Mohon tunggu...
FADLI AWALUDIN
FADLI AWALUDIN Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Klitih di Klaten: Representasi Kenakalan Remaja dan Upaya Pencegahannya

8 Desember 2024   14:15 Diperbarui: 8 Desember 2024   14:16 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Klitih di Klaten: Representasi Kenakalan remaja dan Upaya Pencegahannya

Saat ini remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan dan dimasa itu terjadi pertumbuhan dan perkembangan buat membangun jati dirinya. Namun pada proses pendewasaan ini pergaulan dam lingkungan menjadi pengaruh utama sehingga tak jarang muncul beberapa perbuatan kriminal (Jasman, 2018)

Fenomena klitih, yang kini menjadi perhatian serius masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Klaten, merupakan representasi nyata dari kenakalan remaja yang berujung pada tindakan kriminal. Aksi yang awalnya dikenal sebagai "jalan-jalan tanpa tujuan" ini telah bergeser menjadi bentuk kekerasan fisik dan psikologis yang meresahkan masyarakat. Dalam artikel ini, kita akan membahas fenomena klitih secara mendalam, faktor-faktor penyebabnya, dan langkah-langkah pencegahan yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini.

Secara tradisional, istilah "klitih" berasal dari bahasa Jawa, yang berarti kegiatan berkeliaran tanpa tujuan atau sekadar mencari hiburan. Namun, dalam perkembangan sosial, istilah ini mengalami perubahan makna yang signifikan. Klitih kini sering digunakan untuk menggambarkan aksi kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok remaja, seperti menyerang orang lain tanpa alasan jelas, merampas barang, atau bahkan melakukan perusakan.

Di Klaten, seperti di banyak daerah lain, fenomena klitih sering terjadi pada malam hari. Pelaku biasanya adalah remaja yang bergerombol dan memilih korban secara acak. Tindakan ini tidak hanya menimbulkan rasa takut, tetapi juga menciptakan trauma fisik dan mental bagi para korban.

Fenomena klitih tidak muncul begitu saja. Ada banyak faktor yang memengaruhi munculnya perilaku ini, baik dari individu maupun lingkungan. Berikut adalah beberapa penyebab utama: Lingkungan yang kurang kondusif, seperti kawasan dengan tingkat kriminalitas tinggi atau kelompok pertemanan yang permisif terhadap kekerasan, menjadi salah satu faktor pendorong perilaku klitih. Remaja yang sering melihat atau mengalami kekerasan cenderung menganggap hal itu sebagai sesuatu yang wajar. Selain itu, Remaja berada pada fase di mana mereka cenderung mencari pengakuan dari teman sebaya. Tekanan kelompok dapat memaksa mereka untuk melakukan tindakan yang sebetulnya bertentangan dengan nilai-nilai moral yang diajarkan di rumah. Keluarga juga memegang peran penting dalam pembentukan karakter anak. Namun, kurangnya perhatian dari orang tua, entah karena kesibukan atau konflik internal, dapat membuat anak merasa diabaikan dan mencari pelarian di luar rumah. Media sosial juga menjadi pemicu signifikan. Konten-konten yang mempromosikan kekerasan atau gaya hidup negatif dapat memengaruhi pola pikir remaja. Bahkan, beberapa kasus klitih dipicu oleh tantangan atau provokasi yang muncul di media sosial.

Klitih sebagai Representasi Kenakalan Remaja

Fenomena klitih adalah salah satu bentuk kenakalan remaja yang kompleks. Tindakan ini mencerminkan adanya keresahan, pemberontakan, atau keinginan untuk menunjukkan eksistensi diri yang tidak tersalurkan dengan baik. Dalam konteks yang lebih luas, klitih menunjukkan adanya celah dalam pembentukan karakter generasi muda, baik dari aspek keluarga, pendidikan, maupun lingkungan sosial.

Fenomena ini juga mencerminkan perubahan nilai dalam masyarakat. Ketika norma-norma sosial yang positif semakin tergerus oleh perkembangan teknologi dan budaya konsumerisme, banyak remaja yang kehilangan arah. Mereka cenderung mencari identitas melalui tindakan-tindakan ekstrem yang justru merugikan diri sendiri dan orang lain.

Dampak Klitih pada Masyarakat

Klitih membawa dampak yang serius, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan:

Rasa tidak aman bagi masyarakat

Klitih menciptakan ketakutan dan kecemasan di kalangan masyarakat, terutama mereka yang harus bepergian pada malam hari. Warga merasa tidak nyaman bahkan di ruang publik, yang seharusnya menjadi tempat aman untuk beraktivitas. Rasa tidak aman ini dapat memengaruhi kualitas hidup, menurunkan rasa percaya terhadap lingkungan sekitar, dan menciptakan suasana penuh kewaspadaan yang tidak sehat.

Trauma psikologis bagi korban 

Korban klitih, baik langsung maupun tidak langsung, sering mengalami trauma psikologis yang berkepanjangan. Trauma ini dapat berupa ketakutan untuk keluar rumah, rasa was-was saat bertemu dengan orang asing, hingga gejala stres pasca-trauma (PTSD). Hal ini tidak hanya memengaruhi korban, tetapi juga keluarga mereka, yang merasa khawatir akan keselamatan orang-orang yang mereka cintai.

Stigma Negatif terhadap geenerasi muda

Klitih, yang sebagian besar dilakukan oleh remaja, menciptakan stigma negatif terhadap generasi muda. Remaja secara umum dapat dianggap tidak bertanggung jawab atau rawan melakukan tindakan negatif, meskipun tidak semua dari mereka terlibat. Hal ini dapat memperburuk hubungan antara generasi muda dan masyarakat dewasa.

Upaya Pencegahan Klitih

Mengatasi klitih memerlukan pendekatan yang menyeluruh. Berikut adalah beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan:

1. Peran Keluarga

Keluarga adalah lingkungan pertama yang membentuk karakter anak. Orang tua perlu memberikan perhatian lebih kepada anak-anak mereka, baik dalam bentuk komunikasi yang terbuka maupun pengawasan yang ketat. Memberikan teladan yang baik dan menanamkan nilai-nilai moral sejak dini sangat penting untuk mencegah perilaku negatif.

2. Pendidikan Karakter di Sekolah

Sekolah harus menjadi tempat di mana remaja belajar tentang nilai-nilai moral, empati, dan tanggung jawab. Kurikulum yang berfokus pada pendidikan karakter dapat membantu membentuk kepribadian yang lebih baik. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler dapat menjadi sarana bagi siswa untuk mengembangkan bakat dan minat mereka secara positif. (Abas,2021)

3. Penegakan Hukum yang Tegas

Aparat keamanan perlu bertindak tegas terhadap pelaku klitih untuk memberikan efek jera. Namun, penting untuk diingat bahwa pendekatan ini harus diimbangi dengan rehabilitasi bagi pelaku yang masih di bawah umur agar mereka dapat kembali ke masyarakat dengan sikap yang lebih baik.

4. Penyediaan Fasilitas dan Kegiatan Positif

Pemerintah daerah dapat menyediakan fasilitas olahraga, seni, atau pelatihan keterampilan untuk remaja. Hal ini dapat membantu mereka mengalihkan energi ke aktivitas yang lebih bermanfaat.

5. Kampanye Anti-Klitih

Meningkatkan kesadaran masyarakat melalui kampanye anti-klitih dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman. Kampanye ini dapat dilakukan melalui media sosial, seminar, atau kegiatan komunitas.

6. Pengawasan Media Sosial

Orang tua dan pihak berwenang perlu lebih aktif dalam memantau aktivitas remaja di media sosial. Memberikan edukasi tentang bahaya konten negatif dan cara menggunakan media sosial secara bijak adalah langkah penting untuk mencegah pengaruh buruk.

Kesimpulan

Klitih di Klaten bukan hanya sekadar masalah kriminal, tetapi juga mencerminkan tantangan sosial yang lebih besar. Fenomena ini menunjukkan pentingnya peran keluarga, pendidikan, dan masyarakat dalam membentuk karakter generasi muda.

Upaya pencegahan harus melibatkan semua pihak, mulai dari keluarga, sekolah, hingga pemerintah. Dengan pendekatan yang holistik dan konsisten, diharapkan klitih dapat diminimalisir, dan remaja Indonesia dapat tumbuh menjadi generasi yang lebih positif, produktif, dan bertanggung jawab.

Mari bersama-sama mengambil langkah untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi generasi muda. Karena masa depan bangsa terletak di tangan mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Basri, A. Said Hasan (2015) FENOMENA TAWURAN ANTAR PELAJAR DAN INTERVENSINYA. Hisbah : Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol.12 (No.1). pp. 1-25. ISSN 1412-1743

Abas M (2021) UPAYA PENANGGULANGAN TERJADINYA TAWURANANTAR PELAJAR ( STUDI KASUS DI KABUPATEN KARAWANG). PROSIDING KONFERENSI NASIONAL. E-ISSN : 2798-2580

Meisyifa Triandiva Pendekar: Jurnal Pendidikan Berkarakter 6 (1), 11-16, 2023

Jasman, R. (2018). Pengaruh lingkungan dan pergaulan terhadap kenakalan remaja. Jurnal Psikologi Remaja, 3(1), 12-20.  

 Nugroho, B. (2020). Fenomena klitih dan dampaknya terhadap masyarakat perkotaan. Jurnal Kriminologi Indonesia, 7(3), 98-110.  

Susanti, A. (2019). Peran media sosial dalam membentuk perilaku agresif remaja. Jurnal Komunikasi dan Sosial, 6(1), 34-50. 

Wijaya, T. (2022). Pola asuh keluarga dan pembentukan karakter remaja. Jurnal Sosiologi Pendidikan, 8(4), 78-91.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun