Mohon tunggu...
Evan Farrel Tampubolon
Evan Farrel Tampubolon Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Pelajar di SMA Kolese Kanisius Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keserasian Tercipta di Tengah Pluralitas

18 November 2024   23:47 Diperbarui: 19 November 2024   00:24 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesantren Al-Furqon, Kabupaten Tasikmalaya. Sumber : Dokumentasi Pribadi

Indahnya Pluralitas

Kebersamaan yang terjalin di Pesantren Al Furqon adalah cerminan nyata dari pluralitas Indonesia. Dalam ekskursi keagamaan ini, para siswa Kanisius dan santri menunjukkan bagaimana keberagaman tidak menghalangi, tetapi justru memperkaya hubungan antarindividu. Seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika, mereka menjadi bukti bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk menciptakan harmoni.

Dalam konteks Indonesia yang kaya akan keberagaman budaya, agama, dan tradisi, perjumpaan semacam ini menjadi sangat penting. Pengalaman berbagi dan bekerja sama antara Kanisian dan santri menciptakan ruang dialog yang menghapus prasangka dan melahirkan rasa saling percaya. Dengan saling belajar, mereka tidak hanya memahami perbedaan tetapi juga menemukan nilai-nilai universal yang menyatukan, seperti kerja sama, kejujuran, dan rasa hormat.

Keberagaman Indonesia adalah kekuatan, bukan kelemahan. Miniatur persatuan yang terlihat di Al Furqon ini menunjukkan bahwa generasi muda mampu membawa semangat perbedaan dan cinta akan kekayaan dalam keberagaman di masa depan. Dengan membangun titik temu melalui ruang-ruang perjumpaan seperti ini, mimpi tentang persatuan Indonesia akan terus terjaga. Persahabatan yang tumbuh di Al Furqon menjadi teladan kecil dari potensi besar bangsa ini untuk terus berdiri kokoh di tengah segala perbedaannya.

Keserasian dalam Perbedaan

Indonesia adalah negeri yang dibangun atas dasar keberagaman. Ribuan pulau, suku, agama, dan budaya membentuk mozaik yang indah dan unik. Namun, keindahan ini hanya dapat bertahan jika setiap perbedaan mampu hidup berdampingan dalam harmoni. Pesan penting ini tercermin dengan jelas dalam pengalaman di Pesantren Al Furqon, tempat di mana siswa SMA Kolese Kanisius dan para santri menunjukkan bahwa keserasian dalam perbedaan bukan sekadar idealisme, melainkan sesuatu yang dapat diwujudkan.  

Di tengah suasana pesantren, persahabatan tumbuh dengan indah. Para siswa yang mayoritas Katolik dan para santri yang beragama Islam menemukan banyak titik temu dalam keseharian mereka. Dari makan bersama dalam satu nampan hingga berbincang tentang kehidupan sehari-hari, mereka belajar bahwa nilai-nilai persahabatan, saling menghormati, dan kerja sama adalah hal yang universal. Perbedaan agama dan latar belakang tidak menjadi penghalang, melainkan jembatan untuk saling mengenal dan memahami.  

Pengalaman ini mengingatkan kita bahwa kebersamaan tidak memerlukan keseragaman. Justru, perbedaan memperkaya interaksi manusia dan memberi kesempatan untuk saling belajar. Di Pesantren Al Furqon, para Kanisian dan santri menunjukkan bahwa dengan hati yang terbuka, perbedaan dapat menjadi sumber kekuatan untuk menciptakan persatuan. Hal ini sesuai dengan semboyan Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, yang menegaskan bahwa kita dapat berbeda namun tetap satu.  

Keserasian dalam perbedaan juga menjadi refleksi penting bagi bangsa Indonesia. Sebagai negara dengan keberagaman yang luar biasa, Indonesia membutuhkan generasi muda yang mampu membangun dialog lintas budaya dan agama. Dengan saling berjumpa dan berkolaborasi, seperti yang dilakukan di Al Furqon, kita dapat menciptakan ruang yang mendukung terciptanya harmoni sosial. Generasi muda harus menyadari bahwa masa depan Indonesia terletak pada kemampuan untuk menjaga keserasian ini di tengah perbedaan yang ada. 

Melalui pengalaman ini, tersampaikan pesan bahwa keberagaman bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti atau dihindari. Sebaliknya, ia adalah warisan yang harus dirawat dan dilestarikan. Keserasian dalam perbedaan tidak hanya relevan untuk Al Furqon atau Kolese Kanisius, tetapi untuk seluruh bangsa Indonesia. Karena pada akhirnya, seperti kata Martin Luther King, kita harus belajar hidup bersama sebagai saudara atau binasa bersama sebagai orang bodoh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun