Selanjutnya meskipun sudah dalam posisi menduga keras Jessica  adalah Tersangka tetapi ternyata polisi  malah membuka Hotline ke masyarakat dengan harapan ada masukan dari masyarakat tentang riwayat Jessica dan teman-temannya.  Polisi juga kembali memeriksa tempat kejadian Café Olivier.
Sampai disini kalau bisa disimpulkan polisi sebenarnya sudah kehilangan jejak. Terlalu yakin di awal kejadian sehingga tidak bisa maksimal melakukan penyidikan. Poin ini bisa dilihat dari (kalau tidak salah) tidak adanya Police Line di Café tersebut paska kejadian tersebut. Café Olivier keesokan harinya buka seperti biasa seperti tidak pernah ada kejadian sebelumnya. Ini  krusial karena  umumnya penyidikan yang namannya TKP biasanya steril sampai penyidikan selesai. Kemungkinan besar pada hari pertama kejadian polisi sudah sangat yakin Jessica tersangkanya sehingga tidak membuat Polisi Line. Padahal bisa saja masih tersisa barang bukti lainnya di TKP  yang belum ditemukan sementara  keesokan harinya café tersebut sudah buka (sudah banyak orang lalu lalang di TKP).
Perjalanan lebih lanjut Polisi tidak kunjung juga menetapkan Jessica sebagai Tersangka. Kemungkinan memang tidak ada alat bukti yang benar-benar kuat. Sebelumnya sempat Dirkrismum Kombes Krisnha Murti mengatakan sudah 4 alat bukti tetapi herannya tidak berani menetapkan Tersangka. Kemungkinan besar statement itu hanya perang psikologis ke kubu Jessica.
Polisi juga sudah  menjadi sorotan  masyarakat sejak tanggal 26 januari ketika janji-janji Krisnha Murti  untuk menetapkan Tersangka ternyata beberapa kali meleset. Terakhir KM  sudah menjnjikan akan menetapkan Tersangka setelah gelar perkara dengan Kejaksaan pada tanggal 26 Januari. Tetapi ternyata kabarnya Kejaksaan meminta polisi melengkapi berkas perkaranya dulu.
Selanjutnya  media memberitakan Polisi memanggil beberapa pakar Psikolog untuk memberikan keterangannya. Dari poin itu kemudian Polisi kembali ke Kejaksaan untuk berkoordinasi tentang perkara (tadi malam tanggal 26 Januari 2016) hingga akhirnya pagi ini menetapkan Jessica menjadi Tersangka.
SUBJEKTIVITAS PENYIDIK SEBAGAI FAKTOR TERKUAT PENANGKAPAN Â TERSANGKA
Kita memang nggak tahu pasti prosedur penetapan Tersangka oleh Polisi kita. Yang kita tahu polisi bisa menetapkan seseorang menjadi Tersangka bila mendapati 2 alat bukti yang kuat. Tetapi ternyata masih ada factor lainnya yaitu Pandangan umum dari Penyidik yang menyelidiki kasus tersebut. Bila suatu kasus dipandang oleh Penyidik sudah ada seseorang yang diduga Tersangka ditambah  1 bukti dan ada 2 saksi maka Penyidik boleh menetapkan seseorang untuk menjadi Tersangka.
Selanjutnya juga  ternyata Penyidiklah yang  punya wewenang melakukan penangkapan kepada Tersangka tergantung apa pandangan penyidik. Ini yang terjadi dengan Jessica. Jessica tidak dipanggil tetapi ditangkap (dijemput). Padahal  kemarin-kemarin Jessica sangat kooperatif bila dipanggil polisi. (jadi teringat Kasus Bambang Widjojanto yang ditangkap oleh Bareskrim Polri).
Dan soal penangkapan  Jessica itu ketika dikonfirmasi ke Kapolda Metro Jaya, maka jawabannya kurang lebih :
"Itu kan subjektif penyidik, mau dipanggil boleh, mau ditangkap boleh. Mungkin penyidik perlu ada kecepatan," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian di GOR Sumantri Bojonegoro, Jakarta Selatan, Sabtu (30/1/2016). Irjen Tito menjawab pertanyaan mengapa Jessica sampai perlu ditangkap.
"Kalau dipanggil nanti dia nggak datang, harus menunggu dua hari, panggil lagi. Nggak datang lagi, dua hari lagi. Soal alat bukti, barang bukti lain mungkin sudah disingkirkan atau berbagai macam sehingga kewenangan hukum memberikan sepenuhnya kepada subjektif penyidik untuk menentukan dia mau memanggil, dia mau menangkap," ulas Tito.