"Jangan memaksakan diri, Tuan." Terdengar olehnya suara perempuan yang bermalam-malam ini ia nanti. Ia diam, pandangannya tak fokus lagi. Tubuh sintal Bunga berada dalam botol wine yang ia genggam, terlihat lincah menari-nari.Â
"Haha ... aku menemukanmu, kupu-kupuku," gumamnya.
"Ya, Anda menemukan saya, Tuan." Bunga berbisik.
Pria tampan menoleh. "Si-siapa kamu?" tanyanya terbata, ia masih belum yakin yang dilihatnya benar nyata atau hanya imajinasi buatannya saja.
"Raflesia." Bunga mengecup pipi Si Pria Tampan.
"A-aku ... aku ...."Â
Bunga mengupas senyum. "Mari kita basa-basi di rumahmu!" ajaknya, dengan satu kedipan mata yang dihiasi bulu mata palsu.
*
Di sebuah rumah susun lantai tiga, berjejer puluhan pot yang diisi berbagai jenis bunga. Semuanya palsu. Tidak ada satu pun di antaranya yang benar-benar bunga hidup. Dinding-dinding ruangan itu ditempel hiasan kupu-kupu. Dan di atas ranjang besi pucat pasi, Si Pria Tampan sedang asik mengerang. Ia sendiri. Masturbasi.
"Oh, Bungaku ... kupu-kupuku ... kapan kita bisa berjumpa lagi?"Â
Di tempat lain, Bunga sedang menggigil di atas ranjang besi pucat pasi. Sendiri. Mengingat kembali kenangannya bersama Si Pria Tampan, yang mungkin saja masih menunggu atau justru melupakannya seperti pria tampan lain yang biasa berbasa-basi.