Menggambar Wajah Elisa
Â
Mata
mata elisa mengatup redup degup
subuh yang kuyup. semalam sebelum
menghentikan temaram bohlam
mata itu diam-diam buram dari
nilam. kataku kepadamu bahwa sejak
pertama  bertemu mata  itu telah
jadi hantu; membikin tak nyenyak
tidurku. elisa. tuhan memberimu
mata, agar dapat  menatap tingkap
yang apakah bergeretap serta aku yang
akankan tetap tegap berharap.
Â
Telinga
pendengaran yang sebentar dan
berpendar-pendar akan tetap
sadar pada nalar. dari gendering
: biang seluruh ruang akan membidang.
tidak akan kau tumpahkan isi sekoci
seperti kelinci terlena kepada kura-kura.
di daun-daun keduanya, akan tergema
segala semoga: semoga kita ( ... )
Bibir
lengkap dengan aroma malam
minggu kau berkunjung ke mimpiku.
di hadapan kita telah tersedia segala
wahana. odong-odong yang kuda.
bianglala yang roda. lempar kaleng
yang penuh boneka. kau boleh pilih
yang mana kau suka. tapi jika kau
bolehkan aku. pilihanku hanya
bibir merah kau (yang bertanya
dengan malu dan lugu: "malam minggu
nanti boleh aku berkunjung lagi?")
Â
Hidung
aroma-aroma yang keluar dari  dada.
dari lubang paing palung pada tubuhmu
serupa ruang-ruang gelap tempat remaja
pada dadaku sering menangis dan kesepian.
hari ini aroma itu  menyesap hidungmu,
sampai-sampai kau sulit memisahkan
antara palung tubuhmu dengan remaja pada dadaku.
Dagu
dulu sekali seorang lelaki dalam sebuah buku
mencintai perempuan berdagu kerucut. lelaki
itu ingin sekali menyentuhnya. pada  dagu yang
seperti langit biru (semakin kau pandang
semakin ingin kau tinggal) cintanya tetap hidup,
tidak redup, dan akan kuyup oleh rindu kepada
perempuannya. dari halaman paling dasar, sampai
sampul paling luar dagu itu adalah yang selalu tampak baru.
elisa. aku seperti lelaki itu tiap menatap lekat dagumu.
Pipi
ada tanah lapang berliang di wajahmu.
persilakan aku menciumnya tiba-tiba.
Lombok, 2020
---
Â
satu
dari sela-sela jemari
dan lengan yang enggan
bergandengan,
elisa memberi isyarat
yang lembut
dan kalut
: hai. lacut.
dua
dari dada yang berongga
yang manis akan tersari
jadi glukosa. jadi tenaga
jadi apa saja yang membuat bahagia.
tapi, pada dada elisa
yang tersari adalah hari-hari
yang mengapung di jantung
lalu akan tenggelam malam-malam
tiga
yang berseliweran di ubun-ubun
ialah ruang-ruang malang
tempat menyusun segala kemungkinan
paling daring dan nyaring
kau. meluncur di sana
dengan tubuh yang seluruh
dan angkuh dan luruh
(dan sering bimbang):
apakah yang lemah ini?
hatikukah? atau wajahmu yang buram?
empat
sebelum tidur, kau akan berjingkat
dari ceruk terdalam juga tersembunyi.
sepersembilan dari selangkangan yang anyir
juga disukai buah pelir, dengannya kau akan
menggambar bulan sambil tertawa,
"belum juga bisa kau menebak warnanya,"
lima
dari alis sampai betis
juga sedikit di pelipis
sudah kau iris aku habis
semisal Yesus menyalin
wajah kepada Yudas
: Aku haus!*
enam
jika berbaring tubuhmu serupa jaring
dan aku tiba-tiba ikan teri
kau yang lentur dengan lubang basah
akan menangkap aku lalu mendesah
di dalamnya, aku adalah pengelana asing
kuyup; dan tidak tahu tubuhmu telah mengatup
aku keluar di dalammu.
Lombok, 2020
*Yohanes (19:28)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H