Pendapat pro yang selanjutnya adalah adanya kebijakan mengenai penghapusan status tenaga honorer merupakan kebijakan yang baik, mengingat jumlah pegawai honorer terus meningkat namun hanya sedikit yang diangkat menjadi PNS atau PPPK. Terlebih pegawai honorer sendiri kurang diperlakukan dengan baik, beberapa dari mereka telat menerima gaji yang semestinya. Bahkan tidak digaji selama periode waktu tertentu.Â
Status yang 'tidak jelas' itu jadi alasannya. Dan bagusnya lagi kebijakan tersebut memberikan kepastian, yang sudah menjadi honorer sebelumnya dijadikan CASN dan mengikuti ujian ulang. Walau kesannya jadi kerja dua kali (mengikuti ujian yang sama).Â
Karena minus dari menjadi pegawai honorer sendiri juga cukup banyak, mulai dari penerimaan gaji bulanan yang tidak menghiraukan berapa hari hingga waktu dari pegawai tersebut bekerja, hingga pemutusan kontrak kerja sepihak tanpa penerimaan tunjangan bagi pegawai honorer. Terlebih perekrutan pegawai honorer ini tidak diatur di uu asn, jadinya perekrutannya terkesan 'berantakan'.
Â
Jadi walau awalnya menjadi pegawai honorer itu menggiurkan karena dapat diangkat menjadi pns, namun eksekusi nyata-nya lain. Dan jadilah banyak pegawai honorer 'korban eksploitasi pekerja' oleh lembaga perekrut itu sendiri. Dimana perekrut bebas memutus kerja bila mereka merasa pegawai honorer ini 'tak layak pakai'. Solusi yang diberikan pemerintah bagi saya cukup menguntungkan. Kebijakan ini baru diputuskan, belum tau eksekusinya sebaik yang direncanakan atau tidak.
Selain pendapat pro, berikut juga dipaparkan beberapa alasan kontra terkait rencana penghapusan tenaga honorer 2023. Penghapusan tenaga kerja honorer pada tahun 2023 dirasa kurang tepat. Pendapat tersebut didasarkan atas adanya pegawai honorer memberikan lapangan pekerjaan tambahan bagi masyarakat Indonesia.Â
Hal ini dikarenakan jumlah lapangan pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kerja dari seluruh masyarakat Indonesia.Â
Apabila penghapusan tenaga kerja honorer di tahun 2023 ini tetap dilakukan tanpa adanya solusi terkait ketersediaan lapangan pekerjaan yang cukup, maka dapat dipastikan akan menimbulkan masalah sosial di dalam masyarakat, seperti kemiskinan dan pengangguran. Opini tersebut sejalan dengan aturan pemerintah yang menggantikan status honorer menjadi CPNS dengan berbagai syarat yang melingkupinya.Â
Salah satu syarat yang dirasa kurang pas adalah dengan mempertimbangkan berapa lama pekerja honorer tersebut sudah mengabdikan dirinya. Lantas bagaimana dengan pekerja honorer lain, yang mungkin belum lama bekerja tapi dari segi keterampilan mereka lebih kompeten?.Â
Selain itu, dengan diangkatnya tenaga kerja honorer (pendidik) menjadi PPPK secara tidak langsung membuat mereka tunduk terhadap peraturan ASN yang telah ditetapkan oleh negara dan mengharuskan mereka untuk bersedia ditugaskan di daerah mana pun. Dengan begitu, beberapa daerah akan kehilangan tenaga pendidik yang kompeten, dan mengalami kemunduran dalam bidang pendidikan.Â
Dapat kita ambil contohnya seperti kurangnya pendidikan dalam masyarakat pelosok atau terpencil. Dengan demikian, sebaiknya penghapusan tenaga kerja honorer ini ditinjau kembali dengan memberikan solusi yang lebih efektif dan efisien terhadap kemaslahatan masyarakat Indonesia.