Pemikiran ini memiliki karakteristis menggali maqashid sebelum menggali hukumnya.
Sebelum meninggali kandungan hukum sebuah nash,maka terlebuh dahulu menggali maqashid yang terkandung dalam nash tersebut karna maqashid mengarahkan seorang mujtahid untuk memahami makna lafazd-lafazd tersebut dengan benar.
Misalkan dalam hukum memanjangkan jenggot. Ada tiga hadist rasulullah saw yang menjelaskan tentang hal ini. Hadist tersebut menjelaskan tujuan memanjangkan jenggot agar berbeda dan tidak mengikuti tradisi orang kafir,jadi maqashidnya tidak mengikuti orang kafir,tidak tepat kalau mewajibkan hukum tersebut,tapi yang lebih tepat hukumnya Sunnah sesuai dengan maqashid tersebut.
Memahami nash berdasarkan sabab nuzuinya atau wurudnya
Sangat penting memahami nash berdasarkan sabab nuzulnya atau memahami hadist berdasarkan sabab warud agar mujtahid bisa memahami nash syara' dengan benar.
Seperti masalah hukum wanita bepergian,terdapat hadist menjelaskan larangan bagi wanita yang bepergian sendiri kecuali ditemani oleh mahramnya. Hadist ini turun ketika wanita jika bapergian harus malewati gurun pasir dengan mengendarai onta atau keledai  kondisi yang tidak aman bagi seorang wanita.
Memilih antara maqashid (tujuan) dan wasa'il (sarana)
Karakter maqashid itu abadi,sedangkan wasa'il itu fleksible yang bisa berubah-ubah. Oleh karna itu,harus jelas perbedaan antara maqashid dan wasa'il kerna jika tidak jelas,maka output hukum bisa salah dan menyesatkan.
Memadukan antara yang konstan dan fleksible
Dalam nash-nash al-qur'an dan al-hadist terhadap hal-hal yang tsawabit (konstan) dan hal-hal yang mutaghayyirat (flaksible). Tsawabit tidak akan berubah sepanjang masa,sedangkan yang mutaghayyirat berubah --ubah sesuai dengan kondisi. Oleh karna itu,sangat terbatas disbanding dengan mutaghayyirat.
Memilih antara ibadah dan muamalat