Tanggal 08 Agustus 2019. Seorang teman mengirim status WhatsApp. Status WhatsApp yang menggambarkan realita yang kami alami sekarang di kampung Datak, Desa Golo Ronggot, Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat, Propinsi NTT.
Tanah gersang. Rerumputan mengering. Pohon meranggas. Jalan berdebu. Pekarangan rumah tanpa tanaman. Kami sedang mengalami krisis air.
Di sana bangsa Israel haus akan air, dan bangsa itu terus menggerutu kepada Musa dan mengatakan: "Apa sebabnya engkau membawa kami keluar dari Mesir untuk membunuh kami dan putra-putra kami dan ternak kami dengan rasa haus?" Akhirnya Musa berseru kepada Yehuwa, "Apa yang harus kulakukan dengan bangsa ini? Tidak lama lagi mereka akan merajam aku!"Â
Lalu Yehuwa berfirman kepada Musa: "Berjalanlah di depan bangsa itu dan bawalah bersamamu beberapa dari antara tua-tua Israel dan tongkatmu yang kaugunakan untuk memukul Sungai Nil. Bawalah itu di tanganmu dan teruslah berjalan. Â Lihat! Aku akan berdiri di hadapanmu di sana, di gunung batu di Horeb. Engkau harus memukul gunung batu itu, dan air akan keluar darinya, dan bangsa itu akan meminumnya.
Setelah itu Musa melakukan hal tersebut di depan mata para tua-tua Israel. Â Maka ia menamai tempat itu Masah dan Meriba, oleh karena perselisihan putra-putra Israel dan karena mereka menguji Yehuwa, dengan mengatakan: "Apakah Yehuwa ada di tengah-tengah kita atau tidak?"Â
Kisah bangsa Israel di atas memiliki kemiripan cerita dengan situasi masyarakat Datak sekarang.
Di Tengah Krisis Kita Lari Kemana ?
Sebuah pertanyaan awal dalam status WhatsApp ini sangat menggelitik. Pertanyaan yang membutuhkan jawaban segera. Ada sebuah kenyatan krisis dan membutuhkan solusi. Pemilik status adalah corong "Israel" yang meminta krisis air segera diatasi. Selain corong Israel, kita juga bisa menempati dia sebagai "Musa" baru yang menyampaikan kedukaan mendalam bangsa Israel. Sayangnya, Musa baru tak memiliki "tongkat" untuk menembus bukit yang mendatangkan air.
Pemilik status sebagai Musa baru sedang bertanya kepada kita di tengah krisis yang dialami. Kemanakah kita menyampaikan kedukaan dalam masyarakat Datak. Penggalan syair lagu Ebit G. Ade: "...tanyakan pada rumput bergoyang" tentunya bukanlah jawaban yang diharapkan. Jawaban teologis seperti pengalaman bangsa Israel untuk berserah kepada Tuhan bukan pula jawaban yang diharapkan. Mengapa? Saya yakin masyarakat Datak umumnya sudah menjalankan tugasnya secara teologis.
Datak: Padang Gurun SinÂ