Seorang pengusaha besar yang dijuluki “Raja Kopi Salatiga” Mr. Pierre de la Brethoniere Hamar menginvestasikan 100.000 gulden untuk pembangunan hotel pertama di Salatiga yaitu Hotel Kalitaman. Hotel ini berlokasi di Europesche Wijk tak jauh dari pusat kota dengan mengadopsi arsitektur gaya Indische Empire dengan pilar-pilar besar seperti gaya Romawi atau Yunani.
Tepat didepan hotel terdapat Tamansari dengan keindahan taman bunga Bougenville dan Alamanda serta panorama Gungung Merbabu dan Telomoyo. Hotel Kalitaman merupakan jasa akomodasi berbintang yang hanya diperuntukan bagi orang Eropa. Saat ini bangunan tersebut tetap lestari dan dimanfaatkan sebagai kantor Bank Jateng.
Terdapat hotel unik di seberang Hotel Kalitaman karena memanfaatkan karakteristik topografi Salatiga yang berbukit dan berlembah. Jasa akomodasi tersebut bernama Hotel Berg en Dal yang jika diterjemahkan berg berarti bukit dan dal berarti lembah. Hotel ini didirikan oleh keluarga Van Dulken berarsitektur transisi antara gaya Indische Empire ke gaya kolonial modern, sehingga pilar-pilarnya dibuat lebih ramping dibanding gaya pilar Hotel Kalitaman.
Walaupun muka bangunannya memunggungi Gunung Merbabu, namun tamu hotel tetap dapat menikmati panorama alam dengan fasilitas di halaman belakang hotel antara lain taman rumput hijau, kolam renang, air mancur, kursi taman dan jalan setapak.
Tidak terpaut lama dengan berdirinya Hotel Berg en Dal, terdapat hotel dengan karakteristik arsitektur mirip yaitu Hotel Blommestein yang berpilar kecil di bagian teras depan. Hotel ini sering digunakan sebagai tempat peristirahatan tamu berkereta kuda yang menuju ke Surakarta. Bangunan ini sempat digunakan untuk mengungsi Pemerintah Gemeente Semarang sebagai kantor saat Netherlands Indies Civil Administrasion (NICA) menyerang.
Semakin bertambahnya kunjungan ke Salatiga pasca pembangunan oleh Pemerintah Gemeente membuat Mr. Booh Ma De Boor berinisiatif membangun akomodasi yang dilengkapi taman yang indah, arena bermain anak-anak dan kolam renang.
Hotel NV. Hize Dennen Bosch didirikan di Desa Kopeng 16 kilometer dari pusat kota Tamansari dengan keunggulan iklim yang lebih sejuk karena berada di ketinggian 1500 mdpl pada tahun 1922. Kawasan ini dirancang sebagai objek wisata dan akomodasi khusus bagi warga kulit putih saja. Pengelolaan kompleks ini sempat diserahkan kepada seorang pengusaha China yang bernama Tan Khiem Yang.
Societeit Harmonie hadir sebagai jawaban atas kebutuhan gaya hidup warga Eropa di kota ini. Lokasinya berada di timur Hotel Kalitaman yang sekarang menjadi Gedung Pertemuan Derah (GPD).
Klub hiburan malam ini menyediakan berbagai pertunjukan dan dansa untuk mengisi malam yang tentunya akan lebih ramai pada malam akhir pekan.
Sebagai societeit, fasilitas ini menjadi tempat berkumpul dan mengobrol sembari menikmati kopi, teh, alkohol, makanan, merokok, bermain kartu, biliar dan tentunya berdansa. Para sosialita muda menggunakan busana terbaik mereka baik gaun maupun jas, bahkan klub ini sebagai tempat untuk adu gengsi pakaian dan kemewahan yang mereka miliki.
Fasilitas hiburan bioskop dibangun di Salatiga pada tahun 1930 an oleh pengusaha China Liem Siang Soei yaitu Rex Bioscoop di jalan Soloscheweg yang sekaligus pemilik Bioskop Madya di Jalan Letjen Sukowati. Bioskop Rex Salatiga dikemudian hari terkenal dengan nama Bioskop Rexsa atau Reksa yang berasal dari singkatan dari Rex Salatiga.