1. Didapati sebagian pemuda baik laki-laki maupun perempuan enggan untuk segera menikah dan menurut pandangan Asy-Syaikh Muhamad bin Shalih Al-Utsaimin ada sejumlah sebab yang mengakibatkan sebagian orang menunda pernikahan. Dan tidak mungkin untuk mengetahui semua sebab it karena, hal itu terkait dengan diri seseorang secara pribadi. Bisa jadi yang menjadi sebabnya adalah mereka hanya memiliki sedikit harta, adanya problem sosial masyarakat yang terjadi dirumahnya, menyelesaikan studi, atau bisa juga sebabnya adalah sibuk mengurusi perdagangan. Yang jelas pasti sebabnya bermacam-macam. Akan tetapi, ketika seseorang telah mengetahui bahwa seseorang akan berdosa jika menunda pernikahan padahal disertai dengan adanya syahwat dan kemauan untuk menikah, maka ia tidak akan menundanya. Hendaknya seseorang bersegera menikah karena didala prnikahan itu ada banyak faedah yang bisa didapatkan seperti bisa menjalankan perintah dari Rasulullah SAW, dan menjalankan perintah rasul itu adalah ibadah yang akan mendekatkan seorang haba kepada Rabbnya dan juga akan mendatangkan kedudukan yang tinggi di al Jannah (surga) yang penuh dengan kenikmatan.Â
2. Adapun pertanyaan tentang boleh atau tidaknya wali mempelai wanita mengambil sebagian mahar?
 jika setelah menikah lalu mempelai wanita menerima mahar dari mempelai laki-laki kemudian mempelai wanita sendiri yang memberikan sebagian maharnya sebagai hadiah kepada orang yang ia inginkan maka tidak mengapa. Jika wali perempuan yang memintanya sendiri maka tidak halal baginya untuk mengambilnya sedikitpun.Â
3. problem yang timbul antara Ibu suami dan istri bisa jadi permasalahan tersebut hanya bermula dari kesalahpahaman sehingga suami wajib untuk meneliti dari mana asal munculnya kesalah pahaman itu, Apakah kesalahan itu muncul dari pihak ibu atau dari istri, kemudian sang suai meluruskan pihak yang salah dan melarangnya dari perbuatan yang zalim. Jika ternyata suami tidak bisa menyelesaikan permasalahan antara kedua belah pihak maka yang lebih baik adalah membawa istri keluar dari rumah dan menempati rumah lain. Tetapi pada kondisi ini bisa jadi si Ibu melarang anaknya meninggalkan rumah akan tetapi wajib atasnya untuk menyandarkan dan menjelaskan bahwa keluarnya ia dari rumah adalah yang lebih utama dan lebih baik.
Adapun permasalahan yang kedua yaitu seseorang lebih mendahulukan istri daripada ibunya. Maka perbuatan seperti ini adalah haram, sebab hak ibu untuk mendapatkan bakti dari sang anak lebih kuat dibandingkan hak istri untuk mendapatkan perlakuan baik dari suaminya. akan tetapi bukan berarti bahwa baktinya kepada sang Ibu lantas melalaikan hak istri, yaitu ia berbakti kepada ibunya dan menyia-nyiakan hak istri. perbuatan seperti ini juga haram bahkan yang wajib atas seorang suami adalah berbakti kepada ibu dan menunaikan hak-hak istri.
Lalu bagaimana hukumnya jika sang ibu menyuruhnya untuk menceraikan sang istri? jika Ibu memintanya untuk menceraikan istrinya Maka jangan mentaatinya selama istri masih sebagai wanita yang lurus agama dan muamalah, walaupun sang Ibu marah dan geram kepada menantunya. Tetapi jika Ibu menyuruhnya untuk menceraikan istrinya karena ada kekurangan dalam hal agama dan akhlaknya dan ibu menjelaskan kepadanya sisi kekurangan tersebut maka wajib bagi sang suai untuk menceraikannya sebab istrinya adalah wanita yang jelek akhlak dan agamanya Istri seperti ini tidak pantas untuk tetap hidup bersamanya terkecuali jika si istri mau bertobat dan memperbaiki akhlak dan agamanya.
4. Apakah hukum suami istri yang menceritakan atau menyebarkan segala yang mereka lakukan pada malam pengantin ataupun malam lainnya, baik terkait dengan urusan jimak (hubungan badan) dan yang lainnya?Â
Asy-Syaikh Muhamad bin Shalih Al-Utsaimin menjawab bhwa hukumnya itu adalah haram sehingga tidak halal bagi seorang suami dan tidak pula bagi seorang istri menyebarkan segala perkara rahasia yang ada antara keduanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah memberikan memberitakan bahwa orang yang paling buruk kedudukannya pada hari kiamat adalah orang yang menyebarkan segala perkara rahasia yang terjadi antara dirinya dengan istrinya. Demikian pula hal ini berlaku bagi istri tidak halal baginya menyebarkan segala perkara rahasia yang terjadi antara dirinya dengan suaminya. Tidak ada perbedaan antara ia menyebarkannya ditengah kerabat atau teman-temannya baik kepada ibunya saudaranya dan siapapun dari kerabatnya ataupun kepada teman-temannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H