Mohon tunggu...
Evan Farrel Tampubolon
Evan Farrel Tampubolon Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Pelajar di SMA Kolese Kanisius Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keserasian Tercipta di Tengah Pluralitas

18 November 2024   23:47 Diperbarui: 19 November 2024   00:24 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesantren Al-Furqon, Kabupaten Tasikmalaya. Sumber : Dokumentasi Pribadi

Kita harus belajar untuk hidup bersama sebagai saudara atau kita akan binasa bersama-sama sebagai orang bodoh (Martin Luther King)

Pluralitas. Sebuah kekayaan yang tercipta di negeri Indonesia. Sungguh keberagaman yang tiada taranya ditemukan di tanah air tercinta. Semua itu menjadi satu kesatuan dan membentuk bangsa yang utuh.

Di Pesantren Al Furqon, suasana pagi itu diwarnai kesibukan para siswa SMA Kolese Kanisius yang tengah berkemas. Tas-tas mereka mulai dipenuhi barang bawaan, sementara percakapan ringan mengiringi setiap gerakan. Tak jarang, tawa kecil terdengar saat teman-teman pesantren dan para Kanisian bersenda gurau bersama.  

Keakraban yang tercipta selama kebersamaan mereka begitu terasa, meski berasal dari latar belakang yang berbeda. Perbedaan keyakinan maupun budaya tak menghalangi persahabatan yang terjalin. Percakapan tentang pengalaman selama beberapa hari terakhir pun mengalir lancar, mempererat hubungan mereka.  

Saat semua persiapan hampir selesai, suasana mulai mengarah pada perpisahan yang hangat. Tak ada kesedihan yang mendalam, karena mereka tahu ini bukanlah akhir. Persahabatan yang telah terbangun akan terus hidup, melampaui jarak dan waktu yang mungkin memisahkan.

Persahabatan terjalin di tengah perbedaan. Perbedaan bukanlah permasalahan untuk menjalin kebersamaan.

Kehangatan di Al Furqon

Di Pesantren Al Furqon, persahabatan tumbuh di tengah perbedaan yang seolah tidak berarti apa-apa. Para Kanisian yang mayoritas beragama Katolik disambut dengan hangat oleh para santri, khususnya santriwan. Kehadiran mereka bukan hanya menjadi tamu, melainkan saudara baru dalam pengalaman hidup yang berbeda. Dengan semangat terbuka, para santri tidak ragu untuk berbagi cerita, tradisi, bahkan keseharian mereka, mulai dari sholat berjamaah hingga berbagi cara makan dalam nampan besar.

Hari-hari yang dilalui penuh dengan tawa dan keakraban. Kanisian yang awalnya canggung dengan cara hidup di pesantren perlahan menyesuaikan diri, duduk makan bersama, bahkan hingga belajar Bahasa Arab bersama. Di sisi lain, para santri pun antusias mengenal lebih jauh tentang Kanisian, menjalin percakapan, dan bermain bersama dalam waktu senggang. Momen-momen ini memperlihatkan bagaimana perbedaan keyakinan dan latar belakang mampu diterima dengan penuh kehangatan.

Keakraban yang terjalin tidak hanya melalui aktivitas serius, tetapi juga dari hal-hal sederhana seperti berbagi cerita sebelum tidur atau bermain bersama. Pesantren yang awalnya terasa asing bagi para Kanisian menjadi rumah baru, tempat mereka belajar tentang nilai persaudaraan yang sejati. Semua ini membuktikan bahwa persahabatan sejati dapat melampaui sekat-sekat perbedaan agama atau budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun