Mohon tunggu...
Evita Yolanda
Evita Yolanda Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kecanduan Gim, Gangguan Mental, dan Desain Psikologi Perilaku

8 Juli 2018   10:13 Diperbarui: 8 Juli 2018   16:53 3753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum ada jembatan penghubung bagi orangtua untuk memahami perilaku anaknya dalam bermain gim. Padahal, kunci untuk mengubah perilaku adalah  memahami perilaku itu sendiri.

Maka, tulisan ini saya dedikasikan terutama untuk Ayah-Bunda yang begitu ketir dan khawatir dengan fenomena kecanduan gim.

***

Gaming disorder resmi menerima rekognisi dalam nomenklatur klasifikasi penyakit dan kondisi kesehatan internasional ICD-11 oleh WHO pada Juni 2018.

WHO mengklasifikasikan kecanduan gim baik daring maupun luring dalam kelompok gangguan akibat perilaku adiktif.

Gaming disorder, diolah dari tangkap layar. Sumber: icd.who.int.
Gaming disorder, diolah dari tangkap layar. Sumber: icd.who.int.
Siap-siap, tulisan ini manfaatnya kurang optimal jika dibaca sambil terburu-buru.

Saya sarankan, ambil kopi, teh, atau susu dulu sebelum membaca tulisan ini.

Teh susu juga boleh.

***

Gim Didesain Menggunakan Psikologi Perilaku
Gim  adalah industri raksasa yang didesain berdasar perhitungan dan riset. Terjatuhnya sebagian pemain gim ke dalam kondisi kecanduan berkaitan dengan adanya behavioural game design, yaitu proses pembuatan gim di balik layar yang melibatkan psikologi perilaku.

Teknik ini digunakan untuk mengundang pemain agar terus kembali dan betah dengan alam permainan.

Meski gim memiliki genre dan tingkat kesulitan yang berbeda-beda, gim sederhana seperti Angry Birds dan Candy Crush Saga pun didesain dengan konsep psikologi perilaku (The Guardian, 4/6/14).

Genre gim yang kuat hubungannya dengan kecanduan di antaranya gim aksi seperti First Person/Third Person Shooter (FPS/TPS), lalu Role Playing Games (RPG), Massively Multiplayers Online Role Playing Games (MMORPG), dan Multiplayer Online Battle Arena (MOBA).

Contoh gim MOBA yang sedang tren ketika tulisan ini dibuat dan paling sering dikeluhkan orangtua, adalah Mobile Legends. Ada juga AoV, LoL, dan beragam nama lainnya yang membuat orangtua garuk-garuk kepala.

Seorang desainer gim yang pernah bekerja di Microsoft, John Hopson,  yang merupakan doktor di bidang ilmu perilaku dan neurosains, mengungkapkan mekanisme psikologi perilaku yang digunakan dalam desain  gim (Lingualeo.com, 27/4/01).

Mekanisme ini disebut Pengondisian Operan (operant conditioning). Sebenarnya prinsip ini sudah lumrah, secara alami terjadi dalam proses pembelajaran sehari-hari. Namun mungkin luput dari perhatian sebagian  orang, bahwa andilnya besar dalam modifikasi perilaku pemain gim.

Prinsip Pengondisian Operan untuk Pembiasaan Perilaku
Prinsip  mekanisme ini adalah kemungkinan suatu perilaku akan diulangi atau  tidak, tergantung dari akibat perilaku itu sendiri. Akibat (konsekuensi) itu adalah penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Dalam gim, yang digunakan hanya penguatan.

Penguatan dengan pemberian stimulus disenangi--hadiah, reward--mendatangkan perilaku yang diinginkan. Contoh kasus kita nukil dari tulisan Kompasianer Devi Aryani:

Kecanduan yang dialami mereka adalah karena akan ada hadiah apabila si user log in tiap hari.

Saya coba telusuri apa hadiah yang dimaksud. Ada macam-macam.

Ada event, dalam rangka mendapatkan fitur karakter jagoan gratis atau hadiah acak, dengan syarat rajin log in setiap hari. Ada skor kredit, yang akan bertambah bila melakukan log in dan berkurang bila pemain meninggalkan permainan.

Bila  diurai menjadi komponen aksi (perilaku), konsekuensi (penguatan) dan  probabilitas (kemungkinan perilaku akan diulang), akan menjadi sebagai  berikut:

Contoh penguatan perilaku. Sumber: Dokumentasi pribadi.
Contoh penguatan perilaku. Sumber: Dokumentasi pribadi.
Unsur berikutnya yang tak kalah penting adalah kontingensi.  Kontingensi adalah tentang kapan dan seberapa sering suatu perilaku  diberi penguatan. Komponen ini memiliki dampak yang besar pada kecepatan  dan kekuatan respon perilaku.

Komponen inilah yang diutak-atik oleh analis dan desainer gim untuk "mengikat" pemain mereka.

Hadiah dalam gim daring biasanya terbagi menjadi dua yaitu regular (pasti muncul pada waktu tertentu) dan seasonal (muncul tidak menentu). Hadiah dalam gim selalu bervariasi dari segi waktu, jenis, atau cara mendapatkannya.

Hal  ini membuat pemain gim akan rajin mengecek permainan. Karena tiap kali  bermain, ia menganggap ada kesempatan yang sama untuk mendapatkan  hadiah.

Ada probabilitas konstan bahwa setiap ia bermain gim, ada hadiah yang menunggunya.

Sehingga si anak berpikir, "Kalau gitu harus rajin main, dong. Tiap main kan ada hadiah, belum lagi hadiah satunya yang gak tau dapet kapan? Sayang kan, kalau gak main hari ini."

Kondisi  di atas diciptakan dengan jadwal penguatan yang utamanya menggunakan  rasio bervariasi, artinya penguatan diberikan setelah perilaku dilakukan  beberapa kali, tapi sifatnya tidak dapat diprediksi, seperti hadiah  dalam gim.

Nah, kapan saja penguatan perilaku diberikan? Waktu penguatan atau pemberian reward ada yang disebut jadwal rasio tetap, rasio bervariasi, interval tetap, dan interval bervariasi.

Waduh, apaan lagi itu? Gak kuat, biar Dilan saja.

Demikian, Ayah-Bunda, gim didesain sampai sejauh itu.

Menyelami dari Sudut Pandang Pemain Gim
Sebagai  seseorang di garis perbatasan generasi Y dan Z, saya pernah melewati  masa-masa yang cukup akrab dengan gim, baik daring maupun luring.

Jika  diingat-ingat, saya mulai meninggalkan gim ketika beranjak SMA. Karena  menjalani program akselerasi, kegiatan mulai padat sehingga saya tidak  punya keinginan lagi untuk bermain gim sesering dulu. Kalaupun bermain  gim, mungkin tidak sampai 30 menit atau 1 jam sehari.

Ketika beranjak kuliah, saya sudah lepas dari gim karena pola yang terbentuk semasa SMA.

Pengalaman  ini mungkin bermanfaat untuk membantu menyelami fenomena ini dari sudut pandang orang yang bermain gim, digabung dengan beberapa konsep psikologi perilaku.

1. Gim terasa seperti dunia alternatif

Gim  memberikan pengalaman sensori audiovisual yang kaya dan melibatkan  fungsi kognitif yang masif. Akibatnya, pemain melalui alam bawah sadarnya akan mengalami fenomena "imersi" atau "presensi spasial".

Dirinya merasa berada (presens) di alam gim (spasial). Singkatnya, pemain akan tenggelam dalam zona imajinatif gim.

Inilah mengapa, jika terjadi koneksi putus, koneksi macet, seseorang bisa sampai marah-marah. Hal itu memutus zonasi dirinya dengan dunia gim secara mendadak tanpa seizinnya.

Gim juga diiringi alunan suara yang tematis. Seperti suara menyenangkan  ketika senang, suara menegangkan ketika tegang, dan alunan suara heroik di momen kemenangan. Faktor ini memengaruhi emosi. Emosi punya pengaruh kuat bagi kecondongan orang terhadap sesuatu.

Tidak  ada kan, alunan suara terompet kemenangan ketika seorang anak selesai  membaca buku atau membuat esai, misalnya. Tidak ada juga kan, ucapan "Selamat! Kamu selesai membaca buku ini. Sekarang, kamu naik level!"

Nah, hal ini membawa kita ke poin kedua.

2. Ada apresiasi dari gim sekecil apa pun hasil dan usaha pemain (konsep diri yang positif)

Satu-satunya  hukuman yang didapat seorang pemain gim adalah bila ia tidak berusaha  cukup keras dalam bermain, itu saja. Hal ini berkaitan dengan konsep  diri.

Manusia menilai dirinya dari apa yang dia alami dan dapatkan  dari lingkungan. Bila lingkungan memberikan sikap yang positif, maka ia  akan merasa dirinya berharga. Dengan bentuk apresiasi ini, gim selalu  memberikan konsep diri yang positif bagi pemainnya.

3. Prestise dan paradigma prestasi

Ada kesenangan tersendiri jika memiliki karakter avatar gim dengan level yang tinggi dan kemampuan mumpuni, sehingga "dianggap" oleh pemain gim lain. Semacam prestise tersendiri yang hanya bisa dipahami sesama pemain gim.

Rasa senang juga didapat ketika berhasil mendapatkan benda-benda langka virtual dalam gim, meningkatkan poin experience level, atau ketika berhasil memenangkan suatu adu tanding.

Ibarat  di Kompasiana, kesenangan sejenis seperti ketika tulisan diapresiasi  pembaca, menjadi artikel utama, menang kompetisi blog, mendapatkan K-Rewards atau THR Kompasiana. Seperti Admin bilang, K-Rewards memengaruhi antusiasme Kompasianer.

Ya kan, Min? #Eh

4. Asimilasi antara pemain dan karakter virtualnya

Dalam gim yang sifatnya role playing, pemain akan membuat karakter virtual yang terlihat sempurna dan "gue banget". Karakter virtual miliknya itu, terasa seperti sosok alternatif dirinya di dunia lain.

Gim daring biasanya punya sistem barang kosmetik yang berfungsi membuat  tampilan karakter gim unik, berbeda dari yang lain. Contohnya Mobile Legends memiliki sistem barang kosmetik yang disebut skin.

Di mata para pemain gim ini, selain punya manfaat saat bertanding, skin punya gengsi. Makin banyak skin yang dimiliki dan makin sulit mendapatkannya, makin terlihat keren.

Mereka  rela menggelontorkan uang dari dunia nyata, menukarnya dengan mata uang  premium di dalam gim, demi menghebatkan karakter gimnya.

5.Gim terlihat lebih dinamis dibanding kehidupan nyata

Dunia gim itu fantasi. Dalam anggapan sebagian--sebagian, ya--pemain  gim, dinamika dunia gim jauh lebih menarik dibanding dunia nyata. Sehingga mereka lebih memilih tenggelam dalam dunia gim. Juga, terkadang  gim menyuguhkan atmosfir sosial yang lebih interaktif dibanding dunia nyata.

Perspektif di atas penting untuk dipahami agar menjadi  dasar tindakan"putar-kemudi" orangtua terhadap anaknya yang kecanduan  gim.

Tetap semangat membaca, ya. Kopi dan tehnya silakan diminum dulu.

Sudah? Yuk, lanjut.

Ketetapan WHO

Riset menunjukkan, pada kelompok yang mengalami gangguan mental berat akibat kecanduan gim, biasanya memang memiliki faktor kondisi fobia sosial,  rasa percaya diri yang rendah, kecemasan, atau depresi.

Bagi seseorang untuk didiagnosis mengalami gaming disorder, harus memenuhi kriteria berikut selama 12 bulan (atau kurang, jika gejala berat):

  • Hilangnya kontrol diri terhadap aktivitas bermain gim (onset, frekuensi, intensitas, durasi, dll.)
  • Prioritas  berlebihan terhadap bermain gim dibanding aktivitas sehari-hari lainnya  (personal, relasi, sosial, pendidikan, pekerjaan, dll.)
  • Keberlanjutan bahkan peningkatan bermain gim walau konsekuensi negatif terus terjadi.

Jangan Ragu Datang ke Psikiater atau Psikolog

Kini masalah terkait kecanduan gim resmi digolongkan WHO ke dalam masalah  mental. Kata kuncinya adalah kehidupan nyata yang terbengkalai. Jika kondisi anak sudah mengkhawatirkan, fungsi personal dan sosialnya sudah terganggu, apalagi emosinya tidak terkontrol, jangan ragu membawa anak menemui seorang ahli. Beri pengertian kepada anak mengapa harus melakukan kunjungan.

Beda Usia, Beda Perlakuan

Anak-anak  yang masih  kecil bisa berada di bawah pengawasan, pendampingan, dan edukasi orangtua. Meski efek tersering adalah tangisan dari sang anak, orangtua  masih punya kendali penuh atas mereka.

Lain halnya dengan  anak  remaja. Anak yang beranjak remaja sudah mulai memiliki otonomi. Bila ditentang, bisa melakukan perlawanan dan berpotensi menjadi agresif. Memahami konsep psikologi perilaku dapat membantu orangtua menghadapi  ini.

Karena tulisan ini fokus membahas psikologi  perilaku, cara  mencegah dan mengatasi kecanduan gim lainnya dapat dibaca dari kumpulan tulisan Kompasianer lain di sini: Seribu Cara Atasi Kecanduan Gim.

Psikologi versus Psikologi

Saya menemukan sebuah buku yang sangat menarik, ditulis oleh Steven Dupon, seorang psikolog pakar impak gim terhadap anak. Buku ini diracik menarik  dengan  bahasa yang mudah dipahami, dan memang diperuntukkan terutama bagi orangtua.

Buku tersebut bisa diakses di sini.

Saya tidak berniat menggurui para orangtua di sini. Tentu pembaca sebagai orangtua punya pengalaman jauh lebih mumpuni dibanding saya.

Saya hanya mencoba berbagi ilmu yang saya ambil dari psikolog pakar impak gim terhadap anak dengan pengalaman lebih dari 20 tahun. Berikut poin-poin penting yang saya tangkap dari uraian beliau dalam bukunya:

1. PDKT, pendekatan

Mungkin Ayah-Bunda ingat di masa-masa PDKT dulu, hal yang dilakukan adalah mencari tahu tentang si dia dan hal-hal yang disukainya. Lalu, kalau bisa pura-pura suka dan mengerti hal kesukaannya.

Ini yang harus dilakukan, dengan mencoba memahami tentang gim yang dimainkan anak, mencari tahu sedetil mungkin, bahkan mempelajari kondisi sosial budaya dalam gim. Tidak sulit, ada banyak laman deskripsi gim bertebaran di mesin pencari.

Dengan membuat diri kita terlihat "mengerti" di depan sang anak, kita sedang berusaha mendapatkan simpatinya.

Ketika kita berhasil mendapatkan simpatinya, akan lebih mudah baginya diajak berdiskusi dan menerima pesan dari kita.

Penilaian sepihak dan penghakiman hanya akan menimbulkan resistensi dan membuat proses mengubah perilaku menjadi lebih sulit.

2. Mengalihkan minat dan orientasi target anak

Ada sense of purpose yang kuat di dalam gim. Ada sesuatu yang dicari dan dikejar oleh anak di sana. Kenali motivasi anak dibalik permainan gim dan ganti dengan kegiatan lain.

Anak harus dibuat "mengejar" sesuatu yang lain, di dunia nyata.

Target juga harus dibuat sejelas mungkin dan dipecah sedetail mungkin. Semakin jelas target, semakin jelas manfaat dari memperoleh target, akan semakin besar motivasi dan usaha untuk mencapainya.

Bentuk pengalihan ini dapat dilakukan pada berbagai bidang, mulai dari pendidikan formal seperti les, olahraga, kegiatan sosial, apa saja yang mengandung kegiatan positif untuk anak.

Menurut Steven Dupon, target yang baru itu harus SMART (specific, measurable, achievable, relevant, time-bound). Target harus dibuat spesifik, memiliki tolak ukur, realistik, punya pengaruh terhadap perubahan perilaku, dan punya timeline target waktu.

Penjelasan lebih lanjut, contoh, dan worksheet program ini bisa pembaca simak dari buku Steven Dupon.

Dari pengalaman saya, saya perlahan lupa dengan gim sewaktu sekolah dulu, adalah karena kegiatan yang memadat. Yang tak kalah penting juga, minat saya sudah beralih kepada hal-hal di dunia nyata yang bagi saya lebih rewarding.

3. Penghargaan, reward

Gim menggunakan penguatan perilaku yang didesain sedemikian rupa untuk menjadikan pemainnya betah mengejar penghargaan di dalamnya. Begitu juga jika kita ingin anak mengejar target yang kita buat. Harus ada penghargaan yang mengikuti setiap langkahnya.

Seperti yang sudah dijelaskan, gim selalu memberikan penghargaan sekecil apa pun hasil dan usaha pemainnya.

Hadiah atau penghargaan ini juga dibagi menjadi hadiah besar dan kecil. Hadiah besar akan menjadi alasan besar anak untuk mengubah kebiasaan bermain gimnya. Mungkin lebih bersifat materi (benda), karena sesuatu yang berwujud dan tidak ngawang-ngawang mungkin akan lebih memotivasi anak.

Selain hadiah besar akan ada hadiah kecil yang mengiringi setiap langkah kecil anak. Penghargaan ini tidak harus selalu material, yang penting adalah stimulus yang menyenangkan.

Stimulus menyenangkan ini sifatnya individual. Tidak semua reward akan sama efeknya bagi anak. Orangtua sebaiknya mencari tahu penguatan terbaik untuk anak, bisa dengan cara mencari apa yang memotivasi anak di masa lalu.

Penghargaan alami seperti pujian juga lebih dianjurkan di samping imbalan materi, karena pujian akan meningkatkan harga diri anak.

Seperti yang sudah dijelaskan, gim memberikan konsep diri yang positif pada anak. Kita harus membangkitkan konsep diri yang positif ini di dunia nyata.

Pujian yang diberikan juga tidak boleh pujian kosong. Pujian terbaik adalah yang berisi penghargaan terhadap usaha, bukan semata hasil.

Memberikan masukan dan kritik juga sesekali boleh. Riset menunjukkan, anak sesungguhnya tidak keberatan dikritik. Namun ada cara agar ia menerima kritik, yaitu menggunakan rasio 2:1, pujian berbanding kritik.

4. Menggunakan perjanjian

Perjanjian ini menuangkan konsekuensi yang disepakati dalam tulisan. Disepakati artinya dibuat oleh kedua belah pihak, anak harus terlibat. Perjanjian ini mengandung pernyataan "jika-maka".

Bila terdapat pelanggaran orangtua bisa menggunakan prinsip penihilan perilaku dengan sanksi. Masih ingat kan, pada teori perilaku tadi ada reward dan punishment. Namun sanksi tidak boleh bersifat fisik dan psikis. Tidak boleh ada kata-kata atau tindakan kasar.

5. Minta bantuan seorang profesional

Ada hal-hal tertentu yang mungkin sulit jika dilakukan orangtua sendiri, seperti mengidentifikasi pola pikir terdistorsi (distorsi kognitif) pada anak, kondisi well-being yang mungkin melatarbelakangi kecanduan gim anak.

Uraian dalam tulisan ini juga akan lebih mudah diterapkan jika di bawah bimbingan seorang ahli yang memiliki latar belakang ilmu dan lebih terlatih untuk menilai secara objektif.

6. Tekad baja

Belum ada tips mengatasi kecanduan gim yang mencantumkan ini. Malah seharusnya saya letakkan nomor satu, karena semua diawali dengan tekad.

Mengubah perilaku bukan sesuatu yang sekali tembak lurus langsung berhasil.

Kecanduan gim adalah pola yang terbentuk dengan waktu, maka menghilangkannya pun pasti butuh waktu. Tidak boleh langsung menyerah jika mengalami setback selama proses ini, karena definisi gagal yang sesungguhnya adalah berhenti mencoba dan berusaha.

Terakhir, hemat saya, dasar pijakan paling kokoh untuk menghalau fenomena kecanduan gim dan gangguan mental ini sesungguhnya adalah pembentukan karakter,  moral, dan agama. Dengan bekal itu, seseorang akan mampu menapis  pengaruh buruk dari gim dan melakukan moderasi pada dirinya.

Pesan dari Seseorang yang Sukses Mengatasi Kecanduan Gim, Cam Adair

Seorang mantan pecandu gim sekaligus pendiri Game Quitters, komunitas penyandang korban kecanduan gim terbesar di dunia, Cam Adair, kini menjadi pembicara internasional tentang kesehatan mental yang diakui. Beliau adalah penemu metode Respawn yang telah sukses membebaskan banyak orang dari belenggu candu gim.

Karena tulisan ini sudah terlalu panjang, kopi dan tehnya sudah habis, pembaca bisa memutar tayangan ketika beliau menjadi pembicara di forum ternama, TEDx, dalam unggahan di bawah.


Baiklah, sampai di sini dulu acara ngopi dan ngeteh kita.

Semoga tulisan ini bermanfaat, dan salam Kompasiana.

Evita Yolanda

**

Referensi:

The Wiley Blackwell Handbook of Operant and Classical Conditioning, American Psychological Association, Computers in Human Behaviour, How to Deal with Video Game Addiction: A manual for parents and professionals

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun