Mohon tunggu...
Franklin Towoliu
Franklin Towoliu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemerhati masalah kehidupan

Penulis,fiksi,komik,freejournalist,perupa dan aktifis teater

Selanjutnya

Tutup

Politik

Meraba Jokowi di Balik Putusan MK

19 Oktober 2023   16:12 Diperbarui: 19 Oktober 2023   21:48 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Franklyn Towoliu

Hasil putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian gugatan uji materi terhadap pasal 169, UU No.7 Thn 2017, 15 Oktober lalu telah menyebabkan Pro dan kontra di kalangan masyarakat baik para pakar poltik, pengamat hingga komentator kelas warung kopi. 

Berapa para publik figur dan tokoh partai tak urung ikut mengecam keputusan MK yang dinilai terlalu sarat kepentingan ini. Selain masa uji hingga putusan yang terlalu singkat, permohonan uji materi ini terasa janggal karena kemunculannya hanya berapa pekan sebelum penetapan cawapres.

Apakah ada andil Presiden Jokowi dalam prahara sidang uji materi ini? Jika ya, apakah ini adalah spirit atau semangat dari Fighting Politic seorang Jokowi yang kita kenal santun dan penuh kesabaran?  Ataukah Koalisi Indonesia Maju dan Projo-nya Budi Adji Setiadi yang bergerak memuluskan keinginan mereka untuk menyandingkan  Gibran Rakabuming dengan Prabowo Subianto? Pertanyaan ini tentu terbit dihati setiap orang tanpa bisa dicegah.

Mengapa Ada Demo di Antara Kita   

Sesaat setelah putusan MK dijatuhkan, berapa aksi demo di gelar oleh massa. Beberapa spanduk menggelitik terpampang jelas di jalanan. Tolak Dinasti Jokowi, reformasi di korupsi, MK bukan arena politik tetapi penjaga konstitusi, kami muak dan mahkama keluarga. Itulah tulisan-tulisan yang merepresentasikan suara hati massa yang notabene dihadiri oleh anak-anak muda. 

Bukankah harusnya mereka mendukung kalau memang itu untuk kepentingan generasi muda? Entahlah. Yang jelas gelombang demo bakal terjadi lagi dan mungkin lebih besar. Bahkan lewat ajakan Badan Eksekutif  Mahasiswa Universitas Indonesia selaku penggagas,  Mereka menjadwalkannya tanggal 20/10/2023 nanti dengan mengajak keterlibatan masayarakat luas. 

Sebagai rakyat dari satu bangsa beradab yang selalu mengedepankan moral etika sebagai nilai luhur dalam budaya, kita tentu dapat merasakan kegelisahan para pendemo ini. Pemicunya ya tadi itu, banyaknya kejanggalan yang terlalu telanjang dan berani dalam proses penanganan permohonan uji materi ini dari sejak awal hingga diputuskan 16/10 lalu.

Jika diibaratkan perang, musuh tak pandai sembunyi dan terlihat jelas hingga mudah ditembak. Sementara dalam istilah politik itu seperti terlalu dipaksakan hingga terdampak pada gaya politik menghalalkan segala yang haram. Kejanggalan ini oleh rakyat dinilai melanggar nilai moral dan etika dalam berpolitik. Itu sebabnya mereka demo. 

Gerakan demo massa ini adalah suatu bentuk tekad hati menjaga kemurnian UU yang ada. Ini juga adalah rasa tanggung jawab terhadap masa depan bangsa agar terhindar darib  efek negative yang nantinya ditimbulkan oleh masalah ini. 

Artinya jika 'benar' ada keterlibatan Jokowi yang secara langsung menggunaan kekuasaan jabatan agar konstitusi dirubah demi putranya boleh jadi cawapres, maka hal ini sangat buruk sebab bisa jadi rule model yang berulang-ulang dalam setiap pergantian pemerintahan kedepan. 

Tentu saja ini sangat berbahaya bagi regenerasi politik nantinya. Boleh dikata, merubah sesuatu aturan perundangan politik yang sudah baku justru pada saat aturan itu sedang dalam proses, itu sangat rawan dimanfaatkan serta dapat menjadi suatu kejahatan moral. 

Diperlukan moral serta kesantunan dalam berpolitik. Itu sebabnya ada konstitusi dalam suatu tatanan negara serta aturan tersirat yang hidup ditengah masyarakat agar para politisi tidak kerasukan roh keserakahan. 

Meraba Bayangan Jokowi di Balik Putusan

Pra Putusan MK soal aturan batas usia calon presiden dan wakil presiden ini,  rakyat banyak bertanya, semurni apakah itu berjalan?   Mengapa terkesan mengejar deadline penetapan wapres dan cawapres? 

Bagaimana awalnya seorang mahasiswa Universitas Surakarta Almas tsaqibbiru (Rakyatnya Pak Gibran, walikota yang belum 40 Thn) tiba-tiba punya gagasan untuk melakukan uji materi terhadap pasal 169, UU No.7 Thn 2017.  

Lalu ada juga Partai PSI yang belakangan di nahkodai Kaesang Pangareb (Adiknya Gibran) sebagai ketua umum. Setelah mereka, permohonan uji materi kemudian diproses oleh MK yang diketuai oleh Prof. Dr. H. Anwar Usman, S.H, M.H (juga Pamannya Pak Gibran). 

Uniknya. pada saat proses pengujian sedang berlangsung, para ketum partai Koalisi Indonesia Maju yang di isi deretan menteri kabinet Jokowi begitu sesumbar bahwa Gibran pendamping prabowo. 'Tinggal menunggu hasil MK,' kata mereka.  Tambah lagi ada Budi Arie Setiadi dengan Projonya yang cuma segelintir (Projo yang besar sesungguhnya akar rumput PDIP termasuk kami) hampir tak dapat mengendalikan syahwat politiknya saat disuruh bersabar oleh Jokowi. 

Pertanyaan mendasarnya, mengapa orang-orang di lingkar satu Presiden Jokowi pada ramai 'memaksa' Gibran meng-cawapres diri? Apakah karena loyalitas yang melampau logika berpolitik santun atau karena adanya motif  the orders from superiors? Lalu seberapa jauh keterlibatan Jokowi dalam kisruh uji materi UU Pemilu ini? 

Meski berkali-kali menyangkal dan menolak dihubungkan dengan ihwal gugatan umur capers dan cawapres itu namun banyak tokoh dan masyarakat umum yang mampu menangkap bayangan kekuasaan seorang Jokowi di baliknya.  

Bayangan itu kian kentara manakala Prof. Dr. Saldi Isra, S.H, M.P.A hakim senior yang juga Wakil Ketua MK bongkar-bongkaran soal keanehan perubahan sikap para hakim setelah bergabungnya Anwar Usman, yang tak lain adalah adik ipar Jokowi. 

Sebagai seorang pengagum Jokowi dalam barisan relawan biasa saya mungkin masih seperti kebanyakan pengagum lainnya tetap berharap dan berdoa bahwa Jokowi yang sekarang masih seperti Jokowi yang dulu kita kenal. 

Seorang pemimpin besar yang disegani hingga level internasional serta telah membawa banyak perubahan. Pemimpin besar yang bersahaja, sabar, tenang, tidak mementingkan ego pribadi dalam kuasa jabatannya dan yang selalu menjunjung tinggi adab sportifitas dalam berbagai aspek.

Saya masih sama dengan banyak pengagum lain yang menginginkan Jokowi menunda keinginan orang untuk memaksakan Gibran disaat yang tidak tepat. Itu bisa jadi suatu awal merosotnya kekaguman banyak orang terhadap sosok sempurna seorang Jokowi yang tiada duanya. Agar pak Jokowi berpikir dewasa untuk masa depan putra-putranya yang sebenarnya sudah merebut hati rakyat Indonesia. 

Masa depan masih terbuka lebar, bukan sekarang. Jangan terpengaruh oleh keinginan segelintir orang yang ingin memanfaatkan nama dan kekuasaan presiden. Orang-orang yang juga pernah memaksakan Pak Jokowi sebagai presiden Tiga Periode tentu saja dengan upaya merusak konstitusi.

Ketika Koalisi Gerindra Kehilangan Taji

Ada berapa hal paling utama jika Gibran Rakabuming akhirnya terpilih jadi wakil Presiden. Pertama yang paling positif adalah sebagai suatu kebanggaan prestisius keluarga. kedua yang negative adalah sebagai keberhasilan dalam melanggengkan politik turun-temurun atau dinasti selama masih bisa berkuasa. 

Ketiga pengaruh moral serta mental generasi mudah ditengah krisis keteladanan nasional yang mereka alami. Generasi mudah yang sedang dihimpit oleh keterdesakkan permasalahan dalam negeri maupun persoalan internasional  yang tak kunjung membaik rawan mengalami krisis kepercayaan termasuk kepada pesta demokrasi. Cukuplah angka golput sudah berkurang dalam kurun waktu ini. 

Kita berharap para petinggi negara kita baik di pemerintahan, legislative dan yudikatif mampu memberikan etika membangun karir yang penuh dengan nuansa sportif dan menghindari sikap menghalalkan segala cara. Jika benar isu mahkamah keluarga ternyata bukan isapan jempol maka berarti kekuasaan telah berubah kiblat bukan untuk rakyat dan akan tetap menjadi  tugu keangkuhan penguasa yang mengangkang poggah tanpa memikirkan hati nurani rakyat.   

Terlalu memaksakan Gibran Rakabuming bisa jadi adalah cara gampang alias jalan pintas Koalisi Indonesia Maju. Apakah Koalisi gemuk ini sedang kehilangan kepercayaan diri terhadap ketua-ketua Umum partai yang bermukim di dalamnya yang sebenarnya punya banyak massa dan memiliki kapasitas sebagai calon wakil presiden?  

Sebut saja Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum Demokrat Agus Harimurti dan Ketum PBB Yuzril Ihza Mahendra. dimanakah mereka? 

Apakah mereka mengalami kegalauan dan kegentaran hati untuk bertarung dengan Koalisi besutan PDI-P? Atau apakah deretan pemimpin besar serta kenyang pengalaman politik ini sedang kehilangan tajinya?  

Entahlah. Namun dari tarian politiknya (Memijam istilah maha guru politik Indonesia Megawati) yang memilih memanfaatkan nama besar Jokowi dibalik sosok Gibran Rakabuming, terlihat jelas sikap gentaran yang diramu bersama politik berselera rendah alias kurang menantang yang sedang dimainkan rival PDI-P dalam suksesi Pilpres 2024 ini.

Jalan Tol itu Catatan Berdebu    

Tak dapat disangkal hasil putusan MK atas permohonan sekelompok orang pemburu nafsu politik gampangan ini telah melukai hati nurani rakyat.  Bagi mereka mungkin ini jalan tol menuju tampuk tertinggi di republic demokrasi ini. Juga bisa menjadi jalan tol untuk melanggengkan kekuasaan presiden Jokowi. Namun sayangnya politik dinasti yang akan terbangun nanti akan tercoreng oleh berkas berdebu soal bagaimana merubah UU pemilu pada saat Pemilu sudah di kerongkongan waktu. 

Dari demo-demo rakyatlah kita bisa menilai seberapa paham atau seberapa awamnya pendidikan politik masyarakat kita. Atau juga seberapa tak acuh dan jumawanya para petugas partai yang kita pilih akan pandangan masyarakat yang mestinya berfungsi sebagai cermin diri betapa bersih atau seberapa kotornya kita. Tanpa itu, kita akan terus membangun jalan tol kepentingan diri atau kelompok, namun itu jalan tol penuh berkas dan catatan berdebu. 

Kini gelombang aksi penolakkan rakyat disinyalir akan terus berlangsung. Apalagi jika pak Jokowi tetap mengijinkan semua berjalan sesuai prediksi kebanyakan. Kita hanya bisa menunggu kebijakan dan keluhuran hati seorang presiden yang selama ini kita banggakan. 

Demi Indonesia tercinta dan masa depan generasi kita. Semoga bangsa ini tetap menjadi bangsa yang terus mengawal dan mengedepankan tenggang rasa serta moral kesantunan dalam segala aspek agar makin terbentuklah kepribadian bangsa yang berwibawa dan kaya akan sportifitas hidup. 

Franklin Towoliu, penulis sos-bud, perupa, penggagas relawan Gerai Puan Maharani Bisa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun