Kesamaan bentuk kata Lanra atau landra, dengan kata lenra atau lendra (dalam nama Sai-lendra) dapat kita lihat dengan memperbandingkan makna dari kata tersebut, yakni: tempa atau tampa.Â
Dalam bahasa Indonesia kata "tempa" kita ketahui adalah kata kerja untuk aktivitas "mengetuk" atau "memukul" yang pada umumnya kata ini digunakan pada kegiatan pandai besi.Â
Sementara kata "tampa" dalam Bahasa Tae' adalah sebutan untuk kegiatan merontok bulir padi dengan cara memukul-mukul. varian lain dari kata tampa dalam Bahasa Tae' adalah "tambak" dan "sambak" - semua kata ini pada prinsipnya sinonim.
Jadi variasi bentuk kata "lanro", "lanra" dengan "lenra", atau "tampa" dengan "tempa" bisa kita asumsikan muncul karena adanya variasi aksen semata.Â
Hal menarik lainnya adalah kata "landa" yang menunjukkan adanya kesamaan pula dengan kata "Lanro", "lanra" ataupun"lenra".Â
Perubahan fonetis antara r dan d pada kata lanra dan landa, bisa dikatakan fenomena umum yang contohnya banyak dapat kita temukan. Misalnya Kdaton dengan kraton, padang dengan parang, datu dengan ratu, dan masih banyak lagi.
Jika kita mencermati makna kata "landa" dalam penggunaanya pada masa sekarang, kita dapat melihat jika kata "landa" umumnya digunakan pada bentuk kalimat yang menjelaskan situasi, seperti: ia dilanda rasa rindu; atau, badai melanda wilayah tersebut. Dari kedua kalimat ini, kata "dilanda" dan "melanda" bisa dikatakan juga bermakna "dihantam" ataupun "ditimpa" - yakni kata yang pada prinsipnya adalah situasi yang terjadi dalam kegiatan menempa besi.
Kesimpulannya, makna "Sailendra" jika ditinjau dalam perspektif Bahasa Tae', secara literal bermakna "datang menempa" (sai=datang; lendra=menempa), dan secara figuratif dapat dimaknai: "datang atau hadir membentuk" atau pun "datang atau hadir membangun".
Demikianlah, melalui peninjauan menggunakan Bahasa Tae', nama "Sailendra" dan "Dapunta" dapat kita ketahui makna sesungguhnya.
Hal ini pada sisi lain, dapat menjadi dasar kuat untuk hipotesis bahwa yang selama ini oleh para sejarawan disebut sebagai "bahasa melayu kuno" besar kemungkinannya adalah "Bahasa Tae".
Contoh lain, kata "Rakai" yang dalam banyak prasasti digunakan untuk menyebut penguasa daerah tertentu di masa keluarga Sailendra berkuasa, seperti Rakai Panangkaran, Rakai Warak, Rakai Watuhumalang, Rakai Garung, dan masih banyak lagi, - sesungguhnya terdapat pula dalam Bahasa Tae'.Â