peta terdapat nama daerah bernama Li Dan di Guangdong, maka semoga saja ini daerah yang dimaksud.

Berikut ini peta tempat kelahiran Sima Lingji, dan peta posisi terakhir ia berada...

(dokumen pribadi)
(dokumen pribadi)

Yang menarik karena daerah Wenxian di Henan, sesuai dengan ramalan yang disebutkan dalam "Sutra of Samantabhadra" bahwa Yueguang (atau Devi Jingguang), yang juga disebut Raja Cahaya (The King of Light) atau Tuan ketentraman (The Lord of Peace) akan muncul di "utara Sungai Kuning, dan selatan Sungai Lemah”. Berikut kutipannya saya capture dari buku "Leyden Studies in Sinology" 

Dicapture dari buku
Dicapture dari buku "Leyden Studies in Sinology" edited by W. L. Idema, hlm. 52 (Dokumen pribadi) 

Provinsi Henan memang tepat berada di sebelah utara Sungai Kuning. Sementara "Sungai Lemah" atau "Air Lemah" (dalam bahasa Cina disebut Ruoshui) merupakan fitur geografi yang banyak disebut dalam karya sastra mitos negeri Cina, seperti "the Warring States". Disebut demikian karena tidak ada yang bisa mengapung di dalamnya (Hawkes: 1985, 2011).

Pada gambar peta di bawah ini, dapat kita lihat kota Wenxian diapit oleh dua sungai. di sebelah selatannya terdapat Sungai Kuning (Yellow River) sementara di sebelah utaranya terdapat sungai Qinhe (Qinhe River). Mungkinkah yang dimaksud sebagai "air lemah di utara" dalam "Sutra of Samantabhadra" adalah sungai Qinhe ini?

Kota Wenxian hari ini. di selatannya ada Yellow river, dan diutaranya ada Qinhe river. (sumber: googlemap)
Kota Wenxian hari ini. di selatannya ada Yellow river, dan diutaranya ada Qinhe river. (sumber: googlemap)

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana sehingga Sima Lingji tiba-tiba muncul di Tana Luwu (Sulawesi Selatan)? untuk menjawab pertanyaan ini, saya akan kembali mengulas cerita Lontara tentan Simpurusiang.

Dalam Lontara diceritakan suami Simpurusiang bernama Patianjala. Kemunculan keduanya (Simpurusiang dan Patianjala) diungkap menggunakan bahasa ungkapan yang persis sama dengan yang disematkan pada Batara Guru dan We Nyili Timo'. Yaitu: Manurungnge ri pettung, riaseng simpurusiang. Tompoe ri busa empong, riaseng patiangjala Iyana siala najaji Anakaji. Kurang-lebih terjemahan bebasnya: Yang muncul dari bambu dinamakan simpurusiang, Yang muncul di busa air dinamakan patiangjala. Mereka kawin, lantas lahir lah Anakaji.

Dari hal ini, bisa saja timbul penafsiran bahwa pertemuan mereka (simpurusiang dan Patianjala) terjadi setelah simpurusiang melakukan suatu pelayaran melalui lautan. Terlebih lagi, ada sumber yang mengatakan bahwa Patianjala ini merupakan seorang satria dari masyarakat laut bajou.

Demikianlah, saya berasumsi bahwa kedatangan Sima Lingji atau Ratu Sima atau Simpurusiang ke Tana Luwu adalah karena pernikahannya dengan Patianjala yang merupakan satria bangsawan suku Bajou yang berasal dari tana Luwu. 

Dalam banyak kisah disebutkan juga Suku Bajau terkenal sebagai "bajak laut" yang banyak menjarah wilayah Indo Cina di masa kuno. Bahkan terdapat dalam kronik cina kisah tentang keberanian orang Bajou membunuh gubernur di wilayah Indo Cina karena dianggap tidak jujur.

Bahkan yang lebih menarik lagi karena pada abad ke 17, Nama Li Dan adalah nama seorang bajak laut terkenal yang menguasai perairan Laut Cina Selatan, dan disegani armada laut Belanda dan Inggris.

Terkait bajak laut Li Dan, dalam buku The History of Taiwan, Profesor Xiaobing Li mengungkap sebagai berikut....

kutipan tentang Li Dan dari buku The History of Taiwan (dokumen pribadi)
kutipan tentang Li Dan dari buku The History of Taiwan (dokumen pribadi)

Li Dan, juga dikenal sebagai Yan Siqi (Yen Ssu-chi), tumbuh dewasa di Fujian dan menjadi penyelundup, berdagang secara ilegal di Taiwan, dan juga memimpin sekelompok perompak Tiongkok di sepanjang pantai Fujian. Selain itu, ia menjadi seorang Kristen di Manila dan mengambil nama Eropa baru, Andrea Dit tis. 

Dia memberi pedagang Cina barang-barang Cina dan Jepang yang tidak tersedia untuk orang Eropa. Barang dagang Cina termasuk porselen, sutra, dan teh. Sebagai pedagang tidak resmi, Li dan kelompoknya menjadi pemasok utama bagi perdagangan Belanda-Cina. "Kapten Cina," sebagaimana orang Eropa menyebutnya, menjadi populer di kalangan orang Barat. 

Pada 1624, Li Dan mendirikan kerajaan bajak laut dagangnya di Taiwan. Meskipun Belanda tahu "Kapten Cina," mereka curiga dengan niatnya selama perselisihan Cina-Belanda. Li menyarankan kompromi bahwa armada Belanda meninggalkan Penghu, dan pemerintah Fujian mengizinkan Belanda menggunakan "Tayowan" (Taiwan) untuk berdagang dengan China...

Demikianlah, jika saja keseluruhan uraian saya terkait perjalanan Sima Lingji, Ratu Sima atau Simpurusiang ini benar adanya, maka saya ingin katakan bahwa ini adalah kisah nyata tentang perjalaan hidup seseorang yang "PALING EPIC" ... - terlahir dari garis keturunan bangsawan tinggi -  lalu menjadi permaisuri kaisar di usia belia - lalu dalam sekejap hidupnya berbalik, orang tua dan seluruh keluarganya terbunuh, dan gelar bangsawannya dicabut menjadi orang biasa - lalu setelah itu hidup terlunta-lunta - lalu nasib mempertemukannya dengan satria bangsawan dari bangsa laut Bajou yang terkenal heroik - lalu dinobatkan menjadi ratu, dan menjadi cikal bakal lahirnya dinasty sailendra yang berkuasa di wilayah Nusantara dan wilayah sekitarnya hampir mencapai masa 200 tahun.

berdasarkan hal ini, saya cukup yakin jika "Sima Lingji, Ratu Sima atau Simpurusiang" adalah sosok Chakravartin sekaligus Bodhisattva yang dimaksudkan dalam ramalan Buddha Sakyamuni. "She is the real Chakravartin"!

Demikian ulasan ini, semoga bermanfaat. Salam
Bagi yang berminat membaca tulisan saya lainnya, bisa melihatnya di sini: kompasiana.com/fadlyandipa
Fadly Bahari, Pare-Kediri, 26 Januari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun