Nama saya Elvira. Hidup, bagi saya terasa seperti sebuah lagu milik Andra and The BackBone, begitu sempurna. Tuhan memang terlalu baik. Dia selalu memberikan segala sesuatu yang saya inginkan dengan cepat dan mudah. Â Saya yakin, di luar sana banyak sekali perempuan-perempuan yang iri dengan kehidupan saya. Suami tampan, mapan, mobil dengan harga miliaran, rumah besar dan punya banyak perhiasan. Oya, jangan tanya berapa jumlah tabungan kami, saya bisa dibilang sombong jika menyebutkan angkanya.
Ngomong-ngomong soal anak, saya dan Ernest sengaja menunda kehamilan untuk beberapa tahun ke depan. Alasannya simple, tidak ada! Saya tidak pernah bertanya kenapa, saya juga tidak mau tahu. Lagipula saya tidak suka anak-anak. Mereka adalah asal muasal istri-istri mengalami depresi karena tidak lagi terlihat seksi.
Bagaimana jika saya hamil, melahirkan, menyusui, dan lambat laun kecantikan saya akan berangsur luntur. Teman-teman saya contohnya, mereka sudah berubah jadi tumpukan lemak yang dibalut daster. Ya, karena cuma daster yang cocok untuk menutupi timbunan lemak itu. Kasihan!
Saya tidak mau, saya masih terlalu muda untuk menjadi ibu. Suami saya bilang, saya tidak boleh gendut. Tidak ada celana dalam imut yang bisa dipakai perempuan gendut!
"Sayang, jangan lupa minum obatnya, ya," ucap Ernest dari seberang telepon.
"Kamu sudah makan siang?"Â
"Sepertinya belum, saya akan segera makan selesai ini." Bukan bermaksud manja atau ingin diperhatikan. Saya memang salah satu orang yang punya penyakit lupa stadium lanjut. Melupakan sarapan atau makan malam adalah hal paling sering saya lakukan. Sering juga saya mandi sampai lebih dari lima kalii dalam sehari, karena saya yakin saya belum mandi. Tapi setelah mendapat teguran dari petugas laundry, saya baru akan ingat semuanya. Itulah kenapa cucian saya selalu banyak setiap harinya, ya ... karena saya akan terus berganti baju setiap selesai mandi.
"Oh, baiklah, nanti kutelepon lagi. Jangan lupa, minum obat."
"Iya."
Telepon pun terputus. Selain tampan dan mapan, suami saya tipe laki-laki yang super perhatian. Dia bisa menelepon sampai tujuh kali dalam sehari, kalau saya tidak salah mengingat. Pulang dari kantor, tak jarang dia membawakan saya hadiah; bunga mawar, coklat, parfum, boneka, buku-buku, dan berbagai macam makanan. Saya sangat bahagia. Suami saya bilang, saya harus selalu tersenyum.
Lima tahun delapan bulan, usia pernikahan kami. Saya menghitung dan mencoret setiap tanggal yang kami lalui berdua---nyaris tanpa pertengkaran. Orang bilang, lima tahun pertama pernikahan memang akan terasa baik-baik saja, lewat dari itu, barulah dimulai pernikahan sebenarnya: pernikahan yang membosankan. Tapi suami saya bilang, semua akan baik-baik saja.