Mohon tunggu...
Euri Ametsa
Euri Ametsa Mohon Tunggu... -

Come to my digital home adelwanblog.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bidadari Plastik

30 Januari 2017   23:40 Diperbarui: 31 Januari 2017   09:52 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sedangkan yang sedikit shaleh di antara mereka, berulangkali berdoa agar bisa dijodohkan denganku di surga kelak. Aku tertawa mendengar doa tersebut. Pasti akan lucu jika mereka masuk surga dan bidadari yang mereka harapkan itu ternyata terbuat dari plastik, bukan daging berlapiskan kulit yang putih menggairahkan.

Arakan yang mengiringiku tersebut berhenti tepat di depan sebuah bangunan yang aku tidak yakin berada di mana. Namun, siluet sebuah tiang bendera yang aku lihat karena terhalang tirai tandu, membuatku menduga kalau aku dibawa ke kantor pemerintahan desa ini. Orang-orang yang membawaku menurunkan beban yang tidak terlalu berat dari bahu mereka. Tepat ketika tandu tersebut menginjakkan diri di tanah, gerombolan yang mengikuti di belakangku langsung bergerak perlahan, mendekatiku yang hanya dibatasi oleh selembar kain tipis. Tapi, niat mereka segera di halangi oleh ke empat orang yang menanduku tadi. Mereka menghalau gerombolan tersebut agar menjauh dari tanduku. Aku merasa menjadi seorang putri kerajaan yang tidak sembarangan orang yang bisa melihatku. Seandainya aku bisa tertawa seperti manusia, aku pasti sudah tertawa senang sekarang dengan mulut terbuka lebar.

Suara bising di luar tanduku mendadak berhenti. Bayangan orang-orang yang berkerumun juga berhenti mengeluarkan suara dari mulut mereka yang dari tadi tidak bisa diam. Di dalam kesunyian tersebut, aku mendengar langkah kaki mendekat pelan ke arahku. Dua orang, aku bisa menerkanya. Mereka berdua berhenti tepat di depan pintu masuk tandu. Salah seorang dari mereka menyingkap kain yang menghalangiku dari melihat dunia luar.

Pandanganku bertemu dengan sepasang mata tua yang terlihat teduh. Tapi, aku hanya melihat sekilas mata tersebut karena kemudian dia cepat menutup matanya, sekaligus menurunkan kain yang dia angkat tadi. Kemudian, orang kedua melakukan hal yang sama, mengangkat tirai kain, menatap mataku, dan segera menutup matanya sembari komat-kamit mengucap doa-doa yang samar terdengar di telingaku. 

Baju dinas yang dia pakai membuatku yakin dialah kepala desa yang memerintah di desa ini. Kemudian, aku melihat bayangan mereka saling mendekat dan bayangan kepala mereka saling bertubrukan. Mereka berbisik-bisik satu sama lain, sesuatu yang membuat orang-orang di sekiling mendadak ribut kembali. Mengeluarkan suara dengungan seperti dengungan lebah.

“Tenang saudara-saudara!”

Si kepala desa menenangkan para penduduknya yang sudah tidak sabar menanti tindakan apa yang akan mereka lakukan terhadapku yang hanya memakai pakaian luar, tanpa pakaian dalam ini.

“Berdasarkan bisikan wahyu yang baru saja didapatkan oleh kakek Zaenal, perempuan yang ada di dalam tandu ini benar-benar merupakan seorang bidadari.”

Suara dengungan kembali terdengar, dan tentu saja lebih keras dari sebelumnya. Dan, aku tertawa, bidadari?, aku?. Tuhan mana yang berbicara dengan si tua ini?. Tapi, tidak mengapa, setiap kali kata bidadari ditujukan padaku, Seandainya aku punya hati seperti manusia, pasti hatiku telah meledak karena senangnya mendengar kata-kata pujian mereka yang tinggi itu.

“Dan, kedatangannya ke desa ini adalah untuk memberi semangat kepada para pemuda desa agar giat beribadah kepada tuhan yang maha esa. Sehingga, mereka bisa mendapatkan bidadari yang bahkan lebih cantik dari bidadari yang ada dalam tandu ini”

Suara laki-laki mendadak pecah dengan sorakan mereka yang membahana. Mereka meneriakkan dengan keras nama tuhan mereka keras-keras layaknya sedang bersiap untuk berperang atas nama tuhan. Sedangkan suara perempuan sama sekali tidak terdengar. Tidak perlu mengatakannya, aku sudah paham apa yang sedang mereka rasakan sekarang. Aku yakin, ketika mereka berbalik pulang ke rumah mereka masing-masing, setidaknya, ketenangan rumah tangga bakalan sedikit terusik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun