Mohon tunggu...
Euri Ametsa
Euri Ametsa Mohon Tunggu... Buruh - manusia biasa

Mencoba menulis kembali

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sesaat Sebelum Kamu Mati

2 Oktober 2018   22:19 Diperbarui: 2 Oktober 2018   22:24 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : pixabay.com

Mereka semua seakan tuli. Di tengah teriakan minta tolong dan ketakutan tersebut, tiba-tiba kamu merasakan sesuatu menyentuh ujung jempol kakimu, dan kemudian kamu merasakan sesuatu menarik dirimu keluar dari tubuhmu secara paksa. Kamu merasa seperti hewan yang kulitnya dicabut secepat kilat dalam keadaan sadar. Namun, yang kamu rasakan entah berapa kali lipat lebih sakit. 

Kamu berteriak tanpa henti. Namun, tidak ada satupun di antara mereka yang menyadari keadaanmu. Jiwamu telah berpisah dari raga. Sekejab kemudian,makhluk tersebut membawamu ke sebuah tempat yang kamu tidak tahu di mana, namun terbayangkan seperti apa. Sementara itu, di tengah kepanikan yang melanda, kamu dinyatakan telah meninggal oleh dokter yang mencoba mengembalikan detak jantungmu tadi. 

Semua anak-anakmu menangis, mencoba memperlihatkan kepada dunia bahwa mereka bersedih hati atas kepergianmu. Sementara di dalam hati, masing-masiang mereka sibuk memikirkan cara agar mendapatkan jatah wariasan yang lebih banyak daripada siapapun.

Beberapa jam kemudian, dunia telah diberitahu akan kepergianmu. Banyak yang mengucapkan bela sungkawa dan duka cita. Berbondong-bondong orang datang ke rumah kediamanmu demi memberikan salam perhormatan, atau salam perpisahan untuk terakhir kalinya. Suatu hal yang wajar, kamu adalah tokoh penting dan sangat berpengaruh bagi banyak orang. 

Televisi mengulang-ulang kembali pencapaian yang telah kamu raih semasa kamu hidup. Melupakan beberapa skandalmu yang sempat terendus namun tidak pernah ditemukan. Teman-temanmu yang dulu ikut bersamamu di dalam kejahatanmu, juga datang ke rumahmu untuk menunjukkan rasa duka cita. Meskipun selama kamu terbaring sakit, mereka paling banyak hanya datang tiga kali menjengukmu. 

Mereka datang ke rumahmu untuk memoles citra mereka di depan publik. Menyebut-nyebut dirimu dan kenangan mereka atas dirimu, agar mereka dipandang sebagai seorang teman sejati. Bukan untukmu, tapi demi kepentingan mereka sendiri.

Sementara itu, di sebuah rumah kontrakan kecil, di sudut kota yang dulu pernah kamu pimpin. Seorang kakek tua dan renta melihat berita kematianmu di televisi. Dia adalah orang yang seluruh keluarga dan hartanya telah kamu rampas pada saat kamu menjadi pemimpin daerah dahulu. 

Kamu melakukannya sebagai pembalasan dendam karena mendukung calon pemimpin yang lain.Terlebih lagi dengan keras kepala mencoba menguak kasus korupsi yang kamu lakukan semasa menjabat. Namun, dengan kecerdikanmu, dia kamu masukkan ke penjara dan menjadi terdakwa kasus korupsi yang sebenarnya kamu dan teman-temanmulah pelakunya.

"Ana."

Kakek tua tersebut memanggil cucunya yang baru duduk di kelas satu sekolah menengah pertama.

"Hari ini, ambil sedikit uang tabungan kita di bank. Kakek ingin makan di restoran mewah yang kemarin buka di samping pasar." Kata si kakek tua sembari tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun