Mohon tunggu...
Fadila MulyanaIndah
Fadila MulyanaIndah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi UIN Raden Mas Said Surakarta prodi Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Dalam Islam

7 Maret 2023   13:18 Diperbarui: 7 Maret 2023   13:19 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul buku : Pernikahan Dalam Islam

Penulis : Asy-Syaikh Muhamad bin Shalih Al-Utsaimin

Penerbit : Al-Abror Media

Tahun terbit : 2019

Halaman : 140 halaman

Di dalam buku yang berjudul "Pernikahan Dalam Islam" yang ditulis oleh Asy-Syaikh Muhamad bin Shalih Al-Utsaimin ini pembahasannya menarik untuk dibaca oleh siapapun apalagi bagi seorang laki-laki dan perempuan yang hendak ingin melangsungkan pernikahan agar bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk bekal sebelum menikah karena didalam buku ini membahas mengenai bab pernikahan dan didalamnya juga terdapat beberapa permasalahan-permasalahan dalam pernikahan beserta pejelasan untuk menyelesaikannya. Buku ini diharapkan menjadi buku yang bermanfaat bagi semua yang membacanya dan mereka senang mendapatkan ilmu dari buku ini. 

Di dalam buku ini pembahasan yang pertama yaitu mengenai makna nikah. Nikah secara bahasa itu memiliki makna akad nikah dan bisa juga bermakna menyetubuhi istri (senggama). Makna nikah secara syari'at yaitu mengadakan akad antara seorang laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling menikmati masing-masing dari mereka sekaligus membangun keluarga yang baik dan masyarakat yang sejahtera. Dari sini kita dapat pelajaran bahwa tujuan menikah (akad) itu bukan semata-mata untuk kenikmatan saja, namun ada maksud lain di balik itu, yaitu untuk membangun keluarga yang baik dan masyarakat yang sejahtera. 

Hukum nikah pada mulanya adalah disyari'atkan, ditekankan bagi setiap orang yang memiliki syahwat dan kemauan atau niat, dan menikah itu termasuk dalam sunnah rasul. Para ulama berpendapat bahwa "sesungguhnya menikah disertai syahwat itu lebih utama daripada ibadah nafilah (sunnah)." Hukum nikah itu juga bisa menjadi wajib apabila ada seseorang yang memiliki syahwat yang sangat kuat dan jika ia tidak segera menikah dikhawatirkan terjatuh pada hal-hal yang tidak diinginkan dan diharamkan, maka ia wajib untuk menikah agar menjaga kehormatannya dan membentengi dirinya dari hal-hal yang diharamkan.  

Dalam pelaksanaan akad nikah itu juga ada beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain; 

1. kerelaan kedua mempelai, dalam hal ini tidak dibenarkan bagi siapapun untuk memaksa seorang laki-laki untuk menikahi wanita yang tidak ia inginkan, begitupun sebaliknya tidak dibenarkan bagi siapapun untuk memaksa seseorang perempuan untuk menikah dengan laki-laki yang tidak ia inginkan. Nabi Muhamad SAW melarang menikahkan seorang perempuan tanpa kerelaannya baik itu seorang gadis ataupun janda. Hanya saja jika seorang janda rela menikah dengan laki-laki itu, maka ia harus mengucapkannya bahwa ia rela menikah dengannya. Sedangkan bagi seorang gadis, tidak harus mengucapkan tapi ia cukup diam saja atau meng-isyaratkan bahwa ia mau menikah dengan laki-laki itu seperti menganggukkan kepala, karena seorang gadis itu terkadang malu mengungkapkan keinginannya atau kerelaannya. Jika seorang perempuan menolak pernikahan itu, maka tidak seorangpun yang boleh memaksanya meskipun orangtuanya sendiri, dan tidak berdosa bagi orangtuanya jika tidak menikahkannya pada keadaan ini karena sang anak sendirilah yang menolaknya, namun orangtuanya baik sang ayah ataupun ibu memiliki kewajiban menjaga dan melindungi putrinya. 

2. Wali, dalam hal ini pernikahan tidaklah sah jika tidak ada seorang wali, jika seorang perempuan ingin menikahkan dirinya sendiri maka pernikahan itu tidaklah sah baik akadnya dilakukannya sendiri atau diwakilkan. Wali yaitu orang yang telah baliqh, berakal, dan lurus dari kalangan ashabah, yaitu ayah, kakek dari ayah,saudara laki-laki, saudara ayah (paman), dan seterusnya kebawah. dalam wali nikah ini, saudara laki-laki dari pihak ibu maupun kakek dari pihak ibu tidak memiliki hak kewalian, karena mereka bukan kalangan ashbah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun