Mohon tunggu...
Euri Ametsa
Euri Ametsa Mohon Tunggu... Buruh - manusia biasa

Mencoba menulis kembali

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sesaat Sebelum Kamu Mati

2 Oktober 2018   22:19 Diperbarui: 2 Oktober 2018   22:24 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : pixabay.com

Buku ini bahkan menuliskan saat di mana kamu pertama kali mengambil sebuah pulpen mahal milik temanmu dari tasnya.Kejahatanmu yang pertama, yang memulai sebuah jati diri baru dari dalam dirimu. Kamu menjualnya ke pedagang asongan dan mendapatkan 3 batang rokok sebagai gantinya. Seakan terdapat sebuah cctv yang mengikutimu kemana saja kamu pergi. Tidak ada bukti yang terlewatkan, semuanya tersimpan utuh sebagaimana adanya.

Setiap kali perbuatan burukmu muncul dalam cerita, kamu merasakan sebuah tusukan kecil menerpa sesuatu di dalam dadamu. Kamu merasakan tusukan tersebut, entah bagaimana, menyisakan sebuah tanda hitam di permukaan hatimu. Kamu menyadari, merasakan semakin banyak kejahatanmu terungkap semakin banyak tanda hitam yang menutupi hatimu. 

Setiap tusukan selalu diiringi sebuah bisikan halus di pinggir telinga kirimu yang mengatakan bahwa neraka itu ada. Kalimat yang seringkali dialamatkan kepadamu oleh rakyat kecil yang tanahnya kamu rebut dengan bantuan oknum pemerintah. Sebuah kalimat yang suatu kali diucapkan oleh seorang pemuka agama ketika kamu sedang mencalonkan diri sebagai seorang calon pemimpin daerah. 

Ketika kamu terpilih, ucapan yang sama kamu dengar dari seorang berhati suci yang kamu jadikan sebagai kambing hitam atas milyaran uang negara yang kamu curi. Tidak ada seorangpun yang bisa membuktikan bahwa tembokmu sebenarnya berwarna hitam. Hingga saat ini, terlepas dari suara-suara sumbang yang kamu bungkam, orang-orang tetap menganggap warna tembokmu adalah putih. 

Namun, lembaran buku di depanmu tidak henti-hentinya menghapus warna putih yang melapisi tembokmu. Hingga akhirnya ketika catatan perjalananmu mencapai halaman terakhir, lapisan putih itu menghilang. Menyisakan tembok hitam, sehitam hatimu sekarang. hatimu telah menghitam seluruhnya.

Kematian memang bisa mengakhiri rasa sakit yang kamu derita. Tapi, kematian yang kamu inginkan menjadi penghenti rasa sakit, ternyata menjadi awal untuk sesuatu yang bahkan lebih  dari buruk. Hidup maupun mati, menjadi pilihan yang tidak ingin kamu pilih. Namun, tidak ada pilihan lain dan kamupun tidak memiliki kemampuan untuk memilih. Titik akhir waktumu telah ditentukan ketika buku yang menceritakan kisah hidupmu telah tertutup.

"Neraka itu ada"

Kamu mendengarkan lagi kalimat yang diucapkan sama banyaknya dengan jumlah kejahatan yang kamu lakukan. Tapi, kali ini yang terdengar bukanlah bisikan. Melainkan sebuah hardikan yang bisa membuat gendang telingamu atau bahkan kepalamu pecah. Kamu gemetar, bingung, dan tidak tahu harus bertindak apa. Ketakukanmu tidak pernah bisa kamu gambarkan seperti apa persisnya, hanya bisa kamu rasakan kengeriannya. 

Terlebih lagi, kamu melihat sosok yang mengatakan kalimat tersebut juga memiliki bentuk yang amat sangat mengerikan. sosoknya membuat gambaran setan, iblis, makhluk paling mengerikan yang pernah digambarkan manusia bagaikan seorang bayi yang lucu. Kamu mencoba memalingkan wajahmu darinya, namun tidak mampu melakukannya. Sesuatu memaksamu untuk menatap makhluk di depanmu tanpa berkedip.

Di tengah kengerian tersebut, kamu menangkap sesuatu di dalam matanya.Di sana, di dalam mata tersebut, terlihat sebuah tempat yang dipenuhi nyala api dan dipenuhi oleh berbagai macam bentuk makhluk yang tidak kalah mengerikan dibandingkan makhluk yang di depanmu. Kamu menyadari, ke tempat itulah kamu akan berakhir.

Kamu berteriak minta tolong sekencang mungkin. Kamu minta tolong kepada orang-orang berpakaian serba putih yang bergerombolan di sekelilingmu. Kamu berteriak keras, memohon pertolongan kepada para dokter yang mencoba keras mengembalikan detak jantungmu. Tidak berguna. Mereka semua tidak ada satupun yang mendengarkan kata-katamu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun