Mohon tunggu...
GoneGone
GoneGone Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tukang Ketik

Menulis, Membaca, Berpetualang dan Bercinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Laki-Laki Itu Anjing!

1 Februari 2023   14:40 Diperbarui: 1 Februari 2023   14:54 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ya, memang benar, saya laki-laki yang sangat biasa. Saya tidak kaya, tidak tampan dan juga jauh dari kata mapan. Wajar saja jika sampai sekarang saya masih berstatus jomlo.

Saya tipikal laki-laki yang sulit jatuh cinta. Oh, bukan. Sebenarnya untuk menjatuhkan diri demi cinta tidak sesulit yang saya ungkapkan. Beberapa perempuan pernah menjadi target operasi PDKT, meski selalu saja berakhir dengan kegagalan.

Perempuan zaman sekarang memang terlalu rumit. Jangankan bermimpi mendapatkan yang cantik, yang wajahnya pas-pasan saja sok jual mahal. Saya benci perempuan. Hey tapi bukan berati saya berubah haluan mencintai laki-laki. Sumpah, itu mengerikan! 

Saya benci perempuan. Memang, di awal pertemuan mereka terlihat manis. Ngomong dimanis-manisin, makan dimanis-manisin, ketawa dimanis-manisin, tapi setelah beberapa kali berkencan, apa yang saya dapatkan? Tidak ada tuh yang namanya manis. Bahkan alasan mereka meninggalkan saya yang dimanis-manisin ternyata sangat pahit. "Kamu terlalu baik." Ah, tidak masuk akal, bukan? Lebih baik saya minum kopi tanpa pemanis. Ia memang pahit, tapi ia tidak mengaku-aku manis seperti perempuan. 

Sejak saat itu saya yakin, tidak ada perempuan manis yang benar-benar manis. Mereka pasti punya sisi pahit yang amat. Saya tidak mau memimpikan perempuan manis lagi. Saya mau mencari yang lain. Tidak apa cantiknya biasa, yang penting hatinya baik.

Ya, saya akan mencari perempuan baik. Yang wajahnya baik, matanya baik, hidungnya baik, rambutnya baik, dan yang paling penting; ia harus punya bokong dan payudara yang baik.

Loh kenapa? Meskipun sekarang saya jomlo, tapi saya punya pengalaman yang cukup baik untuk melakukan hubungan intim. 

Loh, kenapa lagi? Wajar dong saya bilang begitu. Laki-laki normal itu laki-laki yang berimajinasi liar. Kami punya fase dimana perempuan telanjang sekelas Britney Spears dan Rin Sakuragi akan bergentayangan selama beberapa menit di dalam khayal.

Mereka melakukan oral yang sangat dramatis. Mereka akan menelan habis keringat dan sperma kami hingga tandas. Begitulah kira-kira absurditas masturbasi yang kami lakukan di kamar mandi.

*

"LAKI-LAKI ITU ANJING!" ungkapnya bermonolog.

Saya berada tepat di belakang seorang perempuan. Dia tidak bisa dimasukkan dalam kategori baik. Maaf-maaf kata nih, penampilannya seperti ... ah, kalau dia tidak boleh dikatakan gila, saya kira pakaian setengah telanjang dan tato unik di punggungnya itu mungkin bisa saya sebut gila.

Saya terus membidik tatapan pada objek antimainstream yang masih terduduk melipat tangan itu. Tebakan saya tidak mungkin meleset, dia tahu kehadiran saya. Perempuan memang senang mencari perhatian dan tentu saja laki-laki suka tantangan. 

Saya putuskan untuk ikut melipat tangan di sebelahnya. Lama sekali kami sama-sama diam menikmati siulan angin. Senja nyaris tertelan malam, tapi masih ada sisa cahaya yang terpendar di atas kulit putihnya. Indah.

Tetiba ia melepas lipatan tangannya lalu membuka mulut, "Apa kamu anjing?"

Saya mengernyit heran. Oke, saya memang tidak tertarik lagi dengan perempuan manis yang penuh kemunafikan, tapi perempuan aneh ini tetap bukan pilihan baik.

"Sepertinya kamu anjing!"

Mendengar kembali kata-katanya, saya ingin membalas. Oh, tidak. Dia seorang perempuan. Bagaimana mungkin saya berdebat dengan perempuan? 

Dalam novel 'My Eternal Edelweiss' yang saya baca di salah satu situs baca online, si penulis menjelaskan bahwa, "Perempuan adalah makhluk yang mulutnya lebih dari satu. Kalau laki-laki ngomong sekata, perempuan bisa balas lebih dari sepuluh kata." dan ada terusannya seperti ini, "Makanya jangan heran kalau laki-laki mudah banget kesurupan setan budek!".

Itu dia jawabannya, lebih baik saya pura-pura budek.

"Heh! Anjing itu punya kuping, dia nggak budek! Anjing macam apa, lo? Dasar anjing!" umpatnya seraya beringsut dari kursi.

Penulis itu benar. Saya bahkan belum berkata apa-apa, dan lihat 'kan? Perempuan itu sudah berbicara lebih dari sepuluh kata. Ajaib!

*

Kan sudah saya bilang, laki-laki itu anjing! Mau dilihat dari depan belakang, kiri dan kanan pun, mereka tetap saja anjing.

Sayangnya tidak semua anjing setia. Dia bisa saja pergi ke kandang anjing betina milik tetangga. Mereka asik berdua. Berdua bertukar cerita. Cerita tentang hal-hal lucu lalu tertawa. Tertawa berdua. Berdua lagi bertukar cerita. Cerita tentang seluk beluk kehidupan masing-masing lalu saling bersuka cita.

Anjing yang terlanjur menyukai anjing betina milik tetangga akan kembali ke rumahnya. Di mana dia akan merasa terpenjara karena rindu mengunjungi kandang anjing punya tetangga. Tetangga yang memelihara si anjing betina itu tidak menahu tahu tentang cerita murahan anjingnya.

"Itu bukan urusan saya!" pekiknya.

Pagi, siang, sore, dan malam, anjing-anjing itu kembali bercerita. Cerita mereka semakin melebar panjang. Panjangnya mungkin sama seperti masa ketika si anjing betina kesepian karena ditelantarkan pejantannya.

Mereka lagi-lagi berdua. Berdua bertukar cerita. Cerita tentang manis pahit masa lalu yang terlewatkan, lalu saling memendam rasa: penasaran. Penasaran ingin kembali menyelam. Menyelam bersama pada waktu lampau dengan khayal yang sama-sama beda dari sekarang.

Sekarang mereka masih berdua. Berdua bernostalgia, lalu semakin ingin dan ingin berdua, dan akhirnya berdua juga mereka terluka. Lukanya dalam. Dalam keadaan seperti itu pun, sebenarnya cinta telah tumbuh. Tumbuh dan membunuh. Membunuh lebih banyak cinta di sekitarnya.

Sementara, saya adalah anjing jalang. Setiap sore, acapkali saya menghabiskan waktu di taman penuh anjing. Duduk sendiri menikmati sepoi angin yang menyapu debu. Debu itu menempel di antara bulu-bulu tangan, semakin membuat saya kotor. Kotor menurut anjing-anjing yang mengaku dirinya setia adalah dosa. Dosa adalah ketika anjing tak mampu lagi setia.

Setia? Setia pada siapa? Pada pemiliknya? Siapa sebenarnya pemilik anjing? Tuhan kah? Anjing betina kah? Anjing jalang kah? Atau manusia anjing kah?

"Sekali lagi saya tekankan bahwa, kehidupan tidak lebih dari absurditas." Saya mencintai anjing. Anjing mengkhianati saya, dan saya akan mencintainya lagi, begitu seterusnya. Di mana ada anjing, di situ ada kesetiaan. Maksud saya, kesetiaan saya menunggu anjing-anjing lainnya.

"Apakah kamu anjing?" 

Laki-laki berwajah pas-padan yang duduk di samping saya mengernyit heran. Biar saya tebak, dia pasti mengira saya perempuan gila.

"Sepertinya kamu anjing!"

Dia diam saja. Mungkin dia pura-pura tak mendengar. Padahal tinggal jawab saja, "Ya, saya anjing!" dan saya akan mencintainya. Sayangnya, saya tidak suka anjing bisu tuli seperti dia.

"Heh! Anjing itu punya kuping, dia nggak budek! Anjing macam apa, lo? Dasar anjing!" Saya mengumpat seraya beringsut dari kursi. Lupakan soal siapa yang anjing!

*

Perempuan sialan! Semuanya tidak ada yang beres. Si cantik yang setiap tingkahnya dimanis-manisin bisanya cuma meninggalkan jejak pahit. Ketemu perempuan super weirdo di taman tadi, sama saja. Ia memang tidak sok manis, tapi kata-katanya lebih pahit.

Anji. Nama saya Anji, bukan anjing!

Ajing 'kan?! Cuma gara-gara memikirkan perempuan, saya jadi tidak bisa tidur. Ah, sial! Persediaan pil anjing pun tidak ada. Hei, tunggu! Perempuan tadi benar. Ternyata saya anjing. Buktinya saya rutin menelan pil anjing.

***

 11 September 2018/03:00

Cerpen ini terinspirasi dari riwayat chat sama Om Tri Hardiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun