Mohon tunggu...
Evedy Efraim S Depari
Evedy Efraim S Depari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mendekat lah maka kamu akan mengetahuinya

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Keinginan Kuat untuk Menjadi Gender Lain, Pahami Penyebabnya!

6 Desember 2023   15:39 Diperbarui: 6 Desember 2023   15:45 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kognitif individu dalam mengidentifikasi identitas gender (istock/Andreypopov)

Proses identifikasi identitas diri yang tidak sesuai dengan tugas - tugas perkembangan pada masa remaja saat ini sering terjadi, yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya, tidak menerima identitas gendernya sendiri dan belum mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.

Hal tersebut dapat terjadi karena faktor dari individu itu sendiri maupun lingkungannya. Perilaku individu yang dapat muncul akibat peristiwa tersebut memungkinkannya untuk mengidentifikasi dan memutuskan bahwa adanya ketidaknyamanan secara afektif atau kognitif dengan gender biologis yang ia miliki dengan menginginkan perubahan dari gender tersebut.

Data di Indonesia terkait individu dengan Gender Dysphoria yang dimiliki oleh Yayasan Srikandi Sejati yaitu terdapat sebanyak 6 juta transgender hidup dan tinggal di Indonesia (Manik, dkk, dalam S Safaningrum, dkk., 2023).

Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak kecil. Kata gender berasal dari Inggris, gender berarti jenis kelamin. Gender dapat diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan perilaku.

Gender Dysphoria berbeda dengan pengertian maskulin ataupun feminin (ekspresi gender) yang merupakan karakteristik yang terkait tentang peran gender seseorang, seperti penampilan, cara berpakaian, perilaku, maupun cara berbicara.

Gender Dysphoria

Menurut DSM - V (Diagnostic and statistical manual of mental disorders), Gender Dysphoria didefinisikan sebagai ketidaksesuaian antara identitas gender seseorang dan jenis kelamin mereka yang menyebabkan individu tersebut merasa tertekan atau tidak nyaman. Seseorang dapat dikatakan mengalami Gender Dysphoria jika mengalami sedikitnya dua kriteria menurut DSM – V selama sekitar enam bulan.

Gejala

Berdasarkan DSM-V gejala Gender Dysphoria sebagai berikut;

  • Perbedaan signifikan antara identitas gender dan karakteristik jenis kelamin
  • Keinginan kuat untuk menghilangkan atau menghambat perkembangan karakteristik  seksual sekunder
  • Keinginan yang kuat untuk menjadi gender lain
  • Ingin diperlakukan sebagai gender lain

Faktor Penyebab

1. Faktor hormonal

Gangguan endokrin dapat berkontribusi terhadap perkembangan gangguan seksual. Gangguan endokrin dapat disebabkan oleh peningkatan penggunaan zat kimia saat ini, karena dapat membuat janin terpapar testosteron konsentrasi tinggi yang menyebabkan gangguan seksual.

2. Faktor biologis

Bukti menunjukkan bahwa ekspresi gen, ukuran, dan jumlah sel saraf serta fungsi dalam struktur otak berkorelasi dengan transeksualisme. Perbedaan struktural dan fungsional pada inti hipotalamus atau wilayah otak lainnya sehubungan dengan identitas gender dan orientasi seksual mewakili jaringan saraf kompleks yang terlibat dalam berbagai aspek perilaku seksual.

3. Faktor Neurologis

Studi otopsi post-mortem pada sejumlah pelamar transgender laki-laki dan perempuan menunjukkan pola perempuan dengan diferensiasi seksual di dua wilayah otak. Hal ini menunjukkan bahwa Gender Dysphoria mungkin merupakan kelainan diferensiasi seksual di bawah pengaruh otak.

4. Faktor psikologis

Studi di Amsterdam, Ghent, Hamburg, dan Oslo menunjukkan bahwa 70% penderita Gender Dysphoria lebih banyak mengalami gangguan emosional dan kecemasan. Dalam sebuah penelitian di Iran, tiga penyakit yang paling umum pada penderita Gender Dysphoria adalah gangguan depresi mayor (33,7%). Oleh karena itu, ditemukan bahwa sebagian besar pasien Gender Dysphoria juga menderita penyakit psikologis.

Treatment / Penanganan

Berdasarkan Susan Nolen - Hoeksema. (2019).  Abnormal Psychology. Pengobatan utama untuk Gender Dysphoria:

(1) Terapi hormon lintas jenis.

(2) Pengalaman penuh waktu dalam kehidupan nyata dalam peran gender yang diinginkan.

(3) Psikoterapi, Terapis yang bekerja dengan orang- orang dengan disforia gender membantu individu memperjelas identitas gender          mereka dan  keinginan mereka untuk berobat.

Menurut psikolog Indah Dewanti Rahmalia, S.Psi., M.Psi., Psikolog. beberapa penanganan atau upaya pencegahan lainnya yang dapat dilakukan adalah:

1. Psikoedukasi

Psikoedukasi digunakan untuk melihat sejauh mana pemahamannya tentang masalah Gender Dysphoria, sejauh mana keluarganya tahu terkait hal tersebut atau lingkungan-lingkungan terdekatnya dan bagaimana kita mengedukasi cara penanganan yang tepat terhadap orang yang memiliki masalah demikian..

2. Psikofarmakologi atau pemberian obat

Dilakukan oleh psikiater dengan pemberian obat dilakukan kepada orang yang memang memiliki gangguan secara neurologis secara genetik maupun hormonal.

Berdasarkan hasil survey yang sudah diberikan kepada 60 responden, menyatakan bahwa sebanyak 66,7% responden tidak pernah mendengar istilah Gender Dysphoria dan sebanyak 96,7% memahami peran gendernya sendiri. Namun, sebanyak 13,3% Masyarakat pernah merasa tidak nyaman dengan gendernya sendiri.

 

Indah Dewanti Rahmalia, S.Psi., M.Psi., Psikolog, merupakan seorang psikolog klinis yang mengatakan bahwa respon masyarakat terhadap seseorang yang mengalami Gender Dysphoria harusnya mendukung untuk dia kembali ke identitas gender aslinya dan tetap menerima orang yang mengalami Gender Dysphoria, tetapi menolak gangguan Gender Dysphoria yang menyimpang dari norma masyarakat yang ada.

Referensi :

American Psychiatric Association. (2012). Diagnostic And Statistical Manual Of Dsm-5 Tm.

Atkinson, S. R., & Russell, D. (2015). Gender dysphoria. In FOCUS 792 REPRINTED FROM AFP (Vol. 44, Issue 11). http://genderrights.org.au/sites/default/files/u9/AGA%20InfoPack%202014pdf

Cooper, K., Russell, A., Mandy, W., & Butler, C. (2020a). The phenomenology of gender dysphoria in adults: A systematic review and meta-synthesis. In Clinical Psychology Review (Vol. 80). Elsevier Inc. https://doi.org/10.1016/j.cpr.2020.101875

Cooper, K., Russell, A., Mandy, W., & Butler, C. (2020b). The phenomenology of gender dysphoria in adults: A systematic review and meta-synthesis. In Clinical Psychology Review (Vol. 80). Elsevier Inc. https://doi.org/10.1016/j.cpr.2020.101875

Mokalu, V. R., & Boangmanalu, C. V. J. (2021). Teori Psikososial Erik Erikson: Implikasinya Bagi Pendidikan Agama Kristen Di Sekolah. Vox Edukasi: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 12(2), 180–192. https://doi.org/10.31932/ve.v12i2.1314

Safitri, K. H., & Mukaramah, S. (2021). Gender Dysphoria in Adolescence. Asian Community Health Nursing Research, 33. https://doi.org/10.29253/achnr.2020.23354

Saintika, J. A., Yuli Amellia, A., Nova, R., Anissa, M., & Vani, A. T. (n.d.). Volume 4 Nomor 2 | https://jurnal.syedzasaintika.ac.Id Disforia Gender Pada Lgbt. Jurnal Abdimas Saintika. https://jurnal.syedzasaintika.ac.id

Susan Nolen - Hoeksema. (2019). Abnormal Psychology.

Yazdanpanahi, Z., Ebrahimi, A., Badrabadi, N., & Akbarzadeh, M. (2023). Gender Dysphoria, Its Causes and Symptoms: A Review. In Journal of Health Science and Medical Research (Vol. 41, Issue 1, pp. 1–13). Prince of Songkla University. https://doi.org/10.31584/jhsmr.2022883

Yeni Krismawati. (2014). Teori psikologi Perkembangan Erik H. Erikson dan Manfaatnya bagi tugas Pendidikan Kristen Dewasa Ini. Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen, 2, 46–56.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun