Oleh sebab itu pemerintah Indonesia akhirnya pada 21 Maret 1980 resmi mengumumkan Deklarasi Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia selebar 200 mil diukur dari garis dasar laut wilayah Indonesia, menyusul negara-negara Karibia, Peru, Brazil, El Salvador, Chili, Equador, Peru, AS, Kanada, Norwegia, Meksiko dan India.
Inilah babak baru kedaulatan laut teritorial yang diterima Konferensi Hukum Laut II PBB tanggal 30 April 1982 di New York, disusul pemberlakuan UU No. 5 tahun 1983 tentang ZEE dna ratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU No. 17 Tahun 1985. Penegakan kedaulatan wilayah RI kemudian berlanjut di dirgantara atau wilayah Indonesia secara vertikal, khususnya pemanfaatan wilayah GSO (Geo Stationery Orbit).
Berdaulat di Angkasa
Di wilayah RI, kedaulatan negara di wilayah Geo Stationery Orbit dimulai sejak peluncuran satelit telekomunikasi Palapa A-1 di tahun 1967. Kedaulatan negara RI di udara meliputi wilayah ruang udara, ruang angkasa termasuk GSO sebagai limited natural resources yang bernilai strategis.
Untuk mengukuhkan integritas kedaulatan wilayah di GSO, Indonesia melakukan beberapa upaya seperti Deklarasi Bogota 1976, Pertemuan Quito (Ekuador) 1982, Konferensi Unispace II 1982, Pertemuan Nairobi 1982, Pertemuan Sub Komite Hukum UN-COPUOS 1983, 1984 dan 1985 di Wina, dan World Administrative Radio Conference 1985 yang jika suatu saat usulan tersebut dipenuhi kiranya sejalan dengan kebijakan Posisi Dasar RI 1979.
Dengan usaha pengukuhan kedaulatan RI yang kemudian termuat dalam UU No.4/PERPU Tahun 1960 dan UU No. 20 Tahun 1982, maka wilayah kedaulatan RI adalah meliputi tiga dimensi yaitu wilayah darat, laut dan udara. Pengakuan kedaulatan laut oleh UNCLOS tampaknya lebih beruntung dibanding pengakuan kedaulatan di ruang udara dan GSO Indonesia yang harus menempuh perjalanan panjang.
Wawasan Nusantara
Dilatarbelakangi oleh teori-teori tentang wawasan, falsafah Pancasila, aspek kewilayahan, sosial budaya dan kesejarahan, maka muncul berbagai rumusan tentang konsepsi Wawasan Nusantara, salah satunya yang dikemukakan Kelompok Kerja Wawasan Nusantara dari Lemhannas tahun 1999:
“Wawasan nusantara ialah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional."
Konsepsi wawasan nusantara sendiri terdiri dari 3 unsur dasar: wadah (contour), isi (content), dan tata laku (conduct). Wawasan nusantara berhakikat “Keutuhan Nusantara atau Nasional”, dalam pengertian, cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup Nusantara dan demi kepentingan nasional.
Kemudian muncul asas wawasan nusantara yang terdiri atas kepentingan yang sama, tujuan yang sama, keadilan, kejujuran, solidaritas, kerjasama, dan kesetiaan terhadap kesepakatan bersama demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan dalam kebhinnekaan.