Mohon tunggu...
Fadhal Muh
Fadhal Muh Mohon Tunggu... Operator - Staff in DGCE

Staff in DGCE, but currently studying in PKN STANN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PPN dan Daging Wagyu: Tantangan untuk Mewujudkan Keadilan Pajak

14 Januari 2024   18:22 Diperbarui: 17 Januari 2024   09:05 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari sisi keuangan negara, pengenaan pajak terhadap daging premium tentu dapat meningkatkan penerimaan negara. Dengan melihat tren konsumsi daging wagyu yang terus meningkat, maka terdapat peluang menambah pundi-pundi penerimaan perpajakan.

Regulasi saat Ini dan Peluang untuk Perbaikan

Sebelum ketentuan PPN pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (HPP) diberlakukan pada tahun 2022, berlaku UU Nomor 42 Tahun 2009 yang mengatur seluruh barang kebutuhan pokok tidak dikenai PPN karena sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Kemudian, melalui UU HPP ketentuan mengenai barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai PPN tersebut dihapus. Penghapusan ini dilakukan untuk memberi ruang untuk mengenakan pajak terhadap barang kebutuhan pokok yang tergolong premium.

Namun, sebelum UU HPP tersebut berlaku, pemerintah mengeluarkan PP 49 Tahun 2022 yang mengatur pemberian fasilitas pembebasan PPN terhadap barang kebutuhan pokok. Dalam PP tersebut disebutkan bahwa barang kebutuhan pokok dibebaskand dari pengenaan PPN karena menyangkut hajat hidup banyak orang. Atas hal tersebut, terjadi pergeseran dari UU sebelumnya yang menyatakan seluruh barang kebutuhan pokok tidak dikenai PPN karena sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Namun, apabila dilihat lebih detil kriteria yang ditetapkan atas setiap item barang kebutuhan pokok dalam PP tersebut ternyata sama dengan yang terdapat pada UU sebelum UU HPP. Tentunya hal ini membuat perubahan dalam peraturan ini menjadi tidak begitu signifikan sehingga untuk melakukan pemajakan atas barang kebutuhan pokok yang tergolong premium sulit untuk dilakukan karena masih memiliki celah hukum.

Dengan demikian, pemerintah harus menentukkan langkah-langkah untuk mengatasi kondisi ini. Mengingat pengenaan PPN terhadap barang kebutuhan pokok yang tergolong premium sudah sepatutanya dilakukan, maka pemerintah perlu melakukan perubahan atas regulasi yang berlaku saat ini. Oleh karena itu, saat pemerintah akan memajaki barang kebutuhan pokok premium, maka sudah dilengkapi dengan dasar hukum yang kuat, sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan mewujudkan keadilan pada masyarakat.

Referensi:

Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun