• Ancaman pidana terhadap pegawai negeri atau pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan sebanyak-banyaknya Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)
Dalam konteks kriminologi atau ilmu pidana, terdapat sembilan jenis korupsi, yaitu:Â
1. Korupsi politik mencakup kekuasaan di daerah legislatif sebagai lembaga legislatif. Secara politis, lembaga tersebut dikendalikan oleh  kepentingan pribadi karena dana yang dibelanjakan pada pemilu seringkali dikaitkan dengan aktivitas perusahaan tertentu. Para pengusaha berharap anggota parlemen di Kongres dapat mengeluarkan peraturan yang menguntungkan mereka.
2. Suap politik, khususnya kegiatan yang berkaitan dengan sistem kontrak kerja kontrak antara unit pelaksana dan kontraktor, menciptakan peluang untuk menghasilkan banyak uang bagi pihak-pihak yang terlibat.Â
3. Kecurangan pemilu adalah korupsi yang berkaitan langsung dengan kecurangan pemilu pada umumnya.
4. Praktik pemilu yang korup adalah tindakan kampanye yang menggunakan fasilitas negara atau uang yang dilakukan oleh calon yang sedang memegang kekuasaan negara.
5. Korupsi sewenang-wenang adalah korupsi yang dilakukan karena  kebebasan  menentukan kebijakan.
6. Korupsi ilegal adalah korupsi yang dilakukan melalui bahasa hukum atau penafsiran hukum yang membingungkan. psi jenis ini dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum, baik  polisi, jaksa, pengacara, maupun hakim.
7. Korupsi ideologi merupakan gabungan antara korupsi sewenang-wenang dan korupsi ilegal yang dilakukan untuk kepentingan kelompok.
8. Korupsi yang bersifat tentara bayaran adalah penyalahgunaan kekuasaan  untuk keuntungan pribadi.
Dalam konteks hukum pidana, tidak semua jenis korupsi yang kita kenal merupakan tindak pidana. Oleh karena itu, setiap perbuatan yang dinyatakan korupsi harus mengacu pada UU Pemberantasan Tipikor.