Aku dan Doni turun ke lantai pertama untuk melihat keadaan, lampunya juga masih menyala tapi tidak ada tanda-tanda siapapun. Kami membuka satu-persatu ruangan rumah itu tapi tetap saja tidak ada tanda-tanda kehidupan. Doni membuka sedikit tirai ruang tamu. Melalui jendela ruang tamu, pos satpam di halaman depan dapat langsung terlihat. Doni melihat satpam masih tetap terjaga. Sialan, kalau begitu ini belum waktunya pikirku, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 3 malam.
"Doni, pssst, ayo kita pulang saja." Doni langsung berjalan menghamipirku.
"Gimana nih, percuma kita hari ini, padahal Bos butuh hari ini kan? Lapor apa kita?"
"Lapor aja nggak ada orang kalau terlalu lama kita yang bahaya." Doni mengangguk setuju, karena tidak bisa lewat pintu depan, kami harus kembali menaiki atap untuk keluar dari rumah laknat ini. Kami dengan bergegas kembali ke lantai dua masuk ke kamar Si Tukang Utang untuk menaiki atap melalui langit-langit kamar dan pulang.
Setelah sampai atap rumah, kami melihat sekeliling keadaan aman. Kami pun menuruni rumah dan melewati rute yang sama sesuai denah yang diberikan Bos. Akhirnya kami turun dengan selamat, satpam rumah pun tidak melihat kami.
Doni tersenyum, dia seperti bahagia karena doanya dikabulkan. Tanpa pikir panjang, Kami berlari kecil menuju motor kami yang diparkir agak jauh dari rumah laknat itu. Sesampainya di tempat parkir, Doni langsung menaiki motor untuk menyetir dan aku menduduki jok belakang. Terlihat beberapa orang yang duduk-duduk di pos siskamling daerah perumahan tersebut. Mungkin pada saat kami datang, mereka sedang ronda berkeliling.
"Don, ayo cepat gas langsung."
"Siap Ben. Tuhan, lancarkanlah perjalananku". Setelah berdoa, Doni dengan segera menarik gas dan kami motor kami mulai berjalan perlahan.
"MALING!"
Kami menoleh kebelakang,
"Maling Motor!" seseorang yang terdengar dari pos siskamling tadi berteriak. Tak lama, orang-orang yang duduk di pos siskamling tadi langsung keluar melihat aku dan Doni.