Mohon tunggu...
Evi Untari
Evi Untari Mohon Tunggu... Penulis - Ibu rumah tangga

Seorang ibu rumah tangga "biasa" yang saat ini sedang menikmati tugas "luar biasa" mengurus tiga anak. Bukan seorang penulis handal, hanya suka menulis untuk menjaga kewarasan.

Selanjutnya

Tutup

Kkn Pilihan

Rasa yang Tertinggal dalam Kisah KKN Kita

16 Mei 2024   01:19 Diperbarui: 20 Mei 2024   21:14 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau kamu jadi aku, mungkin kamu masih sama ingatnya kisah KKN kita sepuluh tahun lalu. Bukan lebay atau ga bisa move on, tapi kenangan itu benar-benar melekat erat di ingatan. Terutama senyummu. Seandainya kamu tau itu.

Ku dengar hidupmu sekarang semakin baik dan sukses. Menikah dengan pria yang benar-benar sesuai kriteria dan tipemu. 

Persis seperti yang pernah kamu sebutkan sepuluh tahun lalu, sambil terkekeh memukul bahuku manja.

Bahkan Irwan bercerita kalau kamu sekarang sudah memiliki dua anak yang sama cantiknya dengan dirimu. 

Ahh, andai Tuhan mencabut nyawaku detik ini juga dan memberiku kemampuan bereinkarnasi menjadi laki-laki muda, aku mau dijodohkan oleh Tuhan dengan salah satu anakmu itu. Hehe bercanda, cinta sejatiku tetap kamu!

Sepuluh tahun sudah berlalu, tapi rasanya aku masih merasakan lembutnya tanganmu memeluk erat pinggangku saat ku bonceng berkeliling desa Gunung Manik.

Jalanan yang terjal di tepi jurang, berbatu dan berbelok-belok membuat lokasi tujuan kita seperti tak pernah sampai. Tapi aku senang. Berharap jalanan di depan sana masih sangat panjang sampai tak terhingga jauhnya.

Motor yang ku pinjam dari pak Endi, sesepuh desa, sempat mogok dan hujan turun tak terduga. 

Aku pikir Tuhan memang memberikan kesempatan langka itu agar aku bisa lebih berlama-lama denganmu, berdua saja di tengah hujan.

Tapi nyatanya, selama kita berteduh di sebuah saung reyot tak terpakai, di samping gapura desa yang sudah sama usangnya dengan jaket yang kupakai, kamu malah menangis ketakutan.

Kamu tersedu-sedu karena hari semakin sore dan kamu takut ada setan kuntilanak yang duduk di dahan pohon atau genderuwo yang mengintip dari balik tebing bebatuan yang besar itu.

Aku ingin memelukmu. Ingin meyakinkan bahwa aku akan tetap ada melindungi mu walau apapun yang terjadi. Tapi aku tak berani karena takut kamu malah berpikir aku berotak mesum dan mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Jadi aku urungkan niatku menjadi superhero dadakan dan malah membentak menyuruhmu diam. Maafkan aku. Aku kelepasan karena tak bisa menguasai rasa gugup ketika berduaan denganmu di tempat sesepi dan seromantis itu.

Aku melihat kesedihan yang semakin memuncak di wajahmu. Aku menyesal dan semakin menyesal ketika kamu memutuskan untuk berlari menerobos hujan deras memasuki pemukiman desa yang masih lumayan jauh jaraknya.

Aku mengejarmu dengan motor Pak Endi yang ngos-ngosan. Tapi kamu menolak naik untuk ku bonceng. Akhirnya kita berdua berjalan cepat-cepat beriringan, sambil saling diam seribu bahasa. 

Kamu dengan kekesalan yang semakin dalam padaku, dan aku dengan keletihan yang teramat sangat karena harus menuntun motor ngadat di jalanan yang berbatu dan becek.

***
Lima hari sejak kita kehujanan bersama sepulang dari kantor desa kemarin, kamu masih mendiamkan aku.

Ratih, sahabatmu sampai harus menjadi messenger jika ada sesuatu yang harus kamu sampaikan kepadaku.

Bagaimana bisa kita terus seperti ini, sementara teman-teman yang lain sudah mempercayakan aku sebagai ketua tim dan kamu sekretarisnya?

Akhirnya aku memutuskan untuk membuat sedikit kejutan sebagai bentuk permohonan maafku. Aku harap kamu akan suka dan syukur-syukur kamu bisa membalas perasaanku. Aamiin.

Aku meminta bantuan Irwan untuk memohon ijin pada pak Sekdes agar diberikan kendaraan yang agak memadai untuk aku bawa ke Majalengka besok pagi.

Jarak antara lokasi KKN kami memang lumayan jauh dengan desa perbatasan Majalengka, sekitar enam puluh kilometer dan harus memakan waktu sekitar dua jam jika menggunakan sepeda motor. 

Itu belum terhitung hambatan lain seperti jalanan yang becek akibat hujan yang tidak memungkinkan sepeda motor melintas dengan kecepatan normal sekalipun.

Irwan berhasil meyakinkan para petugas desa dan mempercayakan sebuah mobil jeep untuk kami bawa ke Majalengka. 

Kompetisi persahabatan sepak bola tingkat SMP dan SMU antar Sumedang-Majalengka kali ini akan menjadi program kami untuk memajukan olahraga, terutama sepakbola di daerah terpencil ini.

Dan satu lagi, aku memohon pada Irwan untuk mengijinkan hanya aku dan Wilma saja yang berangkat ke Majalengka besok. Aku menjadikan sepatu Vans baru kesayanganku yang sama sekali belum pernah aku pakai, sebagai sogokan dan uang tutup mulut untuk Irwan.

Irwan memahami niat terselubung ku itu. Mungkin hanya Irwan satu-satunya peserta KKN yang menyadari perasaanku padamu selama ini.

"Tengkyu, Wan..," ucapku sumringah dan dijawab dengan lebih sumringah oleh Irwan sembari mengelus dus sepatu yang masih tampak mulus di tangannya.

***

Wilma. Sebuah nama cantik nan klasik dari masa laluku yang menarik.

Mungkin jika dihitung, sudah milyaran kali nama itu ku ucap dalam kerinduan. Entah kenapa, meski aku mencoba melupakannya, aku tidak bisa.

Sihir apa yang sebenarnya kau tanamkan di hatiku, sehingga aku sebegitu kuat terikat dengan pesonamu?

Bahkan sepuluh tahun berlalu, aku belum bisa sedikitpun melupakan setiap jengkal wajahmu yang mungkin sekarang sudah banyak berubah.

Adilkah bagiku ketika kamu di sana sudah bahagia dengan kehidupanmu, sedangkan aku di sini masih tidak bisa menerima kehadiran wanita lain karena terlalu terlalu terobsesi denganmu?

Apa aku akhirnya mengalami gangguan kejiwaan karena rasa cintaku yang teramat dalam padamu?

Aku memang lemah dan menyedihkan jika berkaitan segala hal tentangmu.


***

Jeep Cherokee yang gagah, mobil operasional satu-satunya milik kantor desa itu membawa aku dan kamu menyusuri jalanan hutan, menjauhi daerah pemukiman.

Kamu duduk di sampingku mengenakan jas almamater warna biru dan celana ripped jeans warna senada. Rambutmu yang sebahu berwarna kecoklatan bergerak-gerak mengikuti laju mobil yang ku kemudikan.

Sepanjang perjalanan, sudah setengah jam berlalu kita hanya berdiam dan asyik dengan pikiran masing-masing.

Aku canggung untuk memulai obrolan pagi itu. Ku lirik kamu sepertinya cuek dengan sikapku bahkan seolah tak peduli. 

Kamu asyik bersenandung kecil sambil sesekali memeriksa catatan proposal kegiatan yang kamu buat atau hanya sekedar menebar pandangan ke luar jendela.

Aku menghela napas sebelum akhirnya memberanikan diri membuka suara.

"Kamu udah makan?," ujarku kikuk.

Kamu tersenyum, membuatku salah tingkah karena merasa tidak ada yang lucu dengan pertanyaanku.

"Sejak kapan lo manggil gue, "kamu"? Dan kita tadi kan sarapan bareng ih.."

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal dengan tangan kiriku. 

"Lo masih marah sama gue? Soal yang kemaren itu?"

Kamu terdiam sebelum menjawab.

"Ya iyalah... Lo ngebentak gue nyuruh diem padahal gue takut beneran! Emang lo sapa? Berani bentak gue"

"Gue minta maaf, Wil.. gue kelepasan karena jujur gue juga bingung dan panik. Hujan makin deres dan elo nangis.. gue bingung nenanginnya"

"Gue sih udah ga kenapa-napa sekarang.. tapi gue masih kesel aja tiap ngeliat lo!"

"Maaf Wil.."

"Iya"

"Serius.. gue beneran minta maaf!"

"Iya iya"

"Gue harus nebusnya gimana?"

"Jadi pacar gue!"

Cciiittt... Aku mendadak menginjak rem sekuat tenaga. Terkejut dan syok mendengar jawabanmu.


"Aduhhhh! Lu gila ih.. sakit tau!", kamu memegangi kening yang terbentur dashboard mobil.

"Yaa ampun, Wil.. maafin gue!"

Aku panik mengusap keningmu dan itu pertama kalinya tangan kita bersentuhan agak lama.

Aku terkesiap. Menikmati perasaan berdesir di jantungku.

Tapi kamu malah tersenyum. Membuatku jadi salah tingkah lagi. Gelagapan sampai kikuk dibalik kemudi. Untung saja hutan ini aman, bukan berada di pinggir jurang.

"Lo ngerjain gue ya?"

Kamu tersenyum lagi sebelum menggeleng dengan gerakan menggemaskan.

"Ga kok.. gue serius! Lo mau ga jadi pacar gue selama KKN ini?"

"Hanya selama KKN?"

"Ummm tergantung.. kamu bisa bikin aku nyaman atau ga.."

"Dih apaan sih, Wil?"

"Mau ga?"

Aku terdiam. Berpikir apakah kamu hanya main-main denganku atau justru kamu memberi tantangan untuk mengetes keseriusanku?

"Mau. Selama ini gue suka sama lo, Wil.. gue mau jadi pacar lo"

"Iya gue tau"

"Lah masa?"

"Keliatan banget kok.. hari ini kita ke Majalengka juga kamu yang request biar bisa berduaan sama aku kan?"

Aku nyengir.

"Kalau aku boleh jadi pacar kamu, nanti sepulang dari rapat di Majalengka, aku mau ajak kamu ke suatu tempat.."

"Kemana?"

"Ada deh.. mumpung kita cuma berdua," jawabku iseng dan kamu memukul bahuku untuk pertama kalinya dengan mesra.

***

Hari ini, aku berdiri menikmati suasana Puncak Damar setelah sepuluh tahun berlalu. 

Tempat ini sudah banyak berubah. Tempat dimana pertama dan terakhir kalinya kita pergi berduaan, mengobrol dari hati ke hati saling mengakrabkan diri sampai lupa waktu. 

Hingga aku pertama kalinya mendaratkan kecupan di pipimu yang saat itu jelas merona kemerahan.

Masa KKN usai dan cinta kita pun perlahan usai. Jurusan kita yang berbeda, gedung kampus kita yang juga letaknya berjauhan membuat frekuensi mengobrol kita hanya sempat melalui pesan singkat atau telfon.

Perlahan kamu pun menghilang setelah kita sama-sama lulus kuliah. Mungkin kembali ke kota asalmu, mungkin sudah menemukan laki-laki yang ternyata bisa membuatmu merasa lebih nyaman. Aku tersingkirkan tanpa kata perpisahan.

Wilma, kalau kamu bahagia saat ini.. maka tolong doakan aku juga bisa menemukan kebahagiaanku. 

Masa iya kamu tega membiarkan aku terus menerus mencintaimu tanpa balasan.

Aku tersenyum getir menatap langit yang megah sore itu. Hari ini, di Puncak Damar aku akhirnya meyakinkan dan menguatkan hati untuk mengikhlaskan perasaanku padamu.

Selamat tinggal, Wilma. Teruslah berbahagia!

Dan selamat berjuang mencari hidupmu yang baru, Damar! Diriku juga pantas bahagia......

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun