Aku sedikit lelah menunggu Annisa berdoa, padahal aku telah menyelesaikan doa ku dari 10 menit yang lalu, bahkan aku sudah berdandan berganti dengan pakaian yang Annisa berikan sebelum wudhu tadi. Telalu lama menunggu, terutama kondisi batinku sedang tidak baik membuatku menghampiri Annisa, kulihat ia menangis begitu dalam. Aku begitu haru melihatnya. Ku peluk ia dan kusapu punggungnya dengan lenganku.
"Eh Hera, maaf yaaa aku kelamaan yaa. Kamu ga pakai hijabnya?" ia melepas mukenanya dan melipatnya.
"Hehe belum biasa. Harus banget ya?"
"Oh, maaf maaf aku ga bermaksud menghakimi kamu ko"Annisa begitu menjaga tata bahasa dan ucapannya dapatkah aku bersikap lembut seperti Annisa agar aku bisa lebih baik didepan Galang, mantan pacarku yang jahat itu.
"Nggak ko ga apa-apa, lu kebanyakan minta maaf. Gua bingung kenapa lu nangis hehe. Jujur yaa nis, sebenarnya gua lagi ada masalah dan harusnya gua yang nangis, hehe"
"Oh, itu juga kenapa kamu tadi ujan-ujanan?"
"Hehe iya, tapi gua udah coba evaluasi diri gua sih tadi selama hujan nis, hehe gua tau apa kesalahan gua dan udah mikir yang harus gua lakuin"
"Serius? kamu butuh teman cerita ga? kalau kamu mau cerita aku siap dengerin ko. Kita kan saudara"
"Saudara? kita saudara yang terpisah gitu?" aku lihat Annisa tertawa kecil lagi. Aduh mengapa pertanyaan bodohku selalu muncul dikondisi tidak tepat, memalukan.
"hehe sesama islam kan bersaudara Hera, jadi gimana? mau cerita?"
"Ngga apa-apa ko nis, tapi tadi kenapa lu nangis nis?"