Al Wa'du wal Waid, maksudnya ialah Allah akan membalas orang yang berbuat buruk dengan keburukan, dan membalas orang yang berbuat baik dengan kebaikan, dan sesungguhnya pelaku dosa besar itu tidak akan Allah ampuni kecuali jika ia bertaubat.
Tempat diantara dua tempat, maksudnya ialah pelaku dosa besar berada diantara keimanan dan kekafiran, maka ia bukanlah seorang mukmin dan bukan pula seorang kafir.
Amar Ma'ruf nahi Munkar, maksudnya ialah mereka menetapkan wajibnya Amar Ma'ruf nahi Munkar bagi setiap muslim untuk menyebarkan dakwah dan petunjuk Islam bagi orang-orang yang tersesat, oleh karena itu mereka mengatakan wajib keluar dari hakim jika hakim menyelisihi dan menyeleweng dari kebenaran.
Mu'tazilah menyandarkan pengambilan atau penarikan kesimpulan untuk Aqidah-Aqidah mereka kepada akal, dan pengaruhnya adalah mereka menghukumi baik buruknya sesuatu sesuai akal mereka8.
Karena mereka bersandar pada akal maka mereka menta'wilkan sifat-sifat Allah dengan yang sesuai akal mereka secara keseluruhan, seperti sifat Istiwa', Yad, Ain, Mahabbah, Ridho, dan telah maklum bahwa muktazilah itu menafikan semua sifat, bukan kebanyakannya. Karena bersandar kepada akal pula mereka berani mencela dan menghinakan para Kibaru Sahabat, dan menuduh mereka berdusta. Washil bin atho' menuduh / mendakwa salah satu dari dua kubu pada perang jamal adalah golongan fasik, baik kubu Ali bin Abi Thalib , Amar bin Yashir, Hasan, Husain, dan Abu Ayub Al Anshari, begitu pula kubu Aisyah dan Zubair, serta menolak kesaksian seluruh sahabat tersebut dan berkata: ""لا تقبل شهادتهم
Sebab dari kaum Mu’tazilah berselisih sendiri diantara mereka dan bertambahnya jumlah kelompok dari mereka adalah penyandaran mereka terhadap akal dan penolakan mereka terhadap nash-nash yang shohih dari Al Qur’an dan As Sunnah.
Para ulama' Islam ketika masa mereka, mereka menyalahkan pendapat Mu'tazilah, diantara mereka adalah Abu Hasan Al Asyari yang merupakan bekas Mu'tazilah yang kemudian keluar dari Mu'tazilah, begitu pula Imam Ahmad bin Hambal yang disiksa dengan besi panas kepada tubuhnya lantaran tidak mau mengakui kalau Al Quran adalah mahluq9.
Perlakuan kelompok Mu’tazilah kepada para ahli fikih inilah yang menyebabkan mereka mendapat perlawanan keras dari umat Islam. Diriwayatkan bahwa Imam Syafi’i pernah berkata: “Menurutku hukuman yang tepat bagi seorang ahlul kalam (Mu’tazilah) adalah dipukul dengan pelepah kurma, dan sandal dihadapan orang banyak yang berasal dari berbagai macam kabilah. Kemudian dikatakan kepadanya: "Inilah balasan bagi orang yang meninggalkan kitab Allah dan Sunnah Nabi , serta menyibukkan dirinya untuk membicarakan kalam Allah .” Imam Ahmad juga pernah berkata: “Ulama’-ulama’ ahlul kalam adalah orang-orang yang Zindiq (Ateis)10.