Kamu tersedu-sedu karena hari semakin sore dan kamu takut ada setan kuntilanak yang duduk di dahan pohon atau genderuwo yang mengintip dari balik tebing bebatuan yang besar itu.
Aku ingin memelukmu. Ingin meyakinkan bahwa aku akan tetap ada melindungi mu walau apapun yang terjadi. Tapi aku tak berani karena takut kamu malah berpikir aku berotak mesum dan mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Jadi aku urungkan niatku menjadi superhero dadakan dan malah membentak menyuruhmu diam. Maafkan aku. Aku kelepasan karena tak bisa menguasai rasa gugup ketika berduaan denganmu di tempat sesepi dan seromantis itu.
Aku melihat kesedihan yang semakin memuncak di wajahmu. Aku menyesal dan semakin menyesal ketika kamu memutuskan untuk berlari menerobos hujan deras memasuki pemukiman desa yang masih lumayan jauh jaraknya.
Aku mengejarmu dengan motor Pak Endi yang ngos-ngosan. Tapi kamu menolak naik untuk ku bonceng. Akhirnya kita berdua berjalan cepat-cepat beriringan, sambil saling diam seribu bahasa.Â
Kamu dengan kekesalan yang semakin dalam padaku, dan aku dengan keletihan yang teramat sangat karena harus menuntun motor ngadat di jalanan yang berbatu dan becek.
***
Lima hari sejak kita kehujanan bersama sepulang dari kantor desa kemarin, kamu masih mendiamkan aku.
Ratih, sahabatmu sampai harus menjadi messenger jika ada sesuatu yang harus kamu sampaikan kepadaku.
Bagaimana bisa kita terus seperti ini, sementara teman-teman yang lain sudah mempercayakan aku sebagai ketua tim dan kamu sekretarisnya?
Akhirnya aku memutuskan untuk membuat sedikit kejutan sebagai bentuk permohonan maafku. Aku harap kamu akan suka dan syukur-syukur kamu bisa membalas perasaanku. Aamiin.
Aku meminta bantuan Irwan untuk memohon ijin pada pak Sekdes agar diberikan kendaraan yang agak memadai untuk aku bawa ke Majalengka besok pagi.