Mohon tunggu...
Ety Budiharjo
Ety Budiharjo Mohon Tunggu... profesional -

Cinta Dengan Menulis, Menulis Dengan Cinta. My Blog is : etybudiharjo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Antara Gerimis, Gemerincing Rupiah dan Organ Reproduksi

25 Juli 2016   16:30 Diperbarui: 26 Juli 2016   05:19 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waaah…makasih ya mbak, kalau mbak Ety mau bantu anak-anak itu. Terus terang saya nggak kuat melihat mereka. Miris banget mbak,”kata mbak Uli dalam sebuah percakapan by phone. “Mereka memang harus diselamatkan dan dibangun kembali hidupnya. Masa depan mereka masih panjang,”begitu kata mbak Uli lagi. Ya…udah nanti saya minta assisten bikin jadwal untuk program mbak Ety.”  Obrolanpun selesai. 

Saatnya bergerak, membantu remaja putri Indonesia untuk bangkit, membangun kembali serpihan masa depan yang retak. Masa depan yang hancur oleh berbagai alasan. Dan mereka tak sanggup membangunnya kembali. Boro-boro membangun, menata saja mereka nggak bisa.

Kasian,


Miris,


Terbuang,

Bergabungnya saya di sebuah yayasan sosial  tiga tahun lalu dan sampai saat ini bukan tanpa sebab. Cerita tentang prostitusi anak dan penjualan anak ( Trafficking ) bukan isapan jempol belaka. Saya jadi ingat, tiap kali saya dan keluarga berkunjung ke villa di kawasan Puncak – Bogor, selalu berulang cerita yang sama. Cerita yang saya dengar sendiri dari penjaga villa tempat kami menginap. 

“Ah, itu mah sudah biasa Bu, sudah jadi mata pencaharian di kampung sini,”begitu kata si penjaga villa.

Bagaimana mata saya tidak terbelalak mendengarnya, kata-kata ‘sudah biasa’ yang meluncur dari mulut si penjaga seperti semburan api di wajah saya. Bagaimana mungkin anak-anak perempuan berumur 10 – 17 tahun menjajakan seks untuk tamu-tamu di villa sekitar. Waktu malam di mana seharusnya mereka belajar tapi malah digunakan untuk bekerja di dunia kelam. Saya yakin jika Ibu Pertiwi tahu dia pasti menangis, melihat remaja putrinya berlaku demikian.

Saking penasarannya, pernah suatu malam saya minta si penjaga untuk menemani saya melihat praktek seperti itu. Selepas waktu maghrib, saya dijemput si penjaga  menuju tempat di mana sales seks biasa mangkal. Benar saja ! Di antara gerimis hujan, para sales itu menyalakan senter—sebagai kode pada tiap kendaraan, mobil atau motor yang lewat. Transaksi tidak berlangsung lama, lalu dengan diantar sales si pemangsa seks berlalu menuju tempat tertentu. Sampai di sini penasaran saya terhenti, berganti menjadi kesedihan juga kemarahan. 

Sedih melihat kenyataan tentang penjaja seks diusia dini tapi marah pada siapa saya tidak tahu. Itu bukan drama atau cuplikan sinetron yang tidak layak tayang. Itu realita yang sedang menghinggapi remaja putri kita. Anak-anak kita, anak Indonesia anak yang menjadi tumpuan bangsa dan Negara ini.

Apa yang dijual ? Seks !

Salah siapa ?

Dosa siapa ?

Ratusan bahkan ribuan pertanyaan berkecamuk dalam pikiran saya. Mereka adalah anak remaja yang seusia dengan anak-anak perempuan saya di rumah. Seks mereka sedang diperjual belikan. Mereka keluar tanpa perlindungan, bahkan berada dalam kondisi BAHAYA ! Mereka rawan akan kekerasan fisik, mental dan seks tentunya. Bahkan yang paling mengkhawatirkan adalah soal kesehatan infeksi seksual, alkohol dan obat-obatan terlarang.

Pada tahun 2003, ILO – IPE melakukan penelitian di wilayah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jakarta dan Jawa Barat, temuan dari penelitian tersebut bahwa trafficking di Indonesia menjadi masalah yang sangat kompleks karena diperluas oleh faktor ekonomi dan sosial budaya.

Karena begitu kompleksnya faktor internal keluarga inilah, ditemukan beberapa kasus bahwa perdagangan seksual dilakukan oleh anggota keluarga sendiri. Seperti misalnya, kasus Ibu yang menjual anak gadisnya atau Paman yang menjual keponakannya. Beberapa kasus seperti ini memang tidak datang sendiri, banyak pemicu dari dalam keluarga.

Kualitas hidup miskin di daerah pedesaan dan desakan kuat untuk bergaya hidup materialistik membuat anak dan orang tua rentan di eksploitasi. Di samping itu pula, masih adanya sikap diskriminasi terhadap anak perempuan, seperti kawin muda, nilai keperawanan, pandangan anak gadis tidak perlu pendidikan tinggi juga menjadi kunci faktor pendukung.

Indonesia Darurat Trafficking

Kasus yang dialami oleh gadis remaja bernama Yuyun merupakan salah satu dari kejahatan seks. Padahal saat ini Indonesia sudah berada dalam kondisi Darurat Trafficking. Kejahatan trafficking sudah tidak bisa dianggap main-main lagi. Jika pemerkosa hanya melukai satu atau dua anak gadis saja, tapi tidak dengan trafficking ( maaf bukan saya mengkerdilkan kasus Yuyun ). Kejahatan trafficking melukai banyak remaja putri Indonesia, bahkan tiap jam sebanyak 40.000 – 70.000 remaja putri menjadi korban sindikat perdagangan anak ( sumber : Kompas Perlindungan Anak ).

Dalam laporannya Child Wise Tourism, Australia Region Wisata Seks ASEAN 2007 menemukan fakta lain dari trafficking, yaitu Indonesia menjadi Negara ke – 3 terbesar dalam perdagangan anak di Asia Tenggara.

Bahkan menurut pemerhati anak sekaligus sebagai Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI ), Dr. Seto Mulyadi mengatakan, posisi ke tiga itu menjadi bukti bahwa Indonesia sudah menjadi salah satu sumber ‘pasokan’ di Asia Tenggara.  Dan tiap tahunnya 150.000 anak diperdagangkan untuk tujuan seksual dengan batas usia di bawah 18 tahun. Data ini bersumber dari Koalisi Nasional Eksploitasi Seksual Komersial Anak.

Kejahatan trafficking tidak berhenti sampai di situ saja, DR. Poppy Lolo SH, MH dalam bukunya Perdagangan orang sebagai Extra Ordinary Crime, menyebutkan bahwa sebanyak 30% korban perdagangan manusia di dunia merupakan orang Indonesia. Sungguh saya sangat tidak menyangka bahwa perdagangan seksual remaja putri Indonesia sudah menggila sedemikian rupa.   

Gemerincing Rupiah

Bicara soal perdagangan, yang terlintas dalam pikiran kita pasti rupiah alias uang. Uang bisa juga dikatakan sebagai dasar perekonomian, entah itu perorangan, keluarga ataupun sindikat. Sayangnya perdagangan kali ini yang dijual adalah seks, di mana telah menjadi komoditi paling laku. Laku karena mudah mendapatkannya dan tidak membutuhkan modal besar. Gemerincing rupiah telah membuat orang lupa, bahwa dagang itu mestinya yang halal dan thoyib. Tapi apa mau dikata, perdagangan seks telah menjadi lahan bisnis yang menggiurkan sekaligus menggairahkan.

