Lamanya penyidikan polisi dan berbelit-belitnya pernyataan polisi pada kasus Kopi Beracun Sianida membuat semakin lama semakin banyak orang tidak yakin bahwa Jessica adalah pembunuh Mirna.
Bila kita membaca komentar-komentar pembaca di Detiknews dalam beberapa hari terakhir, setiap ada pernyataan Kombes Krisnha Murti yang menjadi berita, selalu saja ramai dengan komentar-komentar yang membullynya. Begitu juga dengan Ayah Mirna yang terkesan lama-lama ingin berlagak jadi artis dan sangat enjoy bila diwawancarai wartawan. Semakin banyak orang yang mencibir Darmawan Salihin (Ayah Mirna) dibanding yang membelanya.
Orang-orang heran kenapa Darmawan begitu getol sering datang ke Polda Metro Jaya dan setelah itu terlihat “sangat-berbahagia” ketika diwawancarai wartawan. Begitu juga dengan suami Mirna dan kembaran Mirna yang pada saat Mirna meninggal hanya diam membisu, belakangan ini mulai ikut-ikutan Ayahnya bersuara keras di media bahwa Jessica memang bersalah. Tiga orang dari keluarga Mirna bersatu-padu berbicara di media bahwa Jessica adalah tukang bohong.
Kenapa jadi dramatis begitu? Keanehan lainnya juga tiba-tiba Pengacara Jessica mendapat “serangan” dari seseorang di Surabaya atas kasus lamanya (kasus 3 tahun yang lalu). Mirip-mirip kasus-kasus Novel Bawesdan, Bambang Widjojanto dan Abraham Samad.
Mengapa semakin melebar begini pemberitaannya? Mungkin ada sesuatu dibalik semua ini? Siapa yang tahu.
SEJAK AWAL KASUS MIRNA MEMANG ANEH
Sangat-sangat banyak keanehan-keanehan yang menyertai Kasus Kopi Beracun Mirna ini. Mari kita tengok kembali ke belakang kronologisnya.
1.Berita pertama tanggal 7-8 januari 2016 di berbagai media adalah Seorang wanita muda tewas setelah meminum Es Kopi Vietnam. Semua orang terkejut dan menduga bahwa wanita muda itu mungkin punya riwayat penyakit yang berat.
2.Berita berikutnya keterangan dari dokter Klinik yang pertama menangani korban yaitu dr. Joshua memastikan koraban tidak mengalami gejala keracunan. Tidak ada tanda muntah maupun keluar air seni. Denyut nadi 80 kali/menit. (masih terhitung normal). Sayangnya dr.Joshua hanya 5 menit menangani korban karena suami korban meminta pasien dibawa ke RS Abdi Waluyo. k
3.Cukup aneh suami Mirna ini. Mengapa tidak membiarkan dr.Joshua menangani Mirna dengan baik dulu. Kalau toh sang dokter kesulitan maka dia akan merujuk ke RS terdekat yang lengkap peralatannya. Mengapa dr.Joshua hanya boleh memeriksa Mirna hanya 5 menit?
4.Akhirnya Mirna meninggal setelah sampai di RS Abdi Waluyo. Cukup aneh lagi, RS Abdi Waluyo tidak mau memberitahu media kapan (jam berapa) korban meninggal dan apa saja langkah medis yang dilakukan dan apa penyebab meninggalnya korban. Jessica dan Hani ikut mengantar korban ke Klinik dr Joshua dan mengantar pula sampai RS Abdi Waluyo. Jessica pulang dari RS sekitar pukul 10 malam.
5.tanggal 6 malam hingga tanggal 8 januari malam keluarga sudah menerima kenyataan bahwa Mirna sudah tidak ada. Keluarga menolak otopsi yang ditawarkan oleh Polisi.
6.tanggal 7 januari polisi datang ke Café Olivier meminta keterangan 5 orang saksi dan meminta rekaman CCTV. Tanggal 8 polisi memeriksa Café tetapi belum melakukan Olah TKP.
7.tanggal 9 januari Kapolsek Tanah Abang AKBP Jefri Siagian mengatakan dari CCTV belum ada yang mencurigakan. Café juga sudah buka untuk umum. Di sisi lain, Tanggal 9 itu juga Mirna diotopsi dan setelah itu dimakamkan di Bogor. Keluarga Mirna akhirnya bersedia /mengiklaskan korban diotopsi sesuai permintaan polisi.
8.tanggal 10 Dirkrismum Polda Metro Jaya mengabarkan dari 3 sampel kopi yang dibawa dari café Olivier salah satunya mengandung sianida. Pertanyaan besarnya Kapan sebenarnya sample kopi dibawa polisi dari Café Olivier? Kemungkinan besar paling cepat tanggal 7 Januari barulah polisi mendapatkan sample kopi tersebut. Polisi meminta sample kopi dari Café Olivier dan menurut pemilik Café bekas kopi Mirna sudah dia cicipi bersama Bar tendernya. Pemilik café merasa lidahnya kebas sementara bar tender sampai muntah-muntah. Jadi kopi yang diminum Mirna ini rupanya sudah diutak-atik oleh pihak Café sebelum diserahkan ke polisi. Maksud diutak-atik disini adalah dipindahkan dari meja TKP ke dapur Café dan dicoba untuk dicicipi oleh pihak café. Dan selanjutnya barulah diserahkan ke polisi. (Mudah-mudahan Kopi yang diminum Mirna tidak tertukar dengan kopi lainnya).
9.tanggal 11 Januari barulah Polisi melakukan Olah TKP di Café Olivier. Itu berarti 5 hari setelah kejadian barulah TKP diperiksa dengan teliti. Bisa disimpulkan dalam 5 hari tersebut bisa saja ada bukti-bukti yang seharusnya masih ada tetapi sudah tercemar/ sudah raib.
10.tanggal 12 januari keluar pernyataan dari Puslabfor polisi bahwa hasil forensic menemukan lambung korban terluka. Ada sianida 3,75 mg di lambung korban. Dipastikan polisi bahwa kopi yang diminum Mirna mengandung 15 gram Sianida. Kopi ini kalau diminum orang lain bisa menewaskan 20-25 orang. Ini cukup aneh karena berdasarkan literature kedokteran 1 gram sianida yang dilarutkan bisa membunuh orang dalam 30 menit. Nah kalau 15 gram yg dilarutkan kemungkinan besar korban akan tewas dalam 10 menit. Faktanya korban meninggal 1 jam kemudian. Entahlah salah literaturenya mungkin.
Sepuluh poin itu barulah keanehan awal. Tetapi dari sepuluh poin itu saja sudah menimbulkan banyak asumsi-asumsi public. Asumsi itu terjadi karena dua hal antara lain bagaimana sikap polisi terhadap pemilik Café Olivier yang “sangat bersahabat” dan keanehan (perubahan) sikap dari Darmawan Salihin. Kita mulai dulu dengan Café Olivier.
BISA DIDUGA CAFÉ OLIVIER PUNYA BANYAK PESAING BISNIS
Sejak awal kalau memang Mirna adalah korban Pembunuhan menggunakan Sianida maka pertanyaannya, mengapa yang jadi korban adalah orang biasa? Apa salah Mirna, wanita muda yang bukan merupakan orang penting? Umumnya pembunuhan dengan racun Sianida itu dilakukan dengan motif politik atau persaingan bisnis tingkat tinggi.
Pertanyaan berikutnya , kalau memang Jessica yang membunuh Mirna, betapa bodohnya Jessica membunuh orang didepan umum? Jessica orang mampu dan sudah 4 tahun tinggal di Australia. Kalau memang niat mau membunuh Mirna maka Jessica bisa saja menyewa pembunuh bayaran untuk itu.
Pertanyaan-pertanyaan itu akhirnya membuat orang mulai ragu bahwa Jessica membunuh Mirna. Jangan-jangan Mirna adalah korban salah sasaran. Ada kemungkinan target kejadian adalah menghancurkan bisnis Café Olivier.
Grand Indonesia adalah Mall yang paling strategis di Jakarta dan paling elit. Café Olivier terletak di pintu masuk sisi barat mall mewah ini. Hanya ada 2 Café di pintu masuk mall tersebut. Tetapi posisi Café Oliver lebih strategis dan berada di Hook area pintu masuk Mall megah ini sehingga sangat strategis.
Sudah rahasia umum bahwa posisi usaha di mall-mall mewah selalu menjadi rebutan para pengusaha besar. Kabar dari pengelola Grand Indonesia, Café Olivier sudah mengontrak posisi itu hingga 5 tahun ke depan. Kondisi ini tentu membuat banyak pengusaha besar yang iri hati dan memiliki obsesi untuk menggeser/ menghancurkan usaha Café Olivier.
Kemudian bila melihat penyidikan polisi yang begitu lambat mengambil sample kopi, melakukan Olah TKP dan tidak memasang Police Line (Café tetap buka selama penyidikan). Seolah-olah polisi sangat melindungi kepentingan bisnis pemilik Café. Polisi juga dengan mudah menuduh Jessica yang membunuh Mirna.
Faktanya polisi setelah sebulan berlalu belum juga punya bukti otentik bahwa Jessica yang menaruh racun tersebut di kopi Mirna. Polisi tidak berani mengungkap rekaman CCTV ke public dan polisi tidak mampu menjelaskan motif pelaku. Ini sangat mengherankan.
Padahal bisa saja bukan Jessica yang meracuni Mirna dengan salah satu asumsi bahwa Kejadian itu adalah Korban salah sasaran yang sebenarnya tujuan pembunuh sebenarnya hanya untuk menghancurkan usaha Café Olivier.
AYAH MIRNA JUGA MULAI TERKESAN ANEH DAN MEMAKSA.
Sekarang kita focus ke Darmawan Salihin. Ternyata sekitar tanggal 16-18 januari 2016 mulai beredar transkrip percakapan 3 pihak yaitu diduga Ayah Mirna, Penyidik Polisi dan Pemilik Café dan pegawai café. Rupanya percakapan ini terjadi pada saat Polisi melakukan Olah TKP di Café Olivier pada tanggal 11 Januari 2016.
Dalam transkrip itu sangat jelas Ayah Mirna sudah menuduh Jessica sebagai Pelaku yang menaruh racun. Pemilik Café dan pegawai Café juga dalam transkrip itu tendensius menyalahkan Jessica. Pemilik café menjelaskan kronologis kejadian dengan cermat sekali dan tidak ada yang berbeda sedikitpun dengan rekaman CCTV. Kemungkinan besar pada saat rekaman CCTV diserahkan ke polisi tanggal 7 Januari sebelumny, selama 4 hari itu pemilik Café menonton copyan rekamannya sehingga hapal kronologis peristiwa.
Darmawan Salihin dalam percakapan itu juga sudah menyebut soal Lesbi dan terkesan mengendalikan cara –cara Penyidik memeriksa saksi maupun mencari bukti-bukti di Café tersebut.
Kabar selanjutnya di media-media memberitakan Darmawan telah pasrah menyerahkan kasus ini kepada polisi dan yakin polisi bisa mengusutnya. Tetapi anehnya setelah tanggal 20 Januari hingga beberapa hari berikutnya berkali-kali Darmawan Salihin meluapkan emosinya ke Media. “Pokoknya kalau bukan Jessica pasti tukang Kopi”. “Yang membelikan Kopi sebenarnya Siapa?” dan lain-lainnya. Begitulah ucapan-ucapan ayah Mirna pada tanggal 20 januari hingga 26 januari.
Ada kesan kuat, Ayah Mirna sudah tidak sabar agar Jessica segera dijadikan Tersangka dan segera diajukan ke Pengadilan.
Akhirnya tanggal 30 Januari Jessica resmi menjadi Tersangka. Dan setelah itu kembali ayah Mirna semakin intens mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang memastikan Jessica adalah pembunuh Mirna. Jessica itu tukang bohong, Jessica itu Lesbi dan lain-lainnya. Dan di ILC kemarin ayah Mirna menyebut ada percakapan Whatsapp antara Mirna dan Jessica dimana Jessica minta dicium oleh Mirna. Kesimpulan ayah Mirna, Jessica Lesbi dan meracuni Mirna karena cemburu/ tidak iklas Mirna menikah dengan Arief.
Keanehan sikap Darmawan Salihin juga diikuti perubahan sikap Arief (Suami Mirna) dan kembaran Mirna. Mereka berdua menyatakan ke media (menegaskan) bahwa semua yang diucapkan oleh Jessica adalah bohong semua.
Perubahan sikap keluarga Mirna ini akhirnya membuat orang mulai menaruh perhatian pada mereka. Tadinya mereka menolak Mirna diotopsi. Tetapi setelah diotopsi mereka berbalik menuduh Jessica yang meracuni. Mereka sangat yakin Jessica pelakunya. Padahal polisi sendiri tidak yakin dan belum memiliki bukti otentik bahwa Jessica yang menaruh racun itu.
Keanehan sikap keluarga Mirna ini kemudian menimbulkan orang berprasangka jangan-jangan ada kerugian bisnis ataupun kepentingan bisnis terkait kematian Mirna. Keluarga Mirna ini keluarga yang cukup berada. Darmawan memiliki banyak usaha dengan 600 karyawan. Kakak Darmawan adalah Wakil Direktur Bank Panin. Benarkah ada kaitan kepentingan bisnis dengan kematian Mirna?
KOMNAS HAM MENANTANG POLISI USUT BISNIS DERMAWAN
Bukan hanya orang awam ataupun public yang heran dengan sikap ayah Mirna ini. Komisioner Komnas HAM juga merasa ada yang aneh pada Dermawan Salihin. Keanehan Siane Indriyani (Komisioner Komnas HAM) memuncak ketika Dermawan Salihin berbicara di acara ILC TvOne yang lalu.
"Dharmawan sering ungkap hal-hal yang tidak boleh diketahui. Puncaknya di acara ILC. Itu bentuk kehakiman yang luar biasa. Meski dia ayah dari korban, tapi kita menyayangkan kejadian terhadap Mirna," kata Komisioner Komnas HAM Siane Indriani, dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/2/2016).
Siane pun menduga adanya persaingan bisnis yang saat ini tengah digeluti Dharmawan itu yang melatarbelakangi pembunuhan Mirna. "Tidak mungkin pelaku dan targetnya orang biasa, apakah ada persaingan bisnis? Harusnya Dharmawan jujur lah," ujar dia.
Komisioner Komnas HAM ini kemudian berharap agar Polisi berani mulai melakukan pengusutan pada bisnis Dermawan Salihin.
Kini semuanya kembali pada polisi. Kalau memang Jessica tidak terbukti bersalah maka Polisi harus mengusut persaingan bisnis Café Olivier dan persaingan bisnis keluarga Salihin.
Demikian.
Sumber :
Tulisan Terdahulu :
Sumber lain : Tempo.co dan Detiknews.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H