"Ini terlalu cepat, Rel. Kita baru kenal dua bulan, pacaran baru satu minggu."
Dua hari setelah itu, kuajak Darel bertemu di cafetaria setelah pulang kantor. Ia yang punya job pemotretan model busana, agak terlambat datang. Kumaklumi, ia seorang fotografer dengan jam terbang tinggi.
"Aku takut kau mau bunuh diri lagi, seperti yang lalu ..."
Kucubit pinggangnya dengan keras. Tapi ia malah meraih tanganku dan menggenggamnya lalu dikecup. Romantis sederhana seperti ini tidak pernah kudapatkan dari Arie. "May, aku tidak perlu waktu untuk lama untuk melamarmu."
Aku takmampu berkata-kata. Titik-titik air mata yang jatuh di pipi adalah keharuan dan kebahagiaan.Â
"Aku jatuh cinta padamu, May. Itu alasannya agar kita cepat .... satu ranjang."
Dalam sekejap, tawa Darel pecah. Ia memang mengesalkan, kan? Di saat aku terharu, ia malah bercanda. Bersamanya mungkin, hari-hari yang terlewati bersamanya akan dipenuhi tawa.
"May, kau juga cinta padaku, kan? Jangan malu mengatakannya."
"Iya, aku sangat jatuh cinta padamu. Tidak pernah memiliki cinta sebesar ini sebelumnya."
Kami saling menggenggam tangan meninggalka kafetaria. Darel sesekali membisikkan kata cinta. Tuhan
 begitu sangat baik lada aku. Mematahkan hatiku, lalu dipertemukan pria tampan bernama Darrelio.Â