Dalam tradisi pesantren, kitab kuning merupakan ciri dan identitas yang tidak bisa dilepaskan. Bisa dikatakan kitab kuning telah menjadi salah satu sistem nilai dalam kehidupan pesantren. Karena itu, lewat MQK inilah kitab kuning dikenalkan sebagai ciri khas pembelajaran dan pengkajian di seluruh pesantren. Dalam perjalananya, kitab kuning tidak hanya mendominasi studi keislaman pesantren, tetapi juga telah mewarnai praktik keagamaan dalam berbagai dimensi kehidupan umat Islam.
Bapak Muhtadin menambahkan bahwa MQK ke-VI tahun 2017 kali ini diikuti sebanyak 2.466 kafilah dari 34 provinsi di Indonesia. Satu provinsi mengirimkan 1 kafilah maksimal sebanyak 103 orang, terdiri dari 50 peserta majelis kitab kuning, 12 orang peserta debat, 10 orang peserta eksibisi, 3 orang panitia dan 28 orang pembina.
Jenis kegiatan yang diselenggarakan dalam MQK tahun ini dibagi dalam 2 kelompok:
Pertama, kegiatan yang dilombakan yaitu "Lomba membaca, menerjemahkan, dan memahami kitab kuning, lomba debat bahasa arab dan inggris, eksibisi (pertunjukan atraktif tentang nazham kitab populer di pondok pesantren)".
Kedua, kegiatan penunjang yang berupa "Halaqah pimpinan pondok pesantren, sarasehan dan musyawarah MQK, Bazar dan pameran pondok pesantren, diskusi kepesantrenan dan pentas seni".
Untuk peserta MQK yang mengikuti lomba, dalam tiap marhalah (tingkatan) harus memenuhi syarat dalam hal usia. Diantaranya yaitu:Peserta Marhalah Ula: usia maksimal 14 tahun 11 bulan, peserta Marhalah Wustha: usia maksimal 17 tahun 11 bulan, peserta marhalah ulya: usia maksimal 20 tahun 11 bulan. Sedangkan peserta debat bahasa arab, bahasa inggris dan eksibisi, usia maksimal 20 tahun 11 bulan.
Setelah puas berdiskusi dan mendengarkan penjelasan dari Bapak Muhtadin, para kawan-kawan kompasianer tidak hanya berdiam diri di tempat, tapi langsung bergerak dan mengexplore setiap sudut arena kegiatan MQK 2017. Siang itu saya seperti merasakan dejavu, masa-masa dahulu ketika nyantri seketika teringat saat melihat beberapa santri yang berjalan beriringan sambil mendekap sebuah kitab. penampilan mereka sederhana, tapi dibalik itu semua, tersimpan mutiara kelimuan yang sangat berharga.
Untuk tempat pelaksanaan lomba, beberapa tenda outdoor yang didalamnya terdapat panggung sederhana terpasang di beberapa titik di sekitar area pesantren. Lomba dilaksanakan secara terbuka dan bisa disaksikan langsung oleh masyarakat umum. Saya pun mencoba melihat lebih jauh berlangsungnya setiap lomba dalam MQK, dan yang saya jumpa pertama kali adalah lomba debat bahasa inggris.
Karena terbatasnya waktu dan tidak mungkin saya jangkau semua, saya hanya bisa menyaksikan 4 lomba dalam setiap marhalah. Diantaranya adalah di tingkat ulya saya menyaksikan perlombaan dalam bidang Nahwu dengan menggunakan kitab Syarh Ibn Aqil ala Alfiyah Ibn Malik, di marhalah wustha ada bidang Fiqh dengan kitab Fath al-Qarib al-Mujib dan bidang nahwu dengan kitab Nazhm al-Jurumiyah (al-imrithi), terakhir yang saya saksikan adalah marhalah ula untuk bidang akhlaq dengan kitab Washaya al-Aba li al-Abna.