Mohon tunggu...
Fachrizal
Fachrizal Mohon Tunggu... Lainnya - Peneliti

Menyukai dunia Pendidikan dan Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Melawan Ketimpangan Daerah Lewat Zonasi Sekolah

15 Desember 2020   12:04 Diperbarui: 27 April 2021   08:39 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benarkah zonasi sudah melawan ketimpangan daerah? | kompas.com

Hal ini disebabkan karena anak dari keluarga mampu berpeluang mempunyai nilai UN yang lebih tinggi karena orangtuanya akan memberikan tambahan belajar berupa les atau bimbel di luar jam sekolah yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh orangtua dari keluarga miskin. Sehingga tidaklah mengherankan anak dari keluarga miskin lebih banyak yang bersekolah di sekolah berkualitas rendah dan membayar biaya sekolah yang relatif lebih mahal.

Kondisi tersebut diperparah dengan tidak meratanya penyebaran sekolah negeri di daerah-daerah. Kemendikbud pada Rapat Koordinasi Nasional terkait PPDB Sistem Zonasi yang diadakan KPAI pada tanggal 5 September 2019 di Jakarta menyampaikan bahwa setidaknya ada 1.375 kecamatan di Indonesia yang tidak memiliki sekolah menengah negeri dan 394 kecamatan yang tidak memiliki SMP/MTs Negeri.

Sejalan dengan temuan Kemendikbud, Litbang Kompas pada Diskusi Media tanggal 27 November 2019 di Lembaga Administrasi Negara memaparkan kondisi sebaran SMP di Kota Bogor yang ternyata hanya mampu melayani 37,65% dari keseluruhan wilayah Kota Bogor, dengan kata lain sebesar 62,35% wilayah Kota Bogor tidak terlayani oleh SMP-SMP yang ada di Kota Bogor.

Keadaan ini akan semakin mempersulit orang miskin, padahal lewat pendidikanlah peluang orang miskin untuk meningkatkan pedapatannya akan semakin besar. Tanpa kemudahan akses pendidikan maka mereka akan selamanya terjebak dalam kemiskinan.

Penelitian yang telah dipublikasikan di makalah internasional Asian Development Bank (ADB) tahun 2019 menunjukkan, pendapatan anak- anak miskin setelah dewasa 87 persen lebih rendah dibanding mereka yang sejak anak-anak tidak tinggal di keluarga miskin.

Lantas, bagaimana pemerintah daerah bisa memanfaatkan sistem zonasi pada PPDB untuk mengurangi ketimpangan? Sistem Zonasi memungkinkan anak keluarga miskin semakin mudah mengakses layanan pendidikan. Pada sistem zonasi, PPDB tidak lagi mengutamakan nilai UN sebagai komponen utama diterima tidaknya peserta didik dalam PPDB.

Sistem zonasi lebih memprioritaskan jarak sekolah dengan tempat tinggal peserta didik, sehingga peluang anak dari keluarga miskin menjadi lebih besar. Hal ini akan mempengaruhi pendapatan mereka di masa depan. Dan secara tidak langsung mempengaruhi tingkat ketimpangan di Indonesia.

Karena itu, salah satu upaya untuk mengatasi ketimpangan di Indonesia melalui zonasi sekolah diperlukan sinergitas antara pemerintah pusat yang diwakili oleh kemendikbud dan pemerintah daerah yang diwakili dinas pendidikan sehingga implementasi zonasi sekolah pada PPDB menjadi gerakan yang saling bersinergi dan seirama antara pusat dan daerah.

Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah pertama, pemerintah daerah sebelum Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) mengenai PPDB diterbitkan, melakukan pendataan terkait ketersediaan sekolah negeri di daerahnya disinkronisasikan dengan data jumlah anak usia sekolah yang berada dalam zona sekolah tersebut. 

Sejak Permendikbud dikeluarkan tahun 2017 sampai sekarang, pemerintah daerah sepertinya belum mensinkronisasikan kedua data tersebut. Sehingga pada saat pelaksanaan PPDB, terlihat ada sekolah yang kewalahan menerima pendaftar dan ada sekolah yang sepi peminat. 

Sinkronisasi kedua data tersebut bisa digunakan oleh pemerintah daerah untuk menentukan zona dari satu sekolah sehingga secara optimal bisa menampung anak usia sekolah di sekitarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun