Saya berada tepat di belakang seorang perempuan. Dia tidak bisa dimasukkan dalam kategori baik. Maaf-maaf kata nih, penampilannya seperti ... ah, kalau dia tidak boleh dikatakan gila, saya kira pakaian setengah telanjang dan tato unik di punggungnya itu mungkin bisa saya sebut gila.
Saya terus membidik tatapan pada objek antimainstream yang masih terduduk melipat tangan itu. Tebakan saya tidak mungkin meleset, dia tahu kehadiran saya. Perempuan memang senang mencari perhatian dan tentu saja laki-laki suka tantangan.Â
Saya putuskan untuk ikut melipat tangan di sebelahnya. Lama sekali kami sama-sama diam menikmati siulan angin. Senja nyaris tertelan malam, tapi masih ada sisa cahaya yang terpendar di atas kulit putihnya. Indah.
Tetiba ia melepas lipatan tangannya lalu membuka mulut, "Apa kamu anjing?"
Saya mengernyit heran. Oke, saya memang tidak tertarik lagi dengan perempuan manis yang penuh kemunafikan, tapi perempuan aneh ini tetap bukan pilihan baik.
"Sepertinya kamu anjing!"
Mendengar kembali kata-katanya, saya ingin membalas. Oh, tidak. Dia seorang perempuan. Bagaimana mungkin saya berdebat dengan perempuan?Â
Dalam novel 'My Eternal Edelweiss' yang saya baca di salah satu situs baca online, si penulis menjelaskan bahwa, "Perempuan adalah makhluk yang mulutnya lebih dari satu. Kalau laki-laki ngomong sekata, perempuan bisa balas lebih dari sepuluh kata." dan ada terusannya seperti ini, "Makanya jangan heran kalau laki-laki mudah banget kesurupan setan budek!".
Itu dia jawabannya, lebih baik saya pura-pura budek.
"Heh! Anjing itu punya kuping, dia nggak budek! Anjing macam apa, lo? Dasar anjing!" umpatnya seraya beringsut dari kursi.
Penulis itu benar. Saya bahkan belum berkata apa-apa, dan lihat 'kan? Perempuan itu sudah berbicara lebih dari sepuluh kata. Ajaib!