Teman-temanku yang ikut makan siang dengan kami ikut tertawa.
"Jangan lupa, gue masukin list biar kecipratan juga ya, Ra!," celetuk Putri menambahkan sakit di hatiku.
Aku mencoba terus tersenyum. Padahal keping-keping hatiku tersinggung bukan main. Sadarkah mereka bahwa hal itu menyakiti perasaanku?
Ya Allah, seberapa burukkah diriku hingga aku tidak pantas mendapatkan jodoh dari salah satu hamba-Mu?
Aku berpura-pura membetulkan posisi jilbab dan kacamataku. Padahal aku mengalihkan fokus agar air mata ini tidak jatuh.
Kalau mereka tau aku menangis, Â pasti aku akan dinilai terlalu baperan. Perawan tua yang ga asik dan gampang tersinggung! Pantes aja ga ada laki-laki yang mau deketin!
***
Hari Minggu kali ini, di pertengahan bulan Mei adalah hari libur yang tak biasa bagiku. Beberapa minggu lalu, aku mencoba saran dari teman semasa SMP untuk mencoba membuat akun Tinder.
Awalnya aku ragu dan merasa sudah tidak pantas untuk menjelajah dunia maya demi mencari cowok. Aku juga sempat takut karena ada beberapa kasus yang memang berujung kriminal akibat perkenalan di sosial media.
Tapi Isti temanku itu meyakinkan kalau aku hanya perlu berhati-hati dan jangan mudah untuk menaruh perasaan apalagi kepercayaan, sebelum bertemu beberapa kali dengan laki-laki yang cocok dengan kriteriaku menurut aplikasi ini.
Maju mundur aku memutuskan hingga akhirnya aku nekat membuat akun di aplikasi kencan online ini karena secara tak sengaja mendengar obrolan emak dan bapak.
"Emak sedih tiap kali liat Mara murung, pak.. apalagi kalo Bude Tumi ngomong yang engga-engga tentang anak kita. Apa iya, Mara harus di bawa ke orang pintar yang Bude Tumi bilang pak?"