Mohon tunggu...
Evianty Yusup
Evianty Yusup Mohon Tunggu... Guru - A spontaneous, strategic, maximizer, believer!

Dosen, guru, pendidik, coach, hipnoterapis yang tertarik mendalami pengembangan diri khususnya untuk perempuan, ibu dan anak.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Belajar Cinta dari Joon Young

20 Juni 2020   12:00 Diperbarui: 20 Juni 2020   12:15 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Hal apakah yang penting untuk dipelajari dari seri drama Korea ini?
Setiap orang pasti memiliki kesan yang berbeda.

Bagi penulis, keadaan Joon Young menjadi perhatian utama. Mengapa? Interaksi sehari-hari bersama guru dan siswa-siswa di sekolah sedikit banyak mempengaruhinya. Di sekolah-sekolah banyak siswa yang dianggap tidak mampu mengikuti pembelajaran di kelas-kelas, dibandingkan dengan teman-teman lainnya, ternyata bukan disebabkan  oleh ketidak mampuan intelektualnya tetapi ketidak mampuan mengelola emosinya.

Beberapa 'masalah' berkaitan dengan belajar di sekolah antara lain adalah siswa malas-malasan, siswa tidak mengerjakan tugas, siswa lupa membawa pekerjaan rumah, siswa sering terlambat, siswa tidur di sekolah, siswa bolos, siswa kabur, siswa menguntil, siswa malak, siswa melakukan atau menjadi korban perundungan, dan lain sebagainya. 

Ketika dikonfirmasi dengan orang tua banyak jawaban serupa semisal, memang anaknya malas, tidurnya malam, susah bangun pagi, tidak nurut atau sering melawan. 

Sebagian mengatakan anak-anak lebih menurut sama temannya, berbeda dengan kakak atau adiknya, dan lain sebagainya. Orangtua merasa sudah melakukan yang terbaik bahkan sampai putus asa tidak tahu harus melakukan hal apa lagi. Lalu, bagaimana dengan keadaan atau perasaan anak terhadap reaksi orangtuanya?

Dari beberapa kasus yang terjadi dan ditangan oleh guru, wali kelas dan terapis sekolah muncul kalimat-kalimat yang menghenyak di hati. Sebagian dari siswa pada akhirnya menceritakan keadaan hubungan ayah ibu yang tidak harmonis. 

Kekhawatiran mereka terhadap keadaan baik ayah maupun ibunya, tanpa keberpihakan kepada siapapun, membuat mereka gelisah. 

Ketakutan mereka terhadap perpisahan ayah ibu, keseharian mendengar pertengkaran yang berujung hardikkan kepada anak, merasa tidak disayang lagi, merasa tidak ada tempat nyaman lagi di rumah, merasa 'ditinggalkan' oleh ayah ibu, bahkan perasaan bersalah bahwa pertengkaran itu adalah karena mereka (anaknya). 

Anak tidak mampu menyampaikan pendapatnya, bila tidak diajarkan dari kecil, berusaha menyembunyikan perasaannya. Dalam waktu yang lama, ibarat sebuah panci yang dipanaskan di atas kompor terus menerus dalam keadaan tertutup rapat tanpa pelepasan uap, perasaan yang disembunyikan itu mencari jalan keluar.

Meluap. Meletup. Meledak.
Luapan, letupan, ledakan itu bisa berupa perilaku yang beragam.

Anak menjadi lebih pendiam. Anak sering mengurung diri. Anak pura-pura tidak mendengar. Anak  sering menghindar atau beralasan kalau dipanggil mendekat. Anak lebih suka bermain gadget atau main game. Anak lebih suka menghabiskan waktu dengan teman-temannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun