"Aduh, itu... Itu sangat banyak  bu, bapak mister?" ia menatap wajah anggota tim satu persatu dan di balas dengan senyum sukacita juga. Bunyi jumlah uang memang obat mujarab untuk menghalau segala rasa. Baik itu rasa takut, kuatir, sangsi dan lain-lain. Uang akan melampaui semua itu.Â
 "Silahkan dibaca dan ditandatangani pak," Eva mengeluarkan beberapa lembar surat kontrak dari dalam map di tasnya, setelah tadi diisyaratkan Raiva.
 "Ehnggh... maaf saya tidak bisa baca. Juga sebaikanya nanti ada dengan istri saya. Maaf ya, bu," tolak pak Subhan dengan kikuk. Ia memang tak bisa baca tulis. Ia sekolah hanya kelas 4 SD saja. Â
 Dulu, pada saat ia kelas 4 SD itu, ayahnya meninggal. Lalu Bersama adik-adiknya mereka lalu pindah ke Kebun Kopi ini karena rumah di pekarangan kecil di kota Palu harus di jual. Ibunya kehabisan biaya hidup. Hasil jual rumah dipakai untuk beli lahan kebun yang lebih besar nilainya daripada tanah di kota.Â
Papa Rainy merupakan teman sepermainan Pak Suhan dan mereka harus berpisah. Nanti setelah berkeluarga Pak Subhan kerap mengantarkan hasil kebun saat Rainy masih kecil, sebelum akhirnya mereka pindah ke Jakarta, mengurus perusahaan opanya.(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H