Peran terminal vital sebagai titik awal dan titik akhir perjalanan pengguna jasa transportasi, maupun titik transit untuk penumpang melanjutkan perjalanannya baik menggunakan moda bus atau moda lain. Integrasi antarmoda terjadi di terminal ini, pengguna yang tiba dapat mengakses moda lain dengan tujuan dalam kota atau jarak dekat.
Dokar dan mobil sewaan yang kemudian diebut oplet menjadi pilihan untuk menuju ke daerah seperti Tengaran, Kembangsari, Dadapayam, Pabelan dan sebagainya yang kelak rute tersebut menjadi cikal bakal trayek angkutan kota. Sarana oplet tumbuh dari para pengusaha sewa mobil yang mengikuti jejak kesuksesan Kwa Tjwan Ing. Beberapa oplet juga memiliki trayek yang sama dengan ESTO namun jam operasionalnya setelah jadwal operasi bus ESTO.
Sistem Operasional di Terminal dan Stasiun
Bertambahnya kuantitas layanan bus di Salatiga mendesak dibangunnya terminal baru yang lebih representatif. Kelak pada tahun 1930-an dibangunlah terminal baru tak jauh dari sebelumnya. Terminal dibangun diatas cekungan telaga kering dengan arsitektur yang indah berlatar gunung Merbabu sehingga mendapat julukan terminal terindah di Hindia Belanda (saat ini menjadi Tamansari Shopping Center).
Manajemen operasional yang dijalankan otoritas terminal optimal dan efisien. Administrasi kedatangan dan keberangkatan bus tercatat dengan baik, kondektur bus yang baru tiba melapor ke kepala kantor untuk menyerahkan dokumen perjalanan. Kemudian kondektur akan mendapat jadwal keberangkatan kembali yang di informasikan melalui pengeras suara terminal. Awak bus yang tidak disiplin mematuhi jadwal keberangkatan akan dikenakan sanksi berupa denda.
Terminal baru menyediakan 10 shelter keberangkatan bus, dengan 5 shelter di sisi utara dan 5 shelter di sisi selatan. Shelter di sisi utara masing-masing melayani tujuan Semarang dengan 2 ruas shelter, Magelang 1 ruas shelter, Bringin 1 ruas shelter, dan Ambarawa 1 ruas shelter. Sedangkan di sisi selatan tersedia tujuan Surakarta 2 ruas shelter, Karanggede 1 ruas shelter, Suruh 1 ruas shelter, serta 1 ruas shelter netral. Selain di terminal dan lokasi tujuan, bus juga dapat menaikkan dan menurunkan penumpang di beberapa halte yang sudah ditetapkan otoritas melalui peraturan pemerintah saat itu.
Untuk memenuhi kebutuhan penunjang perjalanan, disediakan toilet umum dan rumah makan bagi para pengguna jasa transportasi yang terdapat di lantai dua teminal. Lantai satu terminal dikhususkan untuk operasional terminal yaitu kantor dan agen bus. Berbagai layanan jasa juga disediakan di terminal antara lain jasa porter, jasa pengisi air radiator, jasa slinger atau yang menawarkan jasa menghidupkan mesin masa itu dan sebagainya.
Berbagai komunikasi isyarat dikembangkan oleh pengemudi bus yang berada di depan dengan kru bus yang berada di belakang yaitu kondektur untuk mensiasati kebisingan deru mesin dan jalanan. Selain isyarat tubuh, juga tersedia bel yang terhubung dari belakang ke depan untuk dioperasikan kondektur sebagai kode komunikasi kepada pengemudi. Tidak hanya untuk komunikasi internal satu bus, keakraban antar awak bus juga terlihat saat berpapasan dijalan dengan berbagai isyarat berupa klakson, lambaian tangan, kode jari dan sebagainya.
Sistem operasional untuk integrasi antarmoda bus di stasiun tak jauh berbeda dengan di terminal, awak bus yang datang melapor pada kepala stasiun. Kepala stasiun juga akan menjadwalkan kembali keberangkatan bus yang disesuaikan dengan jadwal kereta api. Area depan terbagi atas beberapa shelter sesuai dengan masing-masing trayek bus, hal ini diatur untuk kenyamanan penumpang antarmoda.
Kejayaan
ESTO menuju masa kejayaanya dengan bertambahnya armada dan trayek yang dilayani. Bertambahnya armada membuat perawatan armada semakin kompleks sehingga Kwa Tjwan Ing memutuskan untuk membuka bengkelnya sendiri pada tahun 1929 di Julianalaan (jalan Langensuko). Bengkel tersebut untuk menunjang operasional garasi utamanya yang dibangun tahun 1925. Semakin lengkap rantai bisnis Kwa Tjwan Ing untuk memastikan layanan jasa transportasinya tetap prima.