Mohon tunggu...
Nur Amal Fadila
Nur Amal Fadila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nur Amal Fadila

Hai!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penghapusan Status Tenaga Honorer 2023

9 Februari 2022   15:49 Diperbarui: 9 Februari 2022   16:12 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Isu terkini yang banyak dibicarakan di kalangan masyarakat yakni terkait rencana pemerintah untuk menghapus status tenaga honorer pada tahun 2023. Pemerintah tentu memiliki alasan yang jelas dan logis ketika merencanakan hal tersebut. 

Salah satu alasan yang mendasari rencana tersebut yakni untuk mengatasi banyaknya perekrutan tenaga honorer yang tidak terpusat, yang menyebabkan masalah terkait gaji tenaga honorer itu sendiri. 

Sering kita dengar kasus mengenai penunggakan gaji tenaga honorer, hal ini disebabkan oleh gaji yang didapatkan oleh tenaga honorer berasal dari alokasi anggaran di satuan kerjanya. 

Dengan rencana penghapusan status tenaga honorer ini memungkinkan pemerintah untuk menyelesaikan masalah penunggakan gaji honorer yang terjadi selama ini. Selain itu, nasib tenaga honorer yang saat ini sudah bekerja di instansi pemerintahan akan diangkat menjadi CPNS dengan melalui proses seleksi.

Jika ditinjau dari dasar hukumnya yaitu dalam Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dijelaskan bahwa ASN terdiri dari 2 jenis yaitu PNS dan PPPK. Dari sana, yang menjadi permasalahan adalah belum adanya implementasi dari pasal tersebut padahal sudah disahkan sejak tahun 2014. 

Maka dari itu, pemerintah melalui MENPAN RB dan Komisi 2 DPR memperjuangkan pengimplementasian dari pasal tersebut yaitu dengan menghapus tenaga honorer. Penghapusan tenaga honorer ini memiliki berbagai macam pendapat pro dan kontra.

 

Hal ini baik untuk tenaga honorer yang bekerja dibawah pemerintah (Negeri) karena statusnya menjadi jelas serta memiliki dasar hukum. Status yang awalnya sebagai tenaga honorer berubah menjadi PPPK dimana status tersebut sudah memiliki dasar hukum dan kontraknya pun sudah diatur dengan jelas. Sedangkan saat menjadi tenaga honorer saja para pegawai sering tidak beruntung dan terjadi ketimpangan nasib terutama dalam hal gaji.

Namun penghapusan tenaga honorer pun memiliki kontra dimana tenaga honorer tersebut nantinya akan diangkat menjadi PPPK melalui seleksi bukan? Lalu bagaimana bagi tenaga honorer yang tidak lolos seleksi? Akankah tetap berstatus sebagai tenaga honorer atau bagaimana? 

Dari sini saya belum berhasil menemukan solusi dari pemerintah untuk kasus tersebut. Selain itu, penghapusan tenaga honorer tersebut mungkin memang akan menguntungkan untuk tenaga honorer yang bekerja dibawah pemerintah (Negeri), lalu bagaimana dengan tenaga honorer di sektor swasta? Apabila semua tenaga honorer dijadikan PPPK yang terikat dengan pemerintah itu berarti lembaga-lembaga swasta akan kehilangan tenaga kerjanya. Hal tersebut juga belum memiliki solusinya.

Jadi, penghapusan tenaga honorer ini seharusnya mempertimbangkan dari semua sektor yang ada dan harus memikirkan solusi-solusi dari permasalahan yang mungkin akan timbul dari adanya kebijakan ini.

Pendapat pro yang selanjutnya adalah adanya kebijakan mengenai penghapusan status tenaga honorer merupakan kebijakan yang baik, mengingat jumlah pegawai honorer terus meningkat namun hanya sedikit yang diangkat menjadi PNS atau PPPK. Terlebih pegawai honorer sendiri kurang diperlakukan dengan baik, beberapa dari mereka telat menerima gaji yang semestinya. Bahkan tidak digaji selama periode waktu tertentu. 

Status yang 'tidak jelas' itu jadi alasannya. Dan bagusnya lagi kebijakan tersebut memberikan kepastian, yang sudah menjadi honorer sebelumnya dijadikan CASN dan mengikuti ujian ulang. Walau kesannya jadi kerja dua kali (mengikuti ujian yang sama). 

Karena minus dari menjadi pegawai honorer sendiri juga cukup banyak, mulai dari penerimaan gaji bulanan yang tidak menghiraukan berapa hari hingga waktu dari pegawai tersebut bekerja, hingga pemutusan kontrak kerja sepihak tanpa penerimaan tunjangan bagi pegawai honorer. Terlebih perekrutan pegawai honorer ini tidak diatur di uu asn, jadinya perekrutannya terkesan 'berantakan'.

 

Jadi walau awalnya menjadi pegawai honorer itu menggiurkan karena dapat diangkat menjadi pns, namun eksekusi nyata-nya lain. Dan jadilah banyak pegawai honorer 'korban eksploitasi pekerja' oleh lembaga perekrut itu sendiri. Dimana perekrut bebas memutus kerja bila mereka merasa pegawai honorer ini 'tak layak pakai'. Solusi yang diberikan pemerintah bagi saya cukup menguntungkan. Kebijakan ini baru diputuskan, belum tau eksekusinya sebaik yang direncanakan atau tidak.

Selain pendapat pro, berikut juga dipaparkan beberapa alasan kontra terkait rencana penghapusan tenaga honorer 2023. Penghapusan tenaga kerja honorer pada tahun 2023 dirasa kurang tepat. Pendapat tersebut didasarkan atas adanya pegawai honorer memberikan lapangan pekerjaan tambahan bagi masyarakat Indonesia. 

Hal ini dikarenakan jumlah lapangan pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kerja dari seluruh masyarakat Indonesia. 

Apabila penghapusan tenaga kerja honorer di tahun 2023 ini tetap dilakukan tanpa adanya solusi terkait ketersediaan lapangan pekerjaan yang cukup, maka dapat dipastikan akan menimbulkan masalah sosial di dalam masyarakat, seperti kemiskinan dan pengangguran. Opini tersebut sejalan dengan aturan pemerintah yang menggantikan status honorer menjadi CPNS dengan berbagai syarat yang melingkupinya. 

Salah satu syarat yang dirasa kurang pas adalah dengan mempertimbangkan berapa lama pekerja honorer tersebut sudah mengabdikan dirinya. Lantas bagaimana dengan pekerja honorer lain, yang mungkin belum lama bekerja tapi dari segi keterampilan mereka lebih kompeten?. 

Selain itu, dengan diangkatnya tenaga kerja honorer (pendidik) menjadi PPPK secara tidak langsung membuat mereka tunduk terhadap peraturan ASN yang telah ditetapkan oleh negara dan mengharuskan mereka untuk bersedia ditugaskan di daerah mana pun. Dengan begitu, beberapa daerah akan kehilangan tenaga pendidik yang kompeten, dan mengalami kemunduran dalam bidang pendidikan. 

Dapat kita ambil contohnya seperti kurangnya pendidikan dalam masyarakat pelosok atau terpencil. Dengan demikian, sebaiknya penghapusan tenaga kerja honorer ini ditinjau kembali dengan memberikan solusi yang lebih efektif dan efisien terhadap kemaslahatan masyarakat Indonesia.

Penghapusan status tenaga honorer tersebut sangat kurang dapat disetujui. Apalagi guru merupakan jumlah terbanyak tenaga honorer saat ini. Jika bicara mengenai fakta, guru honorer lah yang telah membantu murid-murid di seluruh Indonesia untuk belajar. 

Kurang meratanya Pendidikan di Indonesia membuat banyak remaja yang tidak mendapatkan Pendidikan sekolah layaknya seperti remaja-remaja lain. Guru PNS pun sudah ditempatkan di tempat yang telah disesuaikan, sedangkan guru honorer lah yang mengisi tempat sekolah di daerah terpencil yang berjuang demi kecerdasan remaja remaja disana. 

Jika tenaga honorer dihapuskan, maka harus ada gantinya. Bagaimana dengan nasib tenaga tenaga honorer lainnya? Apakah dibiarkan begitu saja? 

Tentu tidak, guru honorer dapat mengikuti tes CASN untuk menjadi PNS. Inilah yang di permasalahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kita yaitu Nadiem Makarim. Beliau mengungkapkan bahwa guru honorer yang telah lolos passing grade diprioritaskan dalam rekrutmen PPPK dan tidak mengambil tes CASN lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun