Mohon tunggu...
Euri Ametsa
Euri Ametsa Mohon Tunggu... -

Come to my digital home adelwanblog.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bidadari Plastik

30 Januari 2017   23:40 Diperbarui: 31 Januari 2017   09:52 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Bidadari ini akan ditempatkan di tempat orang yang menemukannya. Jadi, dia akan ditempatkan di rumah kakek dan nenek Hesa. Kalian berdua bertugas untuk menjaga, merawat, dan memberikan segala hal yang diperlukan oleh bidadari yang diutus tuhan ke desa kita ini. Dibantu oleh beberapa orang perempuan desa yang hapal setidaknya sepertiga kitab suci. Begitulah wahyu yang tuhan berikan kepada kakek Zaenal yang berdesir di hatinya.”

Keramaian kembali pecah. Dari suara-suara yang keluar, aku bisa mengetahui, emosi campur aduk telah menghinggapi keramaian. Beberapa menit kemudian, tanduku kemudian diangkat dan aku dibawa ke sebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu. Nenek yang menemukanku memebawaku masuk ke dalam rumahnya dibantu oleh beberapa orang pemudi desa yang memakai jilbab lebar sebagai gaya berpakaian mereka. Melihat itu, terbesit keinginanku untuk memakai pakaian yang sama seperti mereka. Sebuah pakaian yang melambangkan kesopanan dan peradaban jika dibandingkan diriku yang selalu telanjang ini. 

Ketika aku berpikiran demikian, tiba-tiba mereka kmengeluarkan pakaian yang aku harapkan dan memakaikannya padaku. Aku tersenyum, meski mereka tidak mengetahuinya. Di dalamnya senyumku tersebut, pikiran jangan-jangan aku memang bidadari, berkeliaran di benakku. Saat itu, meski tersamar, aku bisa mendengar banyak suara laki-laki yang berusaha untuk mencuri-curi pandang kepadaku melalui pintu masuk, jendela, dan beberapa lubang kecil buatan kumbang kayu yang menembus ke dalam rumah. Dan, tentu saja, ketika perbuatan mereka ketahuan, perempun-perempuan berjilbab lebar yang ditugaskan untuk menjagaku meriaki mereka dan kemudian mengusir mereka dengan sapu lidi.

“Awas! Nereka jahannam” salah seorang perempuan tersebut mengingatkan neraka yang akan mereka dapatkan kalau mereka mengulangi perbuatan mereka. Ketika sedang berusaha lari dari serbuan sapu lidi, salah seorang laki-laki yang bersuara cempreng, aku yakin masih belum akil balig nyeletuk.

“Bidadari itu adanya di surga bego!”

Aku tertawa dan bisa menebak dengan yakin lemparan sapu lidi pasti melayang kencang ke arahnya.

***

Satu bulan telah berlalu, dan aku tidak lagi perlu menyalahkan orang-orang yang mengatakan kalau aku ini adalah bidadari. Karena, memang demikianlah adanya. Aku membandingkan diriku dengan setiap manusia perempuan yang datang berkunjung hanya untuk mengintip keindahanku. Aku memang berbeda dengan mereka. Setiap inci dari diriku bahkan membuat kembang desa yang selama ini dipuja dan puji oleh masyarakat sekarang telah kehilangan pamornya. Aku bahkan mendengarkan langsung keluhan yang bercampur kemarahan tertahan dari mulutnya. Gara-gara aku, pacarnya pergi meninggalkannya dan meninggalkan segala kesenangan dunia untuk fokus menyembah tuhan. 

Dia melakukannya karena berharap mendapatkan seorang bidadari di surga kelak yang setidaknya, secantik diriku. Aku tersenyum bangga, tentu saja dia tidak tahu itu, sambil berpikir betapa luarbiasanya aku sebagai seorang bidadari. Lihat, bahkan hanya dengan kehadiranku, seorang pemuda rela meninggalkan kesenangan dunia untuk beribadah kepada tuhan. Jika tuhan kembali memanggilku ke surga, aku pasti akan mendapatkan hadiah yang besar, tidak sia-sia Dia yang maha tahu mengirimku turun ke dunia yang fana. Untuk mengingatkan manusia akan kefanaannya.

Tidak hanya di desa ini saja namaku bergema. Namaku telah disebut-sebut oleh orang-orang di desa tetangga, kecamatan, dan terus menjalar hingga tidak bisa dihentikan bagaikan air mengalir. Tentu saja, bagaimana mungkin kehadiran seorang biadadari tidak mengguncangkan dunia. Bahkan hari ini, kalian harus tahu, akan datang wartawan dari sebuah televisi nasional untuk menyiarkan kecantikanku yang membuat para ratu kecantikan dunia itu bagaikan piring rombengan jika dibandingkan denganku.

Kedatangan wartawan televisi tersebut, membuat pengamanan rumah kakek dan nenek Heza diperketat. Kali ini yang menjaganya tidak hanya pemudi berjilbab lebar. Mereka ditugaskan untuk berjaga di rumah. Sedangkan bagian luar rumah, dijaga oleh pemuda dan beberapa orang tentara bertubuh tegap. Tentara terpaksa dipanggil oleh kepala desa karena sudah berulangkali laki-laki yang tidak bisa menahan dirinya, menerobos masuk dan memeluk tubuhku. Tidak mengapa, aku mengerti mengapa mereka melakukannya. Diriku memang indah tak tertahankan di mata siapapun yang memandangku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun