Pria bernama Irwan itu nampak menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil memandang sahabatnya. “Tapi kita belum sempat makan bos Hapri,’ ujarnya sambil mengurut mengelus-elus perutnya.
“Aduuhh… kacau kalau begini. Kan saya so pesan dari tadi malam. Persiapkan diri dulu. Kalau mau berangkat perang dan kita masih mau cari makan kita bisa terbunuh semua.” Pak Hapri nampak agak melotot kepada Irwan yang justru wajahnya agak memelas. Juga rekannya Febry.
“Iya bos. Sebaiknya kita makan dulu. Saya juga lapar ini.” Timpal Andy.
“Hah!? Tadi pagi kan sudah makan banyak!?” Pak Hapri kian membelalak.
"kan ini sudah siang bos." Kali ini justru Pur yang menjawab.
"Aduuhh! Ok. Ok. Setengah jam untuk makan siang. Tak ada kopi setelah makan. Kita harus menyusul mereka." ujar Pak Hapri risau.
"Siap pak," sahut Pur.
Setelah itu mereka berbalik masuk warung makan yang tadi dimasuki Pak Hapri. Kosong. Tak ada pengunjung lain. Jadi mereka langsung menempati meja paling tengah.
"Makan apa pak?" sambut pelayan warung makan ketika mereka duduk.
"Nasi campur empat porsi saja. Saya tidak."Pak Hapri langsung mengorder sebelum yang lain, ia khawatir mereka order kebanyakan.
"Iya pak. Silahkan menunggu," kata gadis pelayan muda berusia belasan itu. Baru saja hendak berbalik, langkahnya terhenti oleh suara Irwan.