Para sindikat perdagangan seks, mucikari, sales online maupun offline bukan cuma lupa tapi juga buta. Lupa dan buta kalau mereka punya anak, keponakan, cucu, sepupu, tetangga remaja putri. Lupa dan buta terhadap kesehatan reproduksi mereka, yang merupakan tempat melahirkan anak-anak. Lupa dan buta akan masa depan mereka semua, masa depan bangsa dan Negara ini.  Dari kasus yang sudah saya ceritakan di atas, berapa rupiah didapat tapi berapa juga organ reproduksi rusak. Pastinya biaya untuk memperbaikinya sangat mahal dan perlu waktu cukup lama . Sungguh, sangat tidak sebanding dengan gemerincing rupiah !

Organ Reproduksi

Allah SWT menciptakan manusia laki-laki dan perempuan, masing-masing memiliki kelebihannya. Dari apa yang sudah diciptakan oleh Allah, sejatinya kita harus jaga dan dilindungi tanpa kecuali organ reproduksi. Semua pasti menginginkan hal-hal terbaik dalam hidupnya. Tapi, kita juga tidak bisa menolak atau menghindar ketika musibah datang pada diri kita, seperti kasus yang sudah saya kisahkan di atas. Kejahatan trafficking dan perkosaan merupakan  musibah yang merusak lahir maupun batin, terutama bagi korban perempuan dan terutama lagi bagi remaja putri.

Dalam ilmu Biologi kita mengenal organ reproduksi wanita yang berperan dalam serangkaian proses berkembang biak atau memperbanyak keturunan. Agar manusia dapat memiliki anak, maka wanita harus memiliki organ reproduksi yang sehat dan baik. Organ reproduksi pada wanita terdiri dari organ reproduksi ( Genetalia ) luar dan dalam. Genetalia luar berfungsi untuk membantu penetrasi alat kelamin laki-laki agar mengeluarkan sperma.

Di sinilah kelebihan dari seorang perempuan sekaligus menjadi beban berat. Beban karena memiliki tanggung jawab untuk senantiasa menjaga organ reproduksinya agar tetap sehat. Bagi saya pribadi, membangun kualitas kesehatan reproduksi bukan hal  mudah. Jangankan sampai membangun, menjaga organ reproduksi aja susahnya minta ampun.

Saya ingat saat pertama kali mendapat menstruasi, Ibu saya mengajarkan banyak hal. Kalimat yang sampai saat ini masih terngiang yaitu,”Nak, kamu sudah remaja kamu sudah bisa punya anak. Hati-hatilah dalam bergaul terutama terhadap laki-laki. Karena laki-laki itu bisa mendatangkan hasrat, di mana kamu akan menyukainya.Perkataan Ibu yang lemah lembut sangat mudah saya cerna. Dalam hal ini Ibu tidak melarang saya bergaul dengan laki-laki, boleh tapi dengan jarak atau jangan berlebihan.

Ibu memang tidak menceritakan secara gamblang tentang organ reproduksi wanita. Bahkan pertanyaan saya tentang dari mana keluarnya bayi aja tidak dijawab oleh Ibu. Akan tetapi Ibu lebih sibuk mengurusi saya kalau saya sedang menstruasi. Misalnya saja, saya disuruh mengganti pembalut tiap dua jam dan membersihkan Miss V saya. Ibu juga suka merebus daun sirih sebagai air antibiotik dan kembali meyuruh saya untuk ’cebok’. Terkadang Ibu membuatkan jamu kunyit asem dan setengah memaksa saya untuk meminumnya. Ibu telah membantu saya menjaga kehormatan sampai akhirnya saya menikah.

Begitupula dengan Bapak, beliau melarang saya keluar rumah untuk bermain, ketika saya sedang menstruasi. Bapak juga yang selalu rajin membelikan dan menyuruh saya makan sayur serta buah-buahan. Pokoknya ketika saya sedang menstruasi saya benar-benar diperhatikan. Di situlah saya merasa benar-benar menjadi perempuan seutuhnya. Peristiwa yang sudah terjadi 33 tahun silam itu begitu membekas dalam diri saya. Begitulah cara keluarga menjaga dan melindungi saya sebagai perempuan remaja. Sungguh sangat jauh berbeda dengan masa sekarang.

Intinya, faktor keluarga menjadi teramat penting ketika kita bicara soal kesehatan reproduksi. Kisah saya di atas sudah berlangsung hampir tiga puluh tahun lebih di belakang tapi tetap masih membekas. Pada waktu Ibu melakukan semua itu, saya belum mengenal norma-norma agama. Baru setelah agak lebih dewasa, saya mulai mengenal norma-norma agama.  Karena saya lahir dari keluarga muslim, saya mulai mengenal cara menutup aurat, bergaul dengan laki-laki dan sebagainya. Hanya keluargalah yang bisa diandalkan sebagai tempat berbagi saat ada masalah dengan reproduksi.

Begitu pula dengan mental anak remaja saat ini, kita melihatnya cenderung labil dan cengeng. Mudah emosi dan terpancing oleh sesuatu yang buruk, padahal mereka tahu bahwa itu buruk. Sebenarnya kedua permasalahan ini sama saja, semua pendidikan tentang akhlak dan mental harus dibangun dari rumah—baca keluarga. Hanya keluargalah yang bisa memberikan kasih sayang pada anggota keluarga yang lainnya. Jadi menurut saya semua pembelajaran itu harus dari RUMAH !

Karena jika hal ini terabaikan, maka akan membentuk opini negatif di masyarakat. Jangan salahkan masyarakat jika mereka mengatakan, ah keluarganya aja nggak mau ngurusin apalagi kita. Anak bukan, saudara juga bukan biarin aja lah dia begitu bukan urusan kita. Nah lo, kalau masyarakat sudah memiliki perspektif negatif seperti ini itu karena faktor keluarga tidak hadir di situ.

Faktor kedua adalah ekonomi, siapa bilang ekonomi tidak ada hubungannya dengan kesehatan reproduksi. Sebagai seorang perempuan saya tahu betul bagaimana merawat organ reproduksi. Dari sejak pertama kali menstruasi, ada perawatan khusus yang harus dilakukan untuk menjaga reproduksi tetap sehat. Lalu setelah saya memasuki usia 30 tahun ada pemeriksaan khusus juga terhadap organ reproduksi. Begitupula saat menginjak usia 40 tahun, beberapa waktu lalu saya melakukan cek organ reproduksi dengan melakukan 'papsmear'. 

Perlakuan khusus yang saya lakukan untuk menjaga kesehatan organ reproduksi tersebut butuh biaya besar. Belum lagi tiap bulannya, perempuan normal harus membeli pembalut jika sedang menstruasi. Ditambah lagi dengan sabun pembersih khusus juga. Bicara soal biaya, pastilah ada nilai uang di situ dan nota bene menyangkut faktor ekonomi. Sejak masa remaja, dewasa dan menua biaya yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan organ reproduksi akan semakin mahal. Bahkan di klinik tidak terkenal saja biaya tersebut sangat mahal. Setahu saya hanya masyarakat dengan ekonomi menengah ke ataslah yang bisa melakukan pemeriksaan tersebut. 

Berdasarkan pengalaman saat menjadi relawan pendampingan rehabilitasi narkoba pada anak, rata-rata mereka berasal dari keluarga kurang mampu. Alasannya sangat sepele, daripada keinginan mereka tidak terpenuhi ingin memiliki barang mewah lebih baik beli narkoba. Karena dengan begitu mereka bisa mengkhayal memiliki barang tersebut. Ekonomi yang sehat akan bisa menjaga mental yang sehat pula, meskipun hal ini tidak seratus persen tercapai. 

Sayangnya, semua keburukan sudah terjadi kejahatan trafficking, perkosaan, mabuk alkohol dan obat-obatan terlarang kini menjadi lingkungan sehari-hari. Belum lagi pelecehan seksual yang bahkan dilakukan di ruang kelas plus divideokan. Astagfirrulloh al adzim…! Sebegitu nistakah perilaku anak-anak remaja Indonesia saat ini ?   Melihat fenomena tersebut, sebagai orang tua tentu saja saya menahan sedih teramat sangat. Saya ingin berbuat sesuatu, menyelamatkan anak-anak usia dini dari masalahnya. Terlebih lagi terhadap remaja putri yang sudah menjadi korban trafficking atau perkosaan, seperti anak remaja Yuyun.

Jujur saja saya marah, saya sedih kemana orang tua mereka ? Ngapain aja orang tua mereka ? Apa yang dicari oleh orang tua mereka ? Satu hal yang selalu saya ingat, bahwa anak-anak tidak pernah minta dilahirkan. Dan…anak-anak adalah titipan Tuhan yang harus dipertanggung jawabkan kelak. Saya pikir kemarahan dan kesedihan saya tidak ada gunanya jika saya tidak secepatnya berbuat. Oleh karena itulah saya memutuskan untuk bergabung menjadi relawan di salah satu yayasan sosial yang berkecimpung dalam hal penyelamatan, pencegahan dan pemulihan korban trafficking maupun pekosaan.

Di yayasan sosial ini, saya dan relawan lainnya mengedukasi anak-anak tentang seks. Kami tidak tabu mengajarkan mereka tentang seks dan bahayanya. Memperkenalkan organ reproduksi melalui gambar beserta fungsinya. Mengajarkan untuk selalu dijaga jangan sampai ada yang menyentuhnya meskipun tangan sendiri dan seterusnya. 

Kepada anak-anak perempuannya, kami ajarkan bagaimana bersikap saat berhadapan dengan laki-laki. Jangan mudah terbujuk oleh orang yang tak dikenal meskipun diiming-imingi materi. Jangan mau diajak berdua-dua an atau diajak ketempat sepi. Berpakaian yang baik, berdandan sewajarnya dan yang paling penting menjaga kesehatan.

Biasakan buang air kecil di jamban atau kloset di tempat yang tertutup. Setelah itu biasakan 'cebok' dengan air bersih dan mengalir.    Kesimpulannya mengajarkan dengan cara nyata jauh lebih baik daripada mengkhayalkannya.

Ya, mereka benar-benar harus diedukasi dengan penuh kasih sayang. Begitupula dengan korban trafficking, mereka dipulihkan lahir batinnya. Semua diperlakukan seperti anggota keluarga, bukan orang lain. Terlebih lagi bagi korban yang dijual oleh keluarganya sendiri.

Saya benar-benar belajar dari cara Ibu  merawat dan melindungi  saya saat menstruasi. Cara yang sangat sederhana, tanpa ilmu bahkan tanpa gambar organ reproduksinya. Dengan mengayomi dan langsung mempraktekkannya. Yah, anak remaja sekarang memang sudah pandai, karena mereka belajar melalui internet. Tapi ada satu hal yang tidak bisa dilakukan oleh internet, mengajarkan dengan kasih sayang.  Kasih sayang menjadi kunci utama dalam menjaga mental anak remaja, lebih utama kasih sayang dari keluarga.  

faye1-5795e4e3d79373c0139d5bb8.jpg
faye1-5795e4e3d79373c0139d5bb8.jpg

Kita harus membangun masa depan untuk anak cucu. Tapi yang harus kita bangun adalah anak cucu demi masa depan yang lebih cerah. Kita mendidik mereka, kita menjaga mereka, kita mengayakan mereka. Kita sempurnakan akhlak mereka. Sehingga mereka bisa mencintai kami, mengurus kami suatu hari nanti, Saat kami sudah tua dan lemah. Dan mereka akan menjaga kita dengan sepenuh hati. Membawa bangsa ini lebih jaya lagi. ( Muhamad Setianto )

etybudiharjo.com

Sebagian sumber materi berasal dari : rumahfaye.or.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun