Mohon tunggu...
Mamuth
Mamuth Mohon Tunggu... Full Time Blogger - teman bagi jiwa-jiwa yang bersahabat

kali, pagi, dan mentari

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Megawati, Penulis Naskah dan Sutradara Drama Konoha

10 Februari 2024   15:20 Diperbarui: 10 Februari 2024   15:21 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seberapa manut Joko Widodo, kita bisa menyaksikan sikapnya  lewat tangkapan layar yang tersebar di media. Manakala bertemu Megawati ia membungkukan badan lalu mencium tangannya. Bagaimana Megawati berkuasa, kita mendengar ungkapannya "Jokowi sebagai petugas partai." Bahkan belakangan muncul lagi, "tanpa PDIP, Pak Joko bukan siapa-siapa."

Harus diakui, Kemenangan Jokowi atas Prabowo dalam pilpres 2014 merupakan keberhasilan dari Megawati. Terutama sikap legowonya. Andai saja Mega ngotot mencalonkan diri, mungkin dia akan kalah. Demikianpula pada periode berikutnya. Skema kuat dari Megawati membuat Praboeo tidak bisa mendongkel Jokowi di tahun 2019. Megawati menekan Jokowi, sebagai petugas partai, untuk bekerja dengan baik di periode pertamanya. Gencar membangun infrastruktur, blusukan ke pelosok tanah air, bikin kuis, bagi-bagi hadiah, sertifikat tanah, serta lain-lain supaya rakyat puas dan memilihnya kembali.

Megawati juga membuat skenario agar pemilihan terjadi Head to Head lagi antara Jokowi dengan Prabowo. Caranya ialah menyingkirkan orang-orang yang disinyalir bisa menjadi pesaing Jokowi. Misalnya memecat menteri yang kinerjanya menyedot perhatian publik.

Manakala upayanya berhasil, Jokowi terpilih untuk keduakalinya, Megawati bersiap untuk menyongsong 2024. Dengan perolehan suara Prabowo pada kedua pilpres sebelumnya sebagai patoakan, Megawati memprediksi Prabowo akan melenggang sebagai presiden 2024. Buat mengagalkannya, Megawati menyusun strategi yang radikal: hancurkan Prabowo!.

Pertama, Jokowi merangkul Prabowo serta Gerindra ke dalam koalisi. Lalu menjebak kroni Prabowo dengan korupsi.

Kedua, Jokowi disetir untuk melakukan tindakan-tindakan yang kontroversi. Menimbulkan antipati publik, hingga memantik kemarahan banyak pihak.  Mulai dari gagasan tiga periode, membuat pernyataan yang bertentangan dengan yang pernah disampaikan sebelumnya, sikapnya yang tidak netral (cawe-cawe), hingga mangutak-atik undang.

Kemudian, di tengah masyarakat yang merasa jengah (ditandai dengan gelombang demonstrasi mahasiswa), Jokowi secara terang-terangan memberikan dukungan penuh kepada  Prabowo. Dengan begitu, diharapkan membuat rakyat malas untuk memilih Prabowo dan mengalihkan dukungannya kepada boneka Megawati selanjutnya, Ganjar Pranowo.

Taktik itu sebagian sudah berjalan. Banyak penggemar Prabowo yang menarik dukungan. Namun tidak sesuai dengan harapan. Mereka tidak mengalihkan pilihannya kepada Ganjar, melainkan kepada calon yang di luar dugaan Megawati, Anies Baswedan. Ya, pencalonan Anies dalam pilpres tidak ada dalam hitungan Bu Mega. Anies Baswedan menjadi gubernur DKI berkat dukungan partai Gerindra. Sangat wajar bila dipredeksi, Anies akan maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo.

Terlepas dari di luar expektasi, kemunculan Anies membawa angin segar buat Megawati. Sukur-sukur Ganjar yang menang. Karena itu akan melanggengkan kekusaannya. Seandainya bukan Ganjar, tidak mengapa Anies yang teripih. Yang penting bukan Probawo yang menang. Sebab itu akan mengancam Soekarno yang nama baiknyasudah dipulihkan. Melalui peringatan bulan Bung Karno yang lebih besar dari perayaan hari lahir Pancasila, maupun pembangunan banyak patung Pak Koesno di hampir semua daerah. 

Anda tahu, mengapa Megawati sangat menginginkan Prabowo kalah. Sederhana saja alasannya. Pak Karno dilengserkan dan disingkirkan oleh Pak Harto. Sedang Prabowo menantu dari Pak Harto. Makanya jangan sampai Prabowo menang, karena kemenangan Prabowo akan berarti kekalahan bagi keluarga Soekarno. Seandainya Prabowo menang, Megawati masih punya skema terburuk,  yaitu dengan memasang Gibran sebagai calon wakil presiden Prabowo. Nantinya, Gibran akan menjadi kepanjangan tangan jokowi untuk mengendalikan Prabobowo. Yang mana Jokowi sendiri merupakan boneka Megawati. Alhasil, Megawati adalah tuan yang gaib bagi Praboeo. Atau, setidaknya Gibran akan berperan menjadi orang yang  mengawasi permerintahan dari dalam. Sekaligus persiapan jika Prabowo 'berhenti di tengah jalan'.

Apa Dasarnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun