Keesokkan harinya,  minggu, 10,5,2020 lalu,  masyarakat Indonesia pun tersentak dengan peristiwa (Kriminal luar biasa-ini istilah pribadi untuk merujuk pada tindak pelanggaran diluar batas kewajaran) ini. Tribunnews.com, Kompas.com serta media lainnya segera mengabarkan berita duka ini, persis di tengah permasalahan pandemic Covid-19 yang belum juga reda.Â
 Nyaris saja saya menyalahkan covid-19 lagi karena menenggarai ada  kemungkinan tekanan social ekonomi yang terlalu kuat.
Ternyata penyebabnya adalah masalah SIRI. Kehilangan Keperawanan seorang gadis tanpa mengikuti perkawinan secara tradisi, itu melanggar adat atau, Siri. Itu pula yang di alami gadis remaja berusia sekolah yang dibantai anggota keluarganya di atas, karena telah bersetubuh dengan pria dan kehilangan keperawanan.
 Siri adalah suatu sistem serta ikatan prinsip adat istiadat suku Bugis yang begitu dikenal dan sudah lama tumbuh di Negerinya Sultan Hassanudin ini. Bahkan adat Suku Bugis ini sudah dikenal luas dalam masyarakat Indonesia terutama di Tanah Sulawesi. Lalu bagaimana? Bukankah adat merupakan kekayaan serta khasanah budaya Negara? Apakah ada sesuatu yang salah dengan adat istiadat ini?Â
***
Keperawanan Seharga 1 Miliar?
 Rupanya IS adalah tipe ibu berpekerti luhur. Ia tak ingin keperawanan sang anak yang hanya satu atau sekali (boleh dengan asumsi istilah pembaca sendiri) direndahkan begitu saja.
Baginya keperawanan anaknya adalah harga diri keluarga, harga suatu kebenaran secara agama serta prinsip moral yang terlalu etis dan baik.
Itu bukan hanya tidak bisa terbeli dengan uang, tetapi juga dosa, seperti pengakuannya kepada Tribunnews.com. Walhasil, Upaya  suap 500 juta dari pihak SG dengan muslihat renovasi rumah keluarga IS, ya gatotlah (gagal total).
 Seolah tak luntur nilai juangnya, SG yang 51 tahun ini mengutus duta besar pribadi untuk urusan penutupan kasus pemerkosaannya